Oleh: Hannan Putra
Puasa anak mengajarkan tentang ihsan, sabar, syukur.
Sungguh
berat bagi seorang anak kecil yang baru belajar berpuasa, siang hari
terasa begitu lama. Tak biasanya ia kelaparan seharian. Di hari biasa,
ia akan selalu protes jika jatah uang jajannya kurang. Tapi, selama
Ramadhan, tak sedikitpun ia mendapat uang jajan. Kalaupun uang jajan
diberi, ke mana ia akan menghabiskannya kala warung makanan ikut tutup.
Namun,
ajaib bagi si bocah itu. Kendati ia merasakan haus dan dahaga yang luar
biasa, tak satupun makanan yang disentuhnya. Sang orang tua kadang
kasihan melihatnya sudah lemah. Mereka terkadang tak tega dan membujuk,
"Adek, kalau adek tak kuat, adek boleh berbuka, kok. Besok bisa dicoba
lagi." Namun, rayuan orang tua tak sedikitpun menggoyahkan imannya untuk
berbuka puasa sampai azan Maghrib berkumandang dan beduk ditabuh.
Kendati
dahaga sudah mengeringkan tenggorokannya, tak seteguk air pun ia teguk.
Kendati dalam kondisi perut yang sangat keroncongan, tak sepotong
makanan pun mau ia makan. Walaupun, mungkin tak ada yang tahu kalau ia
meminum air agak seteguk, menyantap makanan agak sesuap untuk sekadar
pengganjal perut. Tapi, Demi Allah, kecurangan itu tak pernah ia
lakukan.
Bocah
yang berpuasa itu tahu bahwa kecurangan-kecurangan itu tak pantas ia
lakukan. Ia sadar, kendati ia bisa bersembunyi dari mata manusia, tapi
ada Allah SWT Yang Maha Melihat. Ia tidak bisa curang walau ia tengah
seorang diri. Lihatlah, bagaimana mantapnya tauhid rububiyah seorang
bocah cilik yang berpuasa.
Itulah
hebatnya berpuasa. Betapa nilai-nilai ihsan sebagai derjat keimanan
tertinggi bisa di praktikkan oleh seorang bocah cilik yang belum
dibebani kewajiban berpuasa. Ia mampu menahan haus dan lapar sampai
badannya menjadi sangat lemah dengan tujuan mampu menjalankan syariat
Allah secara sempurna.
Ketika
waktu berbuka tiba, dengan riang gembira bocah-bocah hebat tadi menuju
meja makan. Ternyata, ia tidak langsung kalap menyantap berbagai
hidangan yang tersedia. Ia terlebih dahulu ingat, ada Rabb yang telah
bermurah hati memberikan mereka rezki untuk berbuka. Lidah kering dan
lemahnya kemudian mengucap syukur seraya membaca doa berbuka, "Ya Allah,
untuk engkau puasaku, dan kepada Engkau aku beriman, dan atas rezeki
Engkau jua kami berbuka. Dengan rahmat Engkau jua wahai Rabb yang Maha
Merahmati."
Tidak ada
ibadah lain yang sedemikan hebat mengajarkan manusia akan makna sabar,
syukur, dan ihsan. Sabar menahan lapar, haus, dan segala perbuatan yang
akan merusak puasa dan syukur serta gembira atas nikmatnya rezki Allah
untuk berbuka. Selama berpuasa, ia telah mempraktikkan bagaimana ihsan
yang sesungguhnya.
Bagaimana
tidak, orang-orang yang benar-benar menjalankan puasa tidak akan
mendapatkan derajat takwa yang dijanjikan. Seperti didefinisikan Umar
Bin Khattab, "Takwa adalah ketika amal ibadahmu sama, di saat engkau
bersama-sama dan di saat engkau sendiri."
Seorang
yang berpuasa tak akan berkhianat untuk makan dan minum ketika ia tengah
sendiri. Itulah yang sebenarnya makna ihsan. Selalu yakin bahwa Allah
SWT selalu menyaksikan segala perbuatannya. Jadi, ia malu untuk jatuh
kepada maksiat padahal Allah tengah melihat.
Pantaslah
Allah SWT berfirman dalam hadis qudsi-Nya, "Seluruh amal anak Adam
untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya, puasa itu untuk-Ku dan Aku
sendiri yang akan membalasnya." (HR Bukhari Muslim).
Betapa
tidak istimewanya puasa dari ibadah lain. Sesuatu yang halal saja mampu
ia tahan selama Ramadhan, apalagi untuk menahan sesuatu yang haram
ketika di hari-hari biasa. Ia sanggup menahan lapar dan haus karena
Allah. Ia relakan dirinya yang sudah lemas lantaran lapar dan dahaga.
Tak sedikitpun ia mau curang, walau abai dari pandangan manusia. Tidak
ada keyakinan sedemikian mantap kecuali hanya bagi orang-orang yang
berpuasa.
Jika
nilai-nilai yang diajarkan puasa mampu diterapkan dalam seluruh aspek
kehidupan, sungguh akan membentuk menjadi insan muttaqin (manusia
bertakwa). Bagaimana tidak, setiap aktivitasnya akan terpelihara dari
maksiat karena ia yakin akan selalu dipantau Allah SWT. Ia sabar dalam
segala ujian dan cobaan Allah dan ia bersyukur atas segala rezeki yang
diberikan-Nya. Itulah hakikat takwa yang dijanjikan puasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar