1.
Prof Nelson Tansu, PhD- Pakar
Teknologi Nano
Berita dari Medan itu membuat Nelson Tansu lemas. Di
Universitas Lehigh, Pennsylvania, Amerika Serikat, tempatnya bekerja
sehari-hari, Agustus 2 tahun lalu ia meradang. Kabar itu demikian membuatnya
shocked: mama tercintanya, Auw Lie Min, dan papa tersayangnya, Iskandar Tansu,
direktur percetakan PT Mutiara Inti Sari, tewas. Mereka dibunuh oleh perampok
di area perkebunan karet PTPN II Tanjung Morawa. Peristiwa itu sempat
membuatnya "tak percaya" terhadap Indonesia. Pria kelahiran 20
Oktober 1977 ini adalah seorang jenius. Ia adalah pakar teknologi nano. Fokusnya
adalah bidang eksperimen mengenai semikonduktor berstruktur nano.
Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan
rekayasa masa depan. Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi
kehidupan sehari-hari seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak muda
brilian semacam Nelson. Nelson, misalnya, mampu memberdayakan sinar laser
dengan listrik superhemat. Sementara sinar laser biasanya perlu listrik 100
watt, di tangannya cuma perlu 1,5 watt. Penemuan-penemuannya bisa membuat lebih
murah banyak hal. Tak mengherankan bila pada Mei lalu, di usia yang belum 32
tahun, Nelson diangkat sebagai profesor di Universitas Lehigh. Itu setelah ia
memecahkan rekor menjadi asisten profesor termuda sepanjang sejarah pantai
timur di Amerika. Ia menjadi asisten profesor pada usia 25 tahun, sementara
sebelumnya, Linus Pauling, penerima Nobel Kimia pada 1954, menjadi asisten
profesor pada usia 26 tahun. Mudah bagi anak muda semacam Nelson ini bila ingin
menjadi warga negara Amerika.
Amerika pasti menyambutnya dengan tangan terbuka.
"Apakah tragedi orang tuanya membikin Nelson benci terhadap Indonesia dan
membuatnya ingin beralih kewarganegaraan?" "Tidak. Hati Saya tetap
melekat dengan Indonesia," katanya kepada Tempo. Nelson bercerita, sampai
kini ia getol merekrut mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan riset S-2 dan S-3
di Lehigh. Ia masih memiliki ambisi untuk balik ke Indonesia dan menjadikan
universitas di Indonesia sebagai universitas papan atas di Asia.
Jawaban Nelson mengharukan. Nelson adalah aset kita. Ia
tumbuh cemerlang tanpa perhatian negara sama sekali. Bila Koran Tempo kali ini
menurunkan liputan khusus mengenai orang-orang seperti Nelson, itu karena koran
ini melihat sesungguhnya kita cukup memiliki ilmuwan dan pekerja profesional
yang berprestasi di luar negeri. Diaspora kita bukan hanya tenaga kerja
Indonesia. Kita memiliki sejumlah Nelson lain—di Amerika, Eropa, dan Jepang.
Orang orang yang sebetulnya, bila diperhatikan pemerintah, akan bisa memberikan
sumbangan berarti bagi kemajuan Indonesia.
2.
MUHAMMAD ARIEF BUDIMAN: MERAH-PUTIH
DI SAINT LOUIS
Matahari setengah rebah di Medari, Sleman, Yogyakarta. Asar
sudah datang. Zakaria bergegas mencari anaknya, Muhammad Arief Budiman. Dia
bisa berada di mana saja: di sawah, di kebun salak pondoh, atau—jika sedang
beruntung—ia akan ditemukan di sekitar rumah. Zakaria harus menemukannya
sebelum matahari terlalu rebah, agar anaknya tak melewatkan salat asar dan
mengaji di musala.
Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Tiga puluh tahun
kemudian....
Di sebuah ruang kerja di kompleks Orion Genomic, salah satu
perusahaan riset bioteknologi terkemuka di negeri itu, seorang lelaki Jawa
berwajah "dagadu"—sebab senyum tak pernah lepas dari bibirnya—kerap
terlihat sedang salat. Dialah anak Zakaria itu. Pada mulanya bercita-cita
menjadi pilot, lalu ingin jadi dokter karena harus berkacamata sewaktu SMP,
anak pekerja pabrik tekstil GKBI itu sekarang menjadi motor riset utama di
Orion. Jabatannya: Kepala Library Technologies Group. Menurut BusinessWeek, ia
merupakan satu dari enam eksekutif kunci perusahaan genetika itu.
Genetika adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari gen,
pembawa sifat pada makhluk hidup. Peran ilmu ini bakal makin sentral di masa
depan: dalam peperangan melawan penyakit, rehabilitasi lingkungan, hingga
menjawab kebutu*an pangan dunia.
Arief tak hanya terpandang di perusahaannya. Namanya juga
moncer di antara sejawatnya di negara yang menjadi pusat pengembangan ilmu
tersebut: menjadi anggota American Society for Plant Biologists dan—ini lebih
bergengsi baginya karena ia ahli genetika tanaman—American Association for
Cancer Research.
Asosiasi peneliti kanker bukan perkumpulan ilmuwan biasa.
Dokter bertitel PhD pun belum tentu bisa "membeli" kartu anggota
asosiasi ini. Agar seseorang bisa menjadi anggota asosiasi ini, ia harus aktif
meneliti penyakit kanker pada manusia. Ia juga harus membawa surat rekomendasi
dari profesor yang lebih dulu aktif dalam riset itu serta tahu persis riset dan
kontribusi orang itu di bidang kanker. Arief mendapatkan kartu itu karena,
"Meskipun latar belakang saya adalah peneliti genome tanaman, saya banyak
melakukan riset genetika mengenai kanker manusia," ujarnya.
Kita pun seperti melihat sepenggal kecil sejarah Indonesia
yang sedang diputar ulang. Pada akhir 1955, ahli genetika (dulu pemuliaan)
tanaman kelahiran Jawa yang malang-melintang di Eropa dan Amerika, Joe Hin
Tjio, dicatat dengan tinta emas dalam sejarah genetika karena temuannya tentang
genetika manusia. Ia menemukan bahwa kromosom manusia berjumlah 46 buah—bukan
48 seperti keyakinan ahli genetika manusia di masa itu ("The Chromosome
Number of Man. Jurnal Hereditas vol. 42: halaman 1-6, 1956). Tjio—lahir pada
1916, wafat pada 2001—bisa menghitung kromosom itu dengan tepat setelah ia
menyempurnakan teknik pemisahan kromosom manusia pada preparat gelas yang
dikembangkan Dr T.C. Hsu di Texas University, Amerika Serikat.
3.
Prof Dr. KHOIRUL ANWAR: TERINSPIRASI
KISAH FIRAUN
Bangkai burung, balsam gosok, dan kisah mumi Firaun. Siapa
mengira tiga benda sepele itu ada gunanya. Tapi itulah trio yang “menghidupkan”
pria kampung seperti Khoirul Anwar. Dia kini menjadi ilmuwan top di Jepang.
Wong ndeso asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri,
Jawa Timur, itu memegang dua paten penting di bidang telekomunikasi. Dunia
mengaguminya. Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika pada paten pertamanya
Khoirul, bersama koleganya, merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi
seperti telepon seluler.
Graduated from Electrical Engineering Department, Institut
Teknologi Bandung (with cum laude honor) in 2000. Master and Doctoral degree is
from Nara Institute of Science and Technology (NAIST) in 2005 and 2008,
respectively. Dr. Anwar is a recipient of IEEE Best Student Paper award of IEEE
Radio and Wireless Symposium (RWS) 2006, California, USA.
.Prof Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem
telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing)
adalah seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of
Science and Technology, Jepang. Dia mengurangi daya transmisi pada orthogonal
frequency division multiplexing. Hasilnya, kecepatan data yang dikirim bukan
menurun seperti lazimnya, melainkan malah meningkat. “Kami mampu menurunkan
power sampai 5dB=100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya,”
kata dia. Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat penghargaan bidang Kontribusi
Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat Jenderal RI Osaka pada 2007.
Pada paten kedua, lagi-lagi Khoirul menawarkan sesuatu yang
tak lazim. Untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi, dia menghilangkan sama
sekali guard interval (GI). “Itu mustahil dilakukan,” begitu kata teman-teman
penelitinya. Tanpa interval atau jarak, frekuensi akan bertabrakan tak keruan.
Persis seperti di kelas saat semua orang bicara kencang secara bersamaan.
Istilah ilmiahnya, terjadi interferensi yang luar biasa.
Namun, dengan algoritma yang dikembangkan di laboratorium, Khoirul mampu
menghilangkan interferensi tersebut dan mencapai performa (unjuk kerja) yang
sama. “Bahkan lebih baik daripada sistem biasa dengan GI,” kata pria 31 tahun
ini.
Dua penelitian istimewa itu mungkin tak lahir bila dulu
Khoirul kecil tak terobsesi pada bangkai burung, balsam yang menusuk hidung,
serta mumi Firaun. Bocah kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang
badannya tetap utuh sampai sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan teknologi
“balsam” terhadap seekor burung kesayangannya yang telah mati. “Saya
menggunakan balsam gosok yang ada di rumah,” kata anak kedua dari pasangan
Sudjianto (almarhum) dengan Siti Patmi itu.
Khoirul berharap, dengan percobaannya itu, badan burung
tersebut bisa awet dan mengeras. Dengan semangat, ia pun melumuri seluruh tubuh
burung tersebut dengan balsam gosok. Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata
anak petani ini, “Teknologi balsam itu tidak pernah berhasil.” Penelitian yang
gagal total itu rupanya meletikkan gairah meneliti yang luar biasa pada
Khoirul. Itulah yang mengantarkan alumnus Jurusan Teknik Elektro Institut
Teknologi Bandung tersebut kini menjadi asisten profesor di JAIST, Jepang. Dia
mengajar mata kuliah dasar engineering, melakukan penelitian, dan membimbing
mahasiswa. Saat ini Khoirul sedang menekuni dua topik penelitian yang dilakukan
sendiri dan enam topik penelitian yang digarap bersama enam mahasiswanya.
4.
SONJA DAN SHANTI SUNGKONO: SI KEMBAR
PENAKLUK BERLIN
Penampilan mereka memukau publik
musisi klasik, dari Eropa hingga Amerika. Diganjar pelbagai penghargaan
internasional bergengsi.
Suatu hari, di hadapan publik musik
klasik Berlin, Jerman, penampilan duo pianis kembar Sonja dan Shanti Sungkono
tampak eksotis. Di atas pentas, tubuh kedua perempuan berwajah Jawa ini dibalut
kebaya dengan siluet brokat keperakan. Rambut mereka disanggul. Penampilan
keduanya jauh dari penampilan panggung para musisi klasik yang konservatif—yang
umumnya muncul dengan gaun panjang warna hitam.
Duet Sonja-Shanti tak sedang ingin
tampil unik, apalagi nyentrik, dengan gaya tersebut. Model penampilan itu boleh
dibilang telah menjadi ciri khas sekaligus identitas mereka sebagai perempuan
Indonesia dalam pelbagai pentas di mancanegara. Selain penampilan, dalam setiap
pertunjukan, keduanya selalu memperkenalkan diri sebagai duo pianis Indonesia.
“Dari penampilan saja kelihatan, kami bukan orang Jerman,” kata keduanya, yang
sejak 1991 bermukim di Berlin.
Toh, bukan lantaran penampilan itu
yang membuat mereka memukau. Kepiawaian jari-jari mereka menari di atas tuts
pianolah yang dikagumi penikmat musik klasik, baik di Jerman maupun di
kota-kota besar lain di mancanegara. Bahkan permainan Sonja-Shanti telah
mencuri perhatian para musisi dan kritikus musik klasik Eropa. Di Jerman,
penampilan mereka dipuji sebagai, “Benar-benar pertunjukan yang indah,
mengagumkan, dan profesional.”
Prestasi mereka pun patut
dibanggakan. Mereka meraih Jerry Coppola Prize dalam lomba duet piano di Miami,
Amerika Serikat, pada 1999. Dua tahun berturutturut, 2001 dan 2002, mereka
menyabet Prize Winners Juergen Sellheim Foundation di Hannover, Jerman. Lalu
pada 2002 menjadi juara ketiga Torneo Internazionale di Musica di Italia.
Terakhir, mereka menggondol Prize Winners pada National Piano Duo Competition
di Saarbrucken, Jerman, pada 2003.
Album pertama mereka, Works for Two
Pianos, dirilis pada 2002. Dua tahun berselang, Sonja-Shanti menelurkan album
kedua bertajuk 20th Century Piano Duets Collection. Kedua album berformat CD
itu di bawah label NCA Jerman. Peredaran album kedua lebih luas dari yang
pertama.
Selain di Jerman, album tersebut
beredar di Prancis, Italia, Austria, Swedia, Jepang, dan Amerika. Kedua album
itu juga mendapat apresiasi yang cukup antusias dari sejumlah media musik
klasik di Eropa. Selain itu, kedua album tersebut masuk arsip Perpustakaan
Musik Naxos—produser musik klasik dunia yang menyimpan sekitar 36 ribu album.
5.
ARI MUNANDAR: SATU-SATUNYA EXECUTIVE
CHEF ASIA DI EROPA
Koki asal Korea Selatan itu berusia
di kisaran 30 tahun dan bekerja di satu hotel di Praha. Suatu hari ia meminta
bertemu dengan Ari Munandar, ahli masak kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, yang
sekarang memimpin pasukan koki di Hotel Hilton Praque Old Town, Praha, Republik
Cek.
Tanpa basa-basi ia mengatakan ingin
direkrut dan bekerja di bawah Ari, yang jabatan resminya biasa disebut
executive chef atau chef de cuisine. Mengapa? "Karena Anda satu-satunya
executive chef dari Asia di Eropa," begitu Ari menirukan ucapan koki Korea
Selatan itu kepada dirinya.
Executive chef merupakan jabatan
sangat bergengsi, apalagi di jaringan hotel top seperti Hilton. Ari, yang baru
berusia 37 tahun, sebelumnya tidak pernah berpikir ia satu-satunya executive
chef asal Asia di hotel berbintang lima di Eropa. Tapi, setelah ia coba mencari
tahu, ucapan koki Korea itu mungkin benar.
Tidak ada nama Asia—termasuk dari
Jepang—yang menjadi executive chef di hotel prestisius di Eropa. "Kecuali
di Amsterdam, mungkin," kata Ari. Di Amsterdam, ada beberapa koki top asal
Indonesia. Wajar bila Ari menepuk dada. Lebih bangga lagi karena sekitar tiga
bulan silam, saat mulai pindah ke Zinc di Hilton Praque Old Town, ia masuk
berita di media massa setempat. Sebelum Ari masuk, Hilton memiliki restoran
bernama Maze yang dikelola koki top yang bahkan sudah menjadi pesohor di
Inggris,
Gordon Ramsay. Tiba-tiba saja Ramsay
menarik Maze dari Hilton sehingga mereka meminta Ari pindah ke tempat mereka.
Saat proses perpindahan Ari ke Hilton, tanpa diduga Maze—yang sudah akan
ditutup—mendapat bintang Michelin. Anugerah ini penghargaan paling bergengsi
dunia bagi sebuah rumah makan. Di Republik Cek, sebelum Maze, hanya ada satu
rumah makan yang mendapat bintang Michelin, yakni di Hotel Four Seasons.
Tak mengherankan, media Republik Cek
tertarik mendengar kabar ini. "Mereka penasaran," kata Ari, "seperti
apa nantinya (restoran di Hilton Praque Old Town di bawah saya)." Publik
Praha sesungguhnya tidak terlalu asing dengan Ari. "Saya sudah punya nama
di sini," kata Ari. Ketenaran itu ia dapat saat selama tiga tahun
sebelumnya menjadi executive chef di Mandarin Oriental Praha. Jabatan bergengsi
di Mandarin Oriental didapat sesaat setelah ia mulai bekerja di sana pada 2006.
Saat masuk ke Mandarin Oriental, ia menjadi sous chef de cuisine alias wakil
kepala koki. Hanya dua bulan bekerja, executive chef tempat itu mengundurkan
diri.
6.
Sehat Sutardja, Ph.D - CEO dan
Pendiri Marvell Technology Group
Sehat Sutardja, Ph.D, adalah CEO dan
pendiri Marvell Technology Group dan menjadi presiden, pemimpin eksekutif sejak
1995. Ia juga menjadi presiden, pemimpin eksekutif, dan direktur pada
perusahaan semikonduktor Marvell.
Ia dilahirkan di Jakarta, Indonesia.
Sehat Sutardja menamatkan pendidikan menengahnya di Kolese Kanisius. Kemudian
melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat dan meraih sarjana sains di teknik
elektrik dari Universitas Negeri Iowa. Ia juga menjalani pendidikan
pascasarjana Master of Science (M.Sc) dan Ph.D. dalam bidang teknik elektrik
dan ilmu komputer dari Universitas California, Berkeley.
Ia menikahi Weili Dai, dan merupakan
saudara dari Pantas Sutardja, yang juga turut mendirikan Marvell. Dia beserta
istri dan adik termudanya, Patan adalah miliarder yang memiliki saham di Intel
sebesar 22 persen. Marvell menguasai seluruh aset perusahaan Intel termasuk
sumber daya manusianya. Sebagian besar pekerja dari sekitar 1400 orang tetap
dipertahankan Marvell pada unit bisnis yang baru dibelinya dari Intel.
Karirnya dimulai dari tahun 1989
hingga 1995 ketika menduduki manajer dan pemimpin teknis proyek 8×8.
Marvell yang juga berpusat di Santa
Clara, AS merupakan vendor chip dan komponen yang banyak dipakai di berbagai
perangkat elektronika. Sedangkan unit bisnis yang dibeli dari Intel
menghasilkan prosesor yang dibangun dari teknologi XScale Intel.
Prosesor-prosesor berbasis XScale telah dipakai di banyak perangkat
elektronika, misalnya Blackberry dan Treo.
Bisnis chip yang dikelola oleh
Marvell secara nyata telah sukses menempati pangsa pasarnya sendiri dan
tentunya sukses pula menghasilkan pundi-pundi uang bagi pembuatnya. Marvell
telah mendominasi setiap pasar yang telah mereka pilih, keunggulan mereka
adalah menawarkan produk berdesain superior dengan harga premium.
Produknya mampu mengalahkan pesaing
mereka yaitu Texas Instruments dan Broadcom di pasar komunikasi seperti radio
Wi-Fi dan Ethernet port. Chip besutan Marvell sangat mudah ditemukan pada Cisco
switch, Apple iPod, Xbox 360 atau di dalam disk drive produk perusahaan besar
lainnya. Dengan bekerjasama dengan Intel, Marvell nampak semakin hebat dan bisa
mensejajari Qualcomm, Freescale Semiconductor dan TI.
Marvell terus berkembang setiap
kuartalnya sejak penjualan saham mereka ke publik pada 2000 silam dan kini
saham mereka meningkat hingga lima kali lipat.
Pada 2007, majalah Forbes memasukkan
Sehat Sutardja sebagai salah satu orang terkaya di Amerika Serikat.
Saat ini, Marvell yang mempunyai
5,000 karyawan, mempunyai fasilitas riset dan disain di Aliso Viejo, Arizona,
Colorado, Massachusetts, San Diego and Santa Clara. Di luar Amerika Serikat,
Marvell juga mempunyai fasilitas riset dan disain di Jerman, India, Israel,
Itali, Jepang, Singapore dan Taiwan.Marvell: 1 in 2 phones will soon be
smartphones
NEW YORK, USA - Marvell Technology
Group Ltd Chief Executive Sehat Sutardja said he expects multimedia-enabled
smartphones to account for at least 50 percent of all cell phones in the next
three to four years, and grow even more popular in the following years.
"Smartphones today are only
addressing the tip of the pyramid," Sutardja told the Reuters Global
Technology Summit in New York on Monday.
"I would say in the next three
to four years, at least 50 percent of the market will move to
smartphones," he said, adding that may grow to 90 percent in six to seven
years.
Sutardja also said it was hard to
tell if technology demand was recovering, noting it was hard to distinguish
between temporary moves to replenish inventory and a real rebound in demand.—Reuters
7.
JOHNY SETIAWAN, Ph.D - Penemu Planet
Pertama dan Bintang Muda
Johny Setiawan membuat mata dunia
tercengang dengan penemuan planet pertama yang mengelilingi bintang baru TW
Hydrae.
PENEMUAN itu sangat spektakuler
karena dari 270 planet di luar tata surya yang telah ditemukan astronom dalam
12 tahun terakhir, tak satu pun planet yang muncul dari bintang muda.
Johny yang memimpin tim peneliti di
Max Planck Institute for Astronomy (MPIA), Heidelberg, Jerman itu menemukan
planet pertama yang disebut TW Hydrae b dan bintang baru TW Hydrae dengan
menggunakan teleskop spektrograf F EROS sepanjang 2,2 meter di La Silla
Observatory, Chile.
”Ketika kami mengamati kecepatan
lingkaran gas TW Hydrae, kami mendeteksi sebuah variasi periodik yang tidak
berasal dari aktivitas TW Hydrae. Kami mengamati kehadiran sebuah planet baru
(TW Hydrae b),” ungkap Johny kepada SINDO tadi malam. Planet baru yang
ditemukan itu memiliki bobot sekitar sepuluh kali berat Planet Yupiter, planet
terbesar dalam Sistem Tata Surya.
Planet baru itu mengorbiti TW Hydrae
dalam waktu 3,56 hari dengan jarak sekitar 6 juta kilometer. Ini dapat
disamakan dengan 4% jarak antara Matahari dan Bumi. Dengan penemuan tim yang
dipimpin Johny tersebut, peneliti dapat membuat kesimpulan penting tentang
waktu pembentukan planet.Sejumlah pertanyaan pelik yang selama ini dihadapi
peneliti, seperti bagaimana dan di mana sistem planet terbentuk?
Bagaimana arsitektur planet?
Seberapa lama proses pembentukannya? Bagaimana posisi planet-planet seperti
bumi di Galaksi Bima Sakti? Akan segera terjawab. Johny menyadari pentingnya
penemuannya tersebut. Dia menjelaskan, bagaimana planet yang baru berumur 8–10
juta tahun (sekitar 1/500 tahun umur Matahari) itu sebagai sebuah kejutan di
Tahun Baru ini.
Peneliti lain dalam tim Johny
menjelaskan bahwa pihaknya tidak salah menyimpulkan bahwa planet baru itu
memang muncul. ”Untuk menghindari salah tafsir atas data, kami telah menginvestigasi
seluruh aktivitas yang mengindikasikan TW Hydrae b. Tapi karakteristik planet
baru ini sangat berbeda dari perputaran gas di lingkaran utama bintang baru
itu. Mereka lebih stabil dan memiliki periode yang pendek,” papar Ralf
Launhardt, koordinator program penelitian planet luar tata surya di sekeliling
bintang-bintang muda.
Planet terbentuk dari gas dan debu
dalam sebuah cakram yang berputar pendek setelah kelahiran sebuah bintang.
Tidak keseluruhan proses terbentuknya planet baru ini dipahami pakar. Meski
demikian, penemuan TW Hydrae b menyediakan teori baru tentang pembentukan
planet.
Berdasarkan studi statistik, Johny
memperkirakan rata-rata keadaan cakram gas dan debu itu akan membentuk planet
dalam waktu maksimal 10–30 juta tahun. Johny menandaskan, penemuan TW Hydrae b
merupakan bukti langsung bahwa pembentukan sebuah planet raksasa tidak bisa
lebih lama dari usia bintang yang diorbitinya, 8–10 juta tahun.
”Ini merupakan penemuan paling luar
biasa dan spektakuler dalam studi planet-planet di luar tata surya. Untuk
pertama kali, kita telah menemukan langsung bahwa planet-planet terbentuk dalam
lingkaran cakram. Penemuan TW Hydrae b membuka jalan untuk mengaitkan evaluasi
lingkaran cakram dengan proses pembentukan dan migrasi planet,” papar Thomas
Henning, direktur Planet and Star Formation Department di MPIA.
Johny memaparkan, peneliti di MPIA
kini sedang mengembangkan peralatan generasi baru untuk mendeteksi
planet-planet dengan teknik berbeda. Misalnya dengan instrumen baru astrometri
untuk mengamati gerakan sebuah bintang saat melintasi planet di antariksa,
serta transit fotometri untuk mengamati planet saat bergerak di depan bintang.
”Kita akan lebih memahami formasi
planet saat kita mengetahui keanekaragaman sistem planet. Kita akan mampu
menempatkan Sistem Tata Surya kita dalam sebuah konteks universal. Akhirnya,
tentu di masa depan kita dapat menjawab pertanyaan: ’apakah kita sendirian di
Semesta?” ungkap Johny yang baru tiba di Heidelberg setelah pekan lalu berlibur
di Jakarta.
Johny merupakan warga Indonesia yang
tinggal di Kota Heidelberg, Jerman. Sebagai seorang astronom yang sedang
melakukan riset post doctoral, pria kelahiran 16 Agustus 1974 di Jakarta itu
mengaku telah memiliki ketertarikan tentang perbintangan sejak kecil. Alumnus
SD St.Fransiskus I dan SMP Immaculata, Marsudirini, itu kemudian melanjutkan
pendidikan di SMA Fons Vitae I, Marsudirini, Jakarta.
Setamat SMA, pada 1992–1993,Johny mengenyam
pendidikan pra-universitas di Studienkolleg Heidelberg,Jerman. Johny kemudian mempelajari
Fisika di Albert-Ludwigs-Universitat, Freiburg, Jerman, dan mengambil Master di
Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg. Disertasinya di
Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg, berjudul Radial velocity
variation of G and K Giants.
Sejak Juni 2003, Johny bekerja
sebagai peneliti post-doctoral di MPIA, di Department of Planet and Star
Formation (Prof. Dr.Thomas Henning). Wilayah risetnya saat ini meliputi
planet-planet di luar tata surya di sekitar bintangbintang muda dan bintang-bintang
yang sedang terbentuk. Selain itu,Johny yang tinggal di Bintaro Sektor IX ini
juga meneliti atmosfer yang berperan sebagai bintang.
”Secara khusus saya bekerja di
sejumlah proyek seperti ESPRI (Pencarian Planet dengan PRIMA/ Phase-Referenced
Imaging and Micro-arcsecond Astrometry). Di sini saya menyeleksi dan mengamati
karakteristik bintangbintang untuk program pencarian planet,”ungkapnya. Sejak
2003, Johny memimpin penelitian di observasi bintang dan planet ESO La Silla.
”Kami telah sukses mendeteksi sejumlah planet yang saling berhubungan,” ungkap
Johny yang memiliki kemampuan bahwa Jerman, Inggris, dan Spanyol.
Di tengah kesibukannya meneliti,
Johny meluangkan waktu untuk menyalurkan sejumlah hobi yang beragam, mulai
memasak, jalan-jalan, olahraga renang dan fitnes, melukis dengan akrilik, serta
bermain piano.
8.
Prof Dr. Ing BJ Habibie - Pemegang
46 Paten di bidang Aeronautika
Prof. Dr.-Ing. Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie
lahir tanggal 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan Indonesia. Anak ke
empat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A.
Tuti Marini Puspowardoyo. Dia hanya satu tahun kuliah di Institut Teknologi
Bandung (ITB) karena pada tahun 1955 dia dikirim oleh ibunya belajar di
Rheinisch Westfalische Technische Honuchscule, Aschen Jerman. Setelah
menyelesaikan kuliahnya dengan tekun selama lima tahun, B.J. Habibie memperoleh
gelar Insinyur Diploma dengan predikat Cum Laude di Fakultas Teknik Mekanik
Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara. Pemuda Habibie adalah seorang
muslim yang sangat alim yang selalu berpuasa Senin dan Kamis. Kejeniusannya
membawanya memperoleh Gelar Doktor Insinyiur di Fakultas Teknik Mekanik Bidang
Desain dan Konstruksi Pesawat Udara dengan predikat Cum Laude tahun 1965.
B.J. Habibie memulai kariernya di Jerman sebagai Kepala
Riset dan Pembangunan Analisa Struktur Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg
Jerman (1965-1969). Kepala Metode dan Teknologi Divisi Pesawat Terbang
Komersial dan Militer MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen (1969-1973). Wakil Presiden
dan Direktur Teknologi MBB Gmbh Hambur dan Munchen (1973-1978), penasehat
teknologi senior untuk Direktur MBB bidang luar negeri (1978). Pada tahun 1977
dia menyampaikan orasi jabatan guru besarnya tentang konstruksi pesawat terbang
di ITB Bandung
Tergugah untuk melayani pembangunan bangsa, tahun 1974 B.J.
Habibie kembali ke tanah air, ketika Presiden Soeharto memintanya untuk
kembali. Dia memulai kariernya di tanah air sebagai Penasehat Pemerintah
Indonesia pada bidang teknologi tinggi dan teknologi pesawat terbang yang
langsung direspon oleh Presiden Republik Indonesia (1974-1978). Pada tahun 1978
dia diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap sebagai
kepala BPPT. Dia memegang jabatan ini selama lima kali berturut-turut dalam
kabinet pembangunan hingga tahun 1998.
Sebelum masyarakat Indonesia menggelar pemilihan umum tahun
1997, Habibie menyampaikan kepada keluarga dan kerabatnya secara terbatas bahwa
dia merencanakan berhenti dari jabatan selaku menteri setelah Kabinet
Pembangunan Enam berakhir. Namun, manusia merencanakan Tuhan yang menentukan.
Tanggal 11 Maret 1998, MPR memilih dan mengangkat B.J. Habibie sebagai Wakil
Presiden Republik Indonesia ketujuh.
Pada saat bersamaan, krisis ekonomi melanda kawasan Asia
Tenggara termasuk Indonesia, dan hal itu segera berdampak pada krisis politik
dan krisis kepercayaan. Kriris berubah menjadi serius dan masyarakat mulai
menuntut perubahan dan akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya. Sesuai pasal 8 UUD 1945, pada hari yang sama,
sebelum itu, B.J. Habibie diambil sumpah jabatannya sebagai Presiden oleh Ketua
Mahkamah Agung RI.
Presiden B.J. Habibie memegang jabatan presiden selama 518
hari dan selama masa itu, dibawah kepemimpinannya Indonesia tidak hanya sukses
menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil pertama kali tanggal 7 Juni
1999, tetapi juga sukses membawa perubahan yang signifikan terhadap stabilitas,
demokratis dan reformasi.
Prof. B.J. Habibie mempunyai medali dan tanda jasa nasional
dan internasional, termasuk ‘Grand Officer De La Legium D’Honour, hadiah
tertinggi dari Pemerintah Perancis atas konstribusinya dan pembangunan industri
di Indonesia pada tahun 1997; ‘Das Grosskreuz’ medali tertinggi atas konstribusinya
dalam hubungan Jerman-Indonesia tahun 1987; ‘Edward Warner Award, pemberian
dari Dewan Eksekutif Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) pada
tahun 1994; ‘Star of Honour ‘Lagran Cruz de la Orden del Merito Civil dari Raja
Spanyol tahun 1987. Dia juga menerima gelar doktor kehormatan dari sejumlah
universitas, seperti Institut Teknologi Cranfield, Inggris; Universitas
Chungbuk Korea dan beberapa universitas lainnya.
Selama kariernya, dia memegang 47 posisi penting seperti
Direktur Presiden IPTN Bandung, Presiden Direktur PT PAL Surabaya, Presiden
Direktur PINDAD, Ketua Otorita Pembangunan Kawasan Industri Batam, Kepala
Direktur Industri Strategis (BPIS) dan Ketua ICMI. Sampai sekarang, ia masih
menjabat sebagai Presiden Forum Islam Internasional dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan pengembangan SDM sejak tahun 1977, Penyantun dan
Ketua Habibie Centre untuk urusan luar negeri sejak tahun 1999.
Dia juga anggota beberapa institusi non pemerintah
internasional seperti Dewan Gerakan Internasional sejak tahun 2002, sebuah LSM
yang beranggotakan kurang lebih 40 orang mantan presiden dan Perdana Menteri
dari beberapa negara. Dia juga anggota pendiri Perkumpulan Islam Internasional
Rabithah ‘Alam Islam sejak tahun 2001 yang bermarkas besar di Mekkah, Saudi
Arabia. Dari semua organisasi yang disebutkan sebagian besar telah meminta
Habbie menjadi salah satu pendiri Asosiasi Etika Internasional, Politik dan
Ilmu Pengetahuan yang telah berdiri pada tanggal 6 Oktober tahun 2003 di Bled
Slovenia yang anggotanya terdiri dari negarawan dan ilmuwan dari sejumlah negara
Aktivitas sebelumnya terlibat dalam
proyek perancangan dan desain pesawat terbang seperti Fokker 28, Kendaraan
Militer Transall C-130, CN-235, N-250 dan N-2130. Dia juga termasuk perancang
dan desainer yang jlimet Helikopter BO-105, Pesawat Tempur, beberapa missil dan
proyek satelit. Prof B.J Habibie mempublikasika
9.
Joe-Hin Tjio - Sang Penemu 23
Kromosom dari Indonesia
Siapa sangka seorang ilmuwan dari Indonesia ternyata
berperan penting dalam perkembangan bioteknologi khususnya genetika. Dia
bersama koleganyalah yang menemukan dan memastikan bahwa kromosom manusia
berjumlah 23 pasang, padahal sebelumnya para ilmuwan meyakini bahwa jumlah
kromosom manusia adalah 24.
Kisahnya bermula tahun 1921, ada 3 orang yang datang kepada
Theophilus Painter meminta untuk dikebiri. Dua pria kulit hitam dan seorang
pria kulit putih itu merelakan ’senjata’ mereka dicopot berdasarkan kepercayaan
yang mereka anut. Painter yang orang Texas ini lantas mengamati isi testis
ketiga orang tadi, dia sayat tipis-tipis, lalu diproses dengan larutan kimia,
dan dia amati di bawah mikroskop. Ternyata ia melihat ada serabut-serabut kusut
yang merupakan kromosom tak berpasangan pada sel testis. Hitungan dia saat itu
ada 24 kromosom. Dia sangat yakin, ada 24.
‘Keyakinan’ ini dikuatkan oleh ilmuwan lain yang mengamati
dengan cara berbeda, mereka pun mendapat hasil yang sama, 24 kromosom. Bahkan
hingga 30 tahun ‘keyakinan’ ini bertahan. Begitu yakinnya para ilmuwan akan
hitungan ini sampai-sampai ada sekelompok ilmuwan meninggalkan penelitian
mereka tentang sel hati manusia karena mereka tidak menemukan kromosom ‘ke-24′
dalam sel tersebut, mereka ‘hanya’ menemukan 23 saja. Ilmuwan lain berhasil
memisah-misahkan kromosom manusia dan menghitungnya, jumlahnya? Tetap 24
pasang.
Barulah 34 tahun setelah ‘tragedi’ pengebirian oleh Painter,
ilmuwan menemukan cara untuk memastikan bahwa jumlah kromosom manusia hanya ada
23, bukan 24. Adalah Joe-Hin Tjio yang bermitra dengan Albert Levan di Spanyol
menemukan teknik yang lebih baik untuk mendapatkan jumlah 23 pasang kromosom
manusia. Bahkan ketika mereka menghitung ulang gambar eksperimen terdahulu yang
menyebutkan bahwa jumlahnya ada 24, mereka mendapati hanya ada 23. Benar-benar
aneh, mata siapa yang bisa error begini?
Dan memang kenyataan bahwa manusia hanya memiliki 23 pasang
kromosom dianggap aneh dan mengejutkan. Pasalnya, simpanse, orang utan dan
gorila, yang kandungan genetiknya mirip dengan manusia memiliki 24 pasang
kromosom. Jadi kromosom manusia ini lain daripada bangsa ungka (ape) yang lain.
Dan usut punya usut, ternyata ada dua kromosom pada gorila yang jika
digabungkan ukurannya akan mirip dengan kromosom 2 pada manusia. Sungguh ajaib
memang, perbedaan yang ‘kecil’ ini ditambah sedikit keragaman antara gen-gen
manusia dan gorila, membuat ‘penampakan’ keduanya jauh berbeda
Oh ya, kembali ke sang penemu 23
pasang kromosom pada manusia, salah satunya, yaitu Joe-Hin Tjio, adalah orang
Indonesia.
10.
Sekilas Joe-Hin Tjio
Seperti ditulis dalam Encyclopædia Britannica, Tjio
(diucapkan CHEE-oh) lahir di Jawa tanggal 2 November 1919. Tjio kecil
bersekolah di sekolah penjajah Belanda, kemudian dia sempat mendalami fotografi
mengikuti jejak ayahnya yang juga seorang fotografer profesional. Namun
selanjutnya Tjio memutar stir ke bidang pertanian dengan kuliah di Sekolah Ilmu
Pertanian di Bogor, waktu itu Tjio berusaha mengembangkan tanaman hibrida yang
tahan terhadap penyakit. Dari sinilah pondasi ilmu genetika membawanya menjadi
seorang ahli genetik terkemuka kelak.
Sempat dipenjara selama tiga tahun
saat masa pendudukan Jepang, Tjio melanjutkan pendidikannya ke Belanda melalui
program beasiswa. Ia melanjutkan kembali studinya mengenai cy****netik tanaman
dan serangga hingga menjadi ahli dalam bidang tersebut. Kemudian Tjio
menghabiskan waktu 11 tahun di Zaragoza setelah pemerintah Spanyol
mengundangnya untuk melakukan studi dalam program peningkatan mutu tanaman. Di
sela-sela liburannya, Tjio pun nyambi riset di Institute of Genetics di Lund Swedia
dan tertarik untuk meneliti jaringan sel mamalia. Di sinilah penemuannya yang
menghebohkan itu ia lakukan. Pada tahun 1955, Tjio menggunakan suatu teknik
yang baru ditemukan untuk memisahkan kromosom dari inti (nukleus) sel, ia
merupakan salah satu peletak pondasi cy****netik modern –ilmu yang mempelajari
hubungan antara struktur dan aktifitas kromosom serta mekanisme hereditas–
sebagai sebuah cabang utama ilmu genetika. Penelitiannya yang lain pada tahun
1959 membawa pada penemuan bahwa orang-orang yang terkena Down Syndrome
memiliki tambahan kromosom dalam sel-sel mereka.
Ada cerita menarik di balik penemuan
jumlah 23 pasang kromosom ini, selain memang hasil penelitiannya yang
menghebohkan, Tjio pun melakukan tindakan yang cukup menggemparkan dunia riset
Eropa karena ia menolak untuk mencantumkan Albert Levan (kepala Institute of
Genetics tempat risetnya dilakukan) sebagai Author utama dalam jurnal yang
diterbitkan dalam Scandinavian Journal Hereditas tahun 1956 itu, padahal itu
sesuatu yang ‘wajib’ sesuai konvensi Eropa yang telah berlangsung lama. Tjio
bahkan mengancam akan membuang pekerjaannya itu jika Tjio tidak dicantumkan
sebagai Author utama. Akhirnya, mengingat ini adalah penemuan besar, Levan
mengalah dan dia dicantumkan hanya sebagai co-author.
Di sisa 37 tahun terakhir karirnya,
Tjio bekerja di NIH (National Institute of Health) Washington. Di sana Tjio
mengkompilasi koleksi-koleksi foto-foto ilmiah yang mendokumentasikan
penelitian-penelitiannya yang luar biasa. Ternyata bakat fotografi terpendamnya
tersalurkan juga di NIH. Prestasi Tjio pun tak bisa dipandang remeh, bahkan
sangat membanggakan, terbukti dengan anugerah Outstanding Achievement Award
dari Presiden Kennedy tahun 1962.
Tjio tutup usia tanggal 27 November
2001, 25 hari setelah ultahnya yang ke 82 di Gaithersburg, Maryland, Amerika.
Kita boleh berbangga sekaligus prihatin, bangga karena ilmuwan kelahiran
Indonesia mampu memberi sumbangsih besar untuk ilmu pengetahuan, tapi juga
prihatin karena di negeri kita ‘belum’ menjadi tempat bagi ilmuwan luar biasa.
Banyak potensi besar orang-orang cerdas yang kurang diperhatikan, sehingga
mereka ‘dibajak’ oleh negara-negara lain yang sudah maju dan mau menghargai
kehebatan mereka, bahkan sejak mereka masih sangat muda. Tentu sayang jika orang
hebat seperti Joe-Hin Tjio yang lahir di Jawa pada akhirnya dikenal sebagai
ahli genetik Amerika.
11.
DR. AZHARI SASTRANEGARA - AHLI
BENTURAN DARI MAJENE
Lelaki itu selalu memulai dengan
sederhana: bersepeda menuju kantornya, NSK Ltd. Setiap hari, sepanjang tahun,
dia mengayuh sepeda selama 15 menit dari rumahnya di House Malonie Nomor 2,
Fujisawa-shi, Kanagawa, Jepang Sekilas dia adalah pria kampung Jepang biasa.
Nyaris tak ada yang tahu bahwa dia pria penting. Dia adalah salah satu ahli top
di Jepang dalam bidang analisis keamanan struktur terhadap benturan.
Di kantornya itu, design engineer
berusia 33 tahun ini selalu menghabiskan sebagian harinya di Automotive Bearing
Technology Department. “Pulang kantor pukul 18.00, kalau lagi lembur pukul
20.00,” ujar Azhari kepada Tempo melalui surat elektronik pekan lalu. Doctor of
engineering dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, itu bergabung dengan
produsen bearing dan komponen otomotif tersebut sejak April 2005. Awalnya ia
berkarier sebagai research engineer di NSK Research and Development Center.
“Tema penelitian saya cukup beragam, berkisar pada analisis struktur dan bahan
terhadap benturan,” ujar Azhari.
Salah satu riset pria kelahiran
Majene, Sulawesi Barat, itu adalah tentang desain kemudi kendaraan yang aman.
Dalam penelitian itu, tugasnya melakukan perhitungan apakah rancangan kemudi
yang diajukan oleh bagian desain sudah memenuhi syarat keamanan ketika terjadi
tabrakan. Dari aneka penelitian itu, Azhari dan timnya di NSK menghasilkan enam
paten yang kini terdaftar di Japan Patent Office.
NSK ternyata juga bukan tempat kerja
pertamanya. Sebelumnya, Azhari—yang meraih gelar doktor dengan disertasi
berjudul “Effect of Transverse Impact on Energy Absorption of Column”—sempat
menjadi asisten dosen di Tokyo Institute of Technology. Di kampus itu pula
Azhari merampungkan pendidikan dari S-1 sampai S-3 (Ph.D).
Dia belajar di kampus itu setelah
lulus dari SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, pada 1994. Modalnya:
beasiswa Mitsui Bussan Indonesia Scholarship, yang menyeleksi peserta dari
pelajar SMA se-Jawa dan Bali. Beasiswa itu cuma untuk menyelesaikan sarjana
strata satu. Jadi, saat melanjutkan ke strata dua, “Saya kuliah sambil bekerja
paruh waktu,” ujarnya. Pada program S-3 (Ph.D), ia kembali mendapatkan
beasiswa—kali ini dari Moritani Scholarship dan Tsuji Asia Scholarship.
Setelah memperoleh gelar
doktor/Ph.D, Azhari sempat ingin kembali ke Tanah Air. Namun, ia tak
mendapatkan tempat untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.
“Jaringan kerja saya juga belum ada,” ujarnya. Dia pun memutuskan menimba ilmu
di perusahaan Jepang, yang muatan penelitiannya banyak. Untuk ikut memajukan
Indonesia, ia punya cara lain.
12.
Dr Nurul Taufiqu Rochman, MEng -
MENDANAI RISET DARI BISNIS SERABUTAN
Demi menambal biaya penelitian, para
ilmuwan kita di sini harus jungkir balik. Ada yang patungan menyewakan lapangan
futsal.
Berbongkah batu alam tergeletak di
dalam kardus di ruangan yang tak terlalu luas itu. Serbuk silika berwarna
kuning, pasir besi, beberapa alat pemotong besi, dan pemisah magnet tampak
berserakan di lantai berlapis kayu.
“Beginilah kalau sedang bekerja,
berantakan,” ujar Dr Nurul Taufiqu Rochman, MEng, Jumat malam lalu. Di ruang
berukuran 5 x 8 meter itulah peneliti fisika di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Puspiptek Serpong, Tangerang, ini melakukan riset teknologi
nano.
Ruangan yang terletak di lantai dua
Pusat Penelitian Fisika LIPI itu nyaris seperti kapal pecah. Sejumlah diktat
dan proposal berserakan di atas meja. Beberapa unit komputer serta alat-alat
eksperimen rakitan Nurul dan delapan stafnya juga belum dibereskan.
Malam itu, pria lulusan Kagoshima
University, Jepang, ini menunjukkan kehebatan pemisah magnet temuannya. Nurul
tak perlu terbang jauh ke luar negeri untuk membeli komponen alat itu karena
tersedia di Glodok, Jakarta Barat. Nurul memasukkan sejumput pasir besi ke alat
tersebut. Setelah diputar, pasir yang mengandung besi oksida turun dan yang tak
mengandung besi oksida menempel pada lempengan karet yang melengkung ke bawah. Dari
serbuk pasir yang telah dinanokan itu bisa dibentuk batangan besi dan tabung
besi. Menurut Nurul, pasir besi sangat mudah dicari. “Sekilo paling cuma Rp
250. Kalau sudah dinanokan, bisa mencapai Rp 1 juta. Ini peluang bisnis untuk
mengolah kekayaan alam Indonesia,” ujarnya.
Teknologi nano yang sederhana dan
pengolahan yang tak rumit membuat pasir besi selanjutnya bisa diolah menjadi
tinta printer seharga Rp 250 ribu. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah itulah
yang membuat Nurul pulang kampung setelah 15 tahun kuliah dan bekerja di Negeri
Sakura. Pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 5 Agustus 1970, itu menyelesaikan S1
sampai S3 teknik mesin di Kagoshima University atas biaya Habibie Center.
“Saya gemes banget. Apa yang mungkin
orang lain tidak lakukan, saya bisa kerjakan. Makanya saya ingin di bengkel ini
mestinya juga lahir Apollo berteknologi nano,” katanya seraya menunjuk sejumlah
mesin.
Peraih Ganesha Widya Jasa Adiutama
Award dari Institut Teknologi Bandung pada 2009 itu bersemangat menciptakan
alat-alat baru berteknologi nano yang belum ada di dunia dari kekayaan alam
Indonesia.
“Di tangan saya dan tim, alat
semacam ini harganya cuma Rp 5 sampai Rp 20 juta.” ujar Nurul sembari memperlihatkan
milling gerak elips 3 dimensi yang difungsikan sebagai penghancur partikel
nano.
13.
FAUZY AMMARI - JEJAK TERNATE DI
JALAN SUTRA UZBEKISTAN
Sudah
hampir 10 bulan Fauzy Ammari bergelut di Jalan Sutra. Di jalur utama
perdagangan dunia yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika 3.000 tahun silam
itulah, karier emas Fauzy kini dipertaruhkan. Lelaki kelahiran Ternate, Maluku
Utara, 42 tahun silam ini dipercaya menjadi salah seorang konsultan dalam
proyek pembangunan jalan di salah satu bagian rute kuno itu di wilayah
Uzbekistan.
Proyek prestisius yang dinamakan
Proyek Jalan Sutra atawa Silk Road ini membentang 131 kilometer sepanjang rute
Guzar-Bukhara- Nukus-Dautata. Pemerintah Presiden Islam Karimov mengucurkan
sedikitnya US$ 270 juta atau Rp 2,7 triliun, yang dipinjamnya dari Bank
Pembangunan Asia (ADB).
Dalam proyek tersebut, Fauzy duduk
sebagai penasihat internasional untuk bidang infrastruktur transportasi.
Tanggung jawabnya menangani proyek-proyek fasilitas umum dan penyediaan
alat-alat berat. Tak tanggung-tanggung, ia pun diminta membentuk departemen
transportasi, departemen baru di Uzbekistan.
“Bisnis jalan” sesungguhnya tak
jauh-jauh dari awal karier Fauzi. Ketika masih duduk di bangku SMP di Ternate,
ia sudah diperkenalkan dengan manajemen bisnis transportasi. Saat itu ia bahkan
dipercaya mengelola sebuah mobil angkutan kota milik keluarganya.
Segala tetek-bengek bisnis angkutan
menjadi tanggung jawabnya. Mulai teknik mencari penumpang, melayani penumpang,
sampai merawat si angkot semata wayang, yang dilakoninya hingga tamat SMA.
Berpuluh tahun kemudian, ribuan mil
dari tanah kelahirannya, Fauzy merasakan manfaat dari pendidikan manajemen
bisnisnya itu. Mengatur strategi pemenangan proyek, mengelola tim kerja, hingga
mengatur rencana kerja seolah hanya mengulang pekerjaan masa kecilnya.
Bedanya, dulu ia hanya mengurus satu
mobil, kini ia bertanggung jawab membangun salah satu ruas jalan di Uzbekistan.
Jiwa bisnis Fauzy mulai terasah manakala sang ayah, seorang penjual pakaian dan
sepatu, mangkat. Saat itu usia Fauzy baru delapan tahun.
14.
Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto -
Peraih Empat Gelar Doktor dan Juga Peraih 31 Paten di Jepang
Prestasi
membanggakan ditorehkan Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto. Pria kelahiran
Surabaya ini berhasil menggondol gelar profesor dan empat doktor dari sejumlah
universitas di Jepang. Lebih hebatnya, puncak penghargaan akademis itu
dicapainya pada usia 37 tahun
Sepintas, penampilan fisiknya nyaris
tak berbeda jika dibandingkan dengan kebanyakan orang Jepang. Kulitnya kuning.
Rambut lurusnya, disisir rapi. Kemejanya yang diseterika licin dipadu jas
menunjukkan dia menyukai formalitas. Tapi, begitu berbicara, akan terkesan
bahwa Prof Soetanto -demikian dia dipanggil- bukan orang Jepang. Bicaranya
ceplas-ceplos dengan logat suroboyoan-nya yang khas.
Penemu konsep pendidikan tinggi
"Soetanto Effect" di Negeri Sakura itu beberapa hari ini berkunjung
ke Indonesia. Soetanto mendampingi sejumlah koleganya, Dr Kotaro Hirasawa
(dekan Graduate School Information Production & System Waseda
University) dan Yukio Kato (general manager of Waseda University),
menandatangani memorandum of understanding (MoU) antara Waseda University dan
President University, Jababeka Education Park, Cikarang, Jawa Barat, Sabtu
lalu.
Waseda University adalah perguruan
tinggi swasta terbesar di Jepang. Reputasinya setara dengan universitas negeri
semisal Tokyo University, Kyoto University, atau Nagoya University. Mahasiswa
yang berguru di Waseda University 51.499 orang. Di anatar jumlah itu, 1.234
orang berasal dari luar Jepang.
Waseda University telah
menganugerahkan 81 gelar kehormatan bagi pemimpin negara, mulai mantan PM India
Jawaharlal Nehru (1957) hingga mantan PM Singapura Lee Kuan Yew (2003). Dari
Indonesia, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita juga pernah belajar di sini.
President University adalah
institusi perguruan tinggi berbasis kurikulum bertaraf internasional yang
berlokasi di tengah-tengah sekitar 1.040 perusahaan di Kawasan Industri
Jababeka, Cikarang. Selain putra berbaik dari Indonesia, para mahasiswa
President University berasal dari China dan Vietnam.
Kehadiran Soetanto tak begitu
menyita perhatian publik. Maklum, wakil dekan Waseda University tersebut hanya
"sebentar" memberikan ceramah populernya di hadapan ratusan mahasiswa
dan civitas academica President University. Dia tak sempat berbagi keilmuan
dengan sesama akademisi seperti UI, UGM, ITB, dan Unair. Sebuah kesempatan yang
agak disesalkan bagi orang dengan kemampuan akademik sekaliber Soetanto.
Prestasi akademik Soetanto bisa
dibilang di atas rata-rata. Misalnya, pada 1988-1993, dia tercatat sebagai
direktur Clinical Education and Science Research Institute (CERSI) merangkap
associate professor di Drexel University dan School Medicine at Thomas Jefferson
University, Philadelphia, AS.
Dia juga pernah tercatat sebagai
profesor di Biomedical Engineering, Program University of Yokohama (TUY).
Selain itu, pria kelahiran 1951 tersebut saat ini masih terdaftar sebagai
prosefor di almameternya, School of International Liberal Studies (SILS) Waseda
University, serta profesor tamu di Venice International University, Italia.
Otak arek Suroboyo itu memang
brilian. Dia berhasil menggabungkan empat disiplin ilmu berbeda. Hal tersebut
terungkap dari empat gelar doktor yang diperolehnya. Yakni, bidang applied
electronic engineering di Tokyo Institute of Technology, medical science dari
Tohoku University, dan pharmacy science di Science University of Tokyo. Yang
terakhir adalah doktor bidang ilmu pendidikan di almamater sekaligus tempatnya
mengajar, Waseda University.
"Saya sungguh menikmati
pekerjaan sebagai akademisi," kata Soetanto di sela kesibukannya
menyaksikan MoU Waseda University dan President University.
Di luar status kehormatan akademik
tersebut, dia masuk birokrasi di Negeri Sakura. Pria yang pernah berkawan
dengan mantan Presiden RI B.J. Habibie itu tercatat sebagai komite pengawas
(supervisor committee) di METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry atau
semacam Menko Perekonomian di RI).
Selain itu, dia ikut membidani
konsep masa depan Jepang dengan terlibat di Japanese Government 21st Century
Vision. "Pada jabatan tersebut, saya berpartisipasi langsung menyusun GBHN
(kebijakan makro)-nya Jepang," ungkap Soetanto yang masih fasih berbahasa
Indonesia dan Jawa itu. Buah pemikiran Soetanto terkenal lewat konsep
pendidikan "Soetanto Effect" dan 31 paten internasional yang tercatat
resmi di pemerintah Jepang.
Inovasi yang dipatenkan itu
mayoritas berlatar bidang keilmuannya, mulai elektronika engineering, teknologi
informasi, penemuan pengobatan kanker, dan teknik imaging serta bidang farmasi.
Mau tahu berapa dana yang diraih
Soetanto untuk membiayai riset-risetnya? Jumlahnya sangat mencengangkan untuk
ukuran akademikus bergelar profesor atau mereka yang pernah menduduki jabatan
tertinggi di perguruan tinggi (rektor). Kementerian Pendidikan Jepang mendanai
Soetanto sampai USD 15 juta per tahun.
Di antara segudang prestasi itu,
bisa jadi yang paling membanggakan, khususnya bagi warga Surabaya, adalah latar
belakang sekolah dasar dan menengahnya yang ternyata dihabiskan di kota buaya.
Soetanto muda mengenyam pendidikan SD swasta di Kapasari, SMP Baliwerti, dan
SMA Budiluhur yang dulu menjadi jujugan sekolah warga keturunan Tionghoa.
Toh, Soetanto mengaku belum puas.
Obsesi terpendamnya adalah bagaimana karya akademisnya bisa dinikmati orang
lain. "Saya berbahagia bila bisa menyenangkan orang lain," katanya
mengungkap visi hidupnya.
Soetanto sempat memberikan buah
pemikirannya di hadapan ratusan mahasiswa President University. Isi ceramah
akademisnya menarik perhatian mahasiswa. Bahkan, beberapa jajaran direksi PT
Jababeka, termasuk Dirut PT Jababeka Setyono Djuandi Darmono. Maklum, Soetanto
membeberkan pengalamannya bisa ’menaklukkan’ dunia perguruan tinggi Jepang
kendati hingga sekarang masih berkewarganegaraan Indonesia.
Selebihnya, Soetanto banyak
mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia yang perlu dirombak lagi agar
lulusannya lebih berkualitas. "Sistem pendidikan di sini (Indonesia) sudah
tertinggal jauh", jelas Soetanto dengan gaya bicara berapi-api.
Ironisnya,
penghargaan terhadap staf pengajar atau guru di Indonesia juga sangat kurang.
Soetanto lantas mencontohkan kecilnya gaji guru yang memaksa mereka harus
bekerja sambilan. "Karena faktor tersebut, jangan heran bila banyak
ilmuwan Indonesia mencari penghasilan di luar negeri," pungkas Soetanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar