Oleh: Wahyu Hidayat Ar Rasyid
SAAT sedang menaiki kereta arah Depok-Jakarta kota beberapa minggu
lalu. Saya melihat sepasang suami istri (foto di atas), entah siapa
namanya terlihat begitu berantakan dan sedikit kumal—maaf, rasanya
terhirup bau tak sedap dari mereka—baunya bahkan membuat seorang ibu
yang awalnya duduk didekatnya terpaksa harus keluar dari kereta dan
muntah, mungkin karena tidak tahan dengan baunya.
Kali ini saya tidak akan bercerita mengenai bagaimana kisah cinta
pasangan ini, ikatan cinta keduanya,bagaimana mereka bersama mengarungi
masa-masa tua,dengan kisah-kisah romantis mereka, menikmati hidup
bersama. Bukan kawan,bukan itu yang akan saya ceritakan, hal ini lebih
dari itu, jauh lebih indah dari itu.
Sambil menikmati perjalanan ditemani sebungkus kentang goreng
menunggu kereta tiba di Jakarta kota. Mataku tak hentinya memandangi
sepasang suami istri tersebut. Sebenarnya saya merasa terganggu karena
bau yang dibawa kedua orang tua itu sungguh sangat menyengat, tak dapat
saya gambarkan baunya seperti apa,saya hanya dapat memastikan bahwa saat
itu kepala saya sangat pusing akibat baunya.
Hingga datang seorang pemuda dengan gaya sangat stylish sambil menggunakan headset
duduk tepat disamping bapak yang memakai baju putih. Sesaat ketika
melihat pemuda itu perawakannya sangat mirip dengan teman saya di kampus
UNHAS, entah apa motivasi pemuda itu duduk tepat disamping bapak
tersebut sedangkan setiap orang yang berada dalam gerbong kereta
menjauhi sepasang suami istri itu karena baunya.
Hingga Mulai terdengar pemuda itu menanyakan beberapa hal kepada
bapak tersebut. nama nya siapa pak? Tinggal dImana? Mau kemana? Punya
anak berapa? Saat itu sungguh saya dibuat terkagum dengan perawakan
pemuda itu,walaupun terlihat selengean (cuek) namun sungguh ia satu dari
beberapa orang hebat yang pernah saya temui selama ini. Banyak hal yang
membuat saya yakin bahwa pemuda itu adalah orang yang Hebat, namun
tulisan saya Kali ini tidak akan membahas seberapa hebat pemuda itu,
kali ini tulisan saya akan fokus menceritakan kisah sepasang suami istri
tersebut.
Kereta sebentar lagi tiba distasiun gondangdia, saya dengar dari
percakapan pemuda dan bapak itu, stasiun Gondangdia adalah stasiun
tujuan pasangan suami istri itu.
Kulihat pemuda itu memasukkan tangannya kedalam tasnya dan mengambil
beberapa uang Rp. 100.000 dalam jumlah yang sangat banyak,sangat banyak
saya tak tahu pastinya.
Dengan nada yang sangat sopan pemuda itu berkata : “Pak,saya punya sedikit rejeki buat bapak dan Ibu mungkin bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bapak dan Ibu beberapa hari kedepan”
Dengan nada yang sangat sopan pemuda itu berkata : “Pak,saya punya sedikit rejeki buat bapak dan Ibu mungkin bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup bapak dan Ibu beberapa hari kedepan”
Tahukah kawan,apa jawaban bapak itu? Beliau menjawab seperti ini.
“Sungguh agama saya melarang saya menjadi seorang pengemis yang
menengadahkan tangan menunggu bantuan uang dari si tuan kaya raya, saya
yakin Tuhan saya maha kaya, sangat kaya. Saya tahu niat ananda adalah
untuk membantu kami, dan sungguh saya yakin bahwa Allah-lah yang telah
mengirimmu kepada kami, namun mohon maaf nak saya tak bisa menerima itu,
saya tak ingin sebuah kisah dari perjalanan perjuangan hidup kami
mencari rezeki, terdapat sebuah kisah bahwa kami menerima uang dari
orang lain dikarenakan kasihan dengan kondisi kami. Saya yakin nak,
sebentar lagi Allah akan memberikan rezeki bagi kami dengan cara yang
lebih baik dari ini, iya saya yakin sebentar lagi nak, sebentar lagi.
Kemudian bapak itupun melangkahkan kakinya turun ke stasiun Gondangdia bersama istrinya.
Semoga Allah memaafkan prasangka saya yang menganggap bapak dan Ibu
itu adalah seorang pengemis. Sungguh mereka sebenar benarnya hamba Allah
yang bertebaran dimuka bumi dan mencari rezeki Allah layaknya seorang
pahlawan.
Pengalaman ini sontak menambah keyakinan saya bahwa rezeki Allah
sungguh sangat dekat kawan, ya sebentar lagi, sebentar lagi.itu pesan si
bapak tua.
Terima kasih banyak. []
Terima kasih banyak. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar