Hari-hari menjelang idul fitri, biasanya yang paling sibuk adalah
para muslimah. Mulai dari mempersiapakan interior rumah yang ingin
tampil beda di saat hari raya, mempersiapakan kue-kue kecil, merancang
busana hari raya, bagi yang mudik telah bersiap mengepak dan
mempersiapkan segala sesuatu yang harus dibawa, pokoknya hiruk pikuk
urusan duniawi mengisi hari-hari menjelang lebaran.
Apa sebenarnya makna iedul fitri bagi seorang muslim atau muslimah?
Iedul fitri bermakna sebagai hari kemenangan bagi yang puasanya
diterima oleh Allah karena telah mampu melawan hawa nafsu selama sebulan
penuh dan telah menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas hanya karena
Allah ta’ala. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa malam Idul Fitri disebut
malam pemberian hadiah, pada malam itu Allah berseru kepada malaikatnya:
“Aku bersaksi wahai malaikatku bahwa Aku telah memberikan pahala
puasa hamba-hambaKu, pahala sholat-sholat mereka. Aku limpahkan kepada
mereka ridho dan
ampunanKu.
ampunanKu.
Iedul fitri juga bermakna sebagai hari kemenangan sejati bagi yang
benar-benar melakukan penghayatan dan pengamalan selama bulan romadhon.
Sehingga menghantarkan kepada pribadi yang fitri, kembali kepada
fitrahnya yang bersih, suci bagai kain putih yang belum terkotori oleh
noda.
Meskipun pada detik-detik menjelang iedul fitri ini, para muslimah
atau lebih tepatnya para istri atau ibu-ibu disibukkan dengan
urusan-urusan rumah tangga yang bersifat duniawi, tapi bukan berarti
melalaikan urusan ukhrowinya. Justru disinilah tantangannya.
Muslimah ditantang untuk mampu mengatur waktunya denganbaik sehingga antara kesibukan rumah tangga dan ibadah kepada Allah tetap berjalan seimbang. Jangan sampai momen baik ini terlewatkan tanpa melakukkan aktivitas yang berarti di hadapan AllahSWT.
Muslimah ditantang untuk mampu mengatur waktunya denganbaik sehingga antara kesibukan rumah tangga dan ibadah kepada Allah tetap berjalan seimbang. Jangan sampai momen baik ini terlewatkan tanpa melakukkan aktivitas yang berarti di hadapan AllahSWT.
Sempatkan untuk mengevaluasi diri (mutaba’ah) dan mengkalkulasi
keburukan diri sendiri dan memikirkan seberapa banyak kebaikan-kebaikan
yang belum dilakukan (muhasabah).
Jadikan pula iedul fitri sebagai ajang tasyakur, mengasah kepekaan
sosial dan refleksi diri untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang
Khalik.
Di negeri ini, ada tradisi silaturahmi setiap perayaan hari raya
iedul fitri. Sebuah tradisi yang layak untuk dilestarikan. Saling
mengunjungi, saling bermaaf-maafan dengan sanak saudara, teman sejawat,
tetangga, mitra kerja, atasan dan bawahan. Selain menggugurkan dosa-dosa
tentunya tradisi ini akan menyambungkan kembali tali silaturahmi,
mempererat persaudaraan dan semakin meningkatkan ukhuwah islamiyah.
Mudah-mudahan iedul fitri kali ini, menjadikan kita hamba yang lebih
baik, mempunyai semangat baru dan lahir sebagai sosok baru seperti
kepompong yang berubah menjadi kupu-kupu yang penuh dengan keindahan
taqwa kepada Allah SWT. Amin ya robbal ‘alamin. Wallahu’alam…***
Penulis bernama Nani Agus, seorang ibu rumah tangga dengan dua
putri. Pemerhati perkembangan Islam baik local dan manca Negara serta
aktif di berbagai kegiatan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar