Oleh: Afriza Hanifa
Ada tiga jenis thibbun nabawi, yakni menggunakan obat alami, obat ilahiah, serta menggabungkan kedua unsur tersebut.
Habatus sauda, minyak zaitun, madu, dan bekam menjadi alternatif pengobatan pada era modern kini. Bahkan, kedokteran modern mulai tertarik meneliti karena kandungannya yang mujarab sebagai obat.
Itu hanyalah beberapa dari sekian banyak thibbun nabawi atau pengobatan nabi yang pernah diajarkan Rasulullah. “Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan beserta penawarnya.” (HR Bukhari)
Istilah thibbun
nabawi sebenarnya tak dikenal pada masa kerasulan. Penggunaan istilah
tersebut baru familiar pada abad ke-13 oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya,
Zaadul Ma'ad. Ada tiga jenis thibbun nabawi, yakni menggunakan obat alami, obat ilahiah, serta menggabungkan kedua unsur tersebut.
Habatus sauda, minyak zaitun, madu, dan bekam menjadi alternatif pengobatan pada era modern kini. Bahkan, kedokteran modern mulai tertarik meneliti karena kandungannya yang mujarab sebagai obat.
Itu hanyalah beberapa dari sekian banyak thibbun nabawi atau pengobatan nabi yang pernah diajarkan Rasulullah. “Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan beserta penawarnya.” (HR Bukhari)
Dalam bahasa Arab, thibb berasal dari thabba-yathubbu-thabban yang bermakna kemahiran, memperbaiki, mengobati. Dari akar kata yang sama, //thabbib berarti pelaku yang mengobati atau dokter. Sehingga, thibb an-nabawi secara bahasa berarti pengobatan nabi.
Adapun Ibnul Qayyim memaknai secara istilah thibb bermakna ilmu untuk mengetahui kondisi tubuh manusia dari aspek kesehatan, baik untuk memelihara kesehatan maupun mengobatinya.
Metode pengobatannya tidak seperti pengobatan yang dilakukan dokter. Thibbun nabawi bersifat qath'i dan ilahi yang bersumber dari wahyu kenabian dan kesempurnaan akal. Adapun pengobatan lain secara umum hanya berlandaskan perkiraan, dugaan, dan percobaan.
Ibnul Qayyim mengatakan, kemujaraban thibbun nabawi akan dirasakan manfaatnya jika menerima dan meyakini Allah akan memberikan kesembuhan baginya. Sehingga, pengobatan thibbun nabawi hanya cocok bagi jiwa yang baik sebagaimana pengobatan dengan Alquran yang tak cocok kecuali bagi jiwa yang baik dan hati yang hidup.
“Hal-hal tersebut bukanlah disebabkan kekurangan pada obat, namun lebih disebabkan buruknya karakter, rusaknya tempat, dan tidak adanya penerimaan,” demikian penjelasan Ibnul Qayyim tentang thibbun nabawi.
Dalam sirah disebutkan, Rasulullah sering kali memberikan anjuran obat bagi sahabat yang sakit. Dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah pun mengandung tuntutan hidup sehat yang patut menjadi uswah.
Beberapa jenis obat-obatan yang pernah dianjurkan Rasul diantaranya habatussauda atau jintan hitam, madu, minyak zaitun, kurma, air zamzam, bawang putih, ismid, dan kam'ah. Rasul juga mengajarkan pengobatan seberti bekam (hijamah), khitan, wudhu, dan gurah. Selain itu, ayat-ayat Alquran juga sering kali digunakan untuk pengobatan. Dikenal juga pengobatan dengan rukyah.
Secara garis besar, Ibnul Qayyim membagi tiga jenis pengobatan nabi,
yakni pengobatan dengan menggunakan obat-obatan alami (natural),
pengobatan dengan menggunakan obat-obatan ilahiah (petunjuk ketuhanan),
serta pengobatan dengan menggabungkan kedua unsur tersebut.
Penjelasan lebih terperinci menurut Abu Nafi' Abdul Ghaffar al-Atsary dalam Mengenal Pengobatan Cara Nabi, pengobatan menggunakan bahan obat alami, yakni seperti madu, minyak zaitun, habbatus sauda, kurma, siwak, kam'ah, bawang, dan sebagainya.
Syaratnya harus halal dan thayyib. Kemudian pengobatan dengan cara terapi, misalnya, hijamah, khitan, gurah (sannuq), al-fashdu (pengeluaran darah melalui vena), mencukur rambut, muntah, dan mandi. Dengan mencontoh Rasulullah sesuai dengan sunah.
Adapun pengobatan dengan ritual ibadah, misalnya, wudhu, rukyah syar'iyah, doa, zikir, muhasabah, taubat, dan pengobatan jiwa lainnya. Kemudian dengan menyinergikan seluruh hal telah disebutkan di atas.
Maksudnya, dibekam ketika sakit, dirukyah untuk menghilangkan sihir, kemudian mandi dengan daun bidara (sidr), serta minum habbatus sauda, madu, dan makan kurma ajwa. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari maslahat kesembuhan.
Dalam sejarah, beberapa pengobatan yang dipraktikkan nabi sebenarnya merupakan peninggalan masyarakat tradisional pada masa silam. Ketika Rasulullah diutus, metode pengobatan tersebut berkembang dengan petunjuk dari wahyu Allah.
Maka, dihapuslah beberapa pengobatan jahiliah yang mengandung kesyirikan. Adapun pengobatan yang tak melanggar syariat dan dibenarkan wahyu, dipraktikkan oleh Rasulullah.
Jenis pengobatan yang merupakan warisan masa lalu di antaranya bekam. Pengobatan ini telah lama dipraktikkan bangsa-bangsa dunia. Sejak 4000 Sebelum Masehi, bangsa Sumeria di Babilonia (Irak) telah mengenal bekam untuk mengobati para raja.
Pada 3000 SM, bangsa Persia pun mengembangkan pengobatan bekam. Kemudian pada 2500 SM, bangsa Cina pun mempraktikkan bekam dengan mengandalkan titik akupuntur. Mesir era Firaun sekitar 1200 SM pun telah mengenal bekam sebagai pengobatan. Bahkan, pada era Nabi Yusuf, umatnya terkenal sangat mahir melakukan bekam.
Bangsa Mesir pun mengembangkan dengan memahami titik-titik tubuh yang perlu dikeluarkan darahnya. Pembelajaran titik-titik tersebut terus berkembang di Mesir hingga kemudian diadopsi oleh Yunani dan Romawi.
Pada asa Rasulullah, bekam pun menjadi pengobatan bahkan kebiasaan Rasul dan para sahabat. Pengobatan ini terus dikembangkan seiring perkembangan dunia Islam. Bahkan, pada masa Umayyah, bekam menjadi pengobatan yang paling maju.
Thibbun nabawi yang diajarkan Rasulullah disebut-sebut sebagai pemersatu pengobatan tradisonal dan modern kala itu. Tak heran pada kemudian hari, thibbun nabawi menjadi titik mula berkembangnya ilmu kedokteran. Dalam sejarah Islam, lahir kemudian dokter-dokter Muslim seperti Ibnu Sina yang kemudian menjadi acuan pengobatan modern yang terus berkembang hingga kini di seluruh dunia.
Penjelasan lebih terperinci menurut Abu Nafi' Abdul Ghaffar al-Atsary dalam Mengenal Pengobatan Cara Nabi, pengobatan menggunakan bahan obat alami, yakni seperti madu, minyak zaitun, habbatus sauda, kurma, siwak, kam'ah, bawang, dan sebagainya.
Syaratnya harus halal dan thayyib. Kemudian pengobatan dengan cara terapi, misalnya, hijamah, khitan, gurah (sannuq), al-fashdu (pengeluaran darah melalui vena), mencukur rambut, muntah, dan mandi. Dengan mencontoh Rasulullah sesuai dengan sunah.
Adapun pengobatan dengan ritual ibadah, misalnya, wudhu, rukyah syar'iyah, doa, zikir, muhasabah, taubat, dan pengobatan jiwa lainnya. Kemudian dengan menyinergikan seluruh hal telah disebutkan di atas.
Maksudnya, dibekam ketika sakit, dirukyah untuk menghilangkan sihir, kemudian mandi dengan daun bidara (sidr), serta minum habbatus sauda, madu, dan makan kurma ajwa. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari maslahat kesembuhan.
Dalam sejarah, beberapa pengobatan yang dipraktikkan nabi sebenarnya merupakan peninggalan masyarakat tradisional pada masa silam. Ketika Rasulullah diutus, metode pengobatan tersebut berkembang dengan petunjuk dari wahyu Allah.
Maka, dihapuslah beberapa pengobatan jahiliah yang mengandung kesyirikan. Adapun pengobatan yang tak melanggar syariat dan dibenarkan wahyu, dipraktikkan oleh Rasulullah.
Jenis pengobatan yang merupakan warisan masa lalu di antaranya bekam. Pengobatan ini telah lama dipraktikkan bangsa-bangsa dunia. Sejak 4000 Sebelum Masehi, bangsa Sumeria di Babilonia (Irak) telah mengenal bekam untuk mengobati para raja.
Pada 3000 SM, bangsa Persia pun mengembangkan pengobatan bekam. Kemudian pada 2500 SM, bangsa Cina pun mempraktikkan bekam dengan mengandalkan titik akupuntur. Mesir era Firaun sekitar 1200 SM pun telah mengenal bekam sebagai pengobatan. Bahkan, pada era Nabi Yusuf, umatnya terkenal sangat mahir melakukan bekam.
Bangsa Mesir pun mengembangkan dengan memahami titik-titik tubuh yang perlu dikeluarkan darahnya. Pembelajaran titik-titik tersebut terus berkembang di Mesir hingga kemudian diadopsi oleh Yunani dan Romawi.
Pada asa Rasulullah, bekam pun menjadi pengobatan bahkan kebiasaan Rasul dan para sahabat. Pengobatan ini terus dikembangkan seiring perkembangan dunia Islam. Bahkan, pada masa Umayyah, bekam menjadi pengobatan yang paling maju.
Thibbun nabawi yang diajarkan Rasulullah disebut-sebut sebagai pemersatu pengobatan tradisonal dan modern kala itu. Tak heran pada kemudian hari, thibbun nabawi menjadi titik mula berkembangnya ilmu kedokteran. Dalam sejarah Islam, lahir kemudian dokter-dokter Muslim seperti Ibnu Sina yang kemudian menjadi acuan pengobatan modern yang terus berkembang hingga kini di seluruh dunia.
Selalu MujarabKhasiat thibun nabawi tak perlu
diragukan lagi. Saat ini bahkan banyak dokter modern yang menguak
khasiat kandungan di balik pengobatan ala nabi.
Dalam hadis, Rasulullah menganjurkan beberapa obat dan jaminan kesembuhannya. “Kesembuhan itu ada dalam tiga hal, minum madu, bekam, dan kay (sundutan api). Aku melarang umatku berobat dengan kay.” (HR Bukhari)
Dari Aisyah, Nabi bersabda, “Sungguh dalam habbatus sauda itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-syam.” Aisyah pun bertanya, “Apakah as-syam itu?” Beliau menjawab, “Kematian.” (HR Bukhari).
Ibnu Abbas menuturkan, seseorang berdiri di hadapan Rasulullah kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah obat itu berguna terhadap takdir?” Rasulullah kemudian bersabda, “Obat termasuk bagian dari takdir. Obat bermanfat kepada siapa yang Allah kehendaki sesuai yang Allah kehendaki.”
Secara ilmiah, habbatus sauda terbukti mampu mengaktifkan kekebalan spesifik karena mampu meningkatkan kadar sel-sel T pembantu, sel T penekan, dan sel pembunuh alami. Kandungan aktif habbatus sauda, yakni thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone (THQ), dan thymol (THY).
Begitu pun dengan madu. Berdasarkan penelitian ilmiah, madu memiliki spesifikasi antiproses peradangan (inflammatory activity anti) serta memiliki daya aktif tinggi yang mampu meningkatkan pertahanan tubuh terhadap tekanan oksidasi (oxidative stress). Madu juga mengandung banyak nutrisi, mampu menurunkan glukosa darah, mengobati infeksi lambung, dan sebagainya.
Banyak penelitian lain yang menyebutkan khasiat thibbun nabawi. Jika kemudian seseorang mempraktikkan thibun nabawi dan tak tampak hasilnya, perlu memerhatikan beberapa hal lain.
Seperti, ucapan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari, seluruh tabib sepakat pengobatan suatu penyakit berbeda-beda sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan, dan daya tahan fisik.
Kadar dan jumlah obat pun harus sesuai dengan penyakit. Jika dosisnya kurang, tidak mampu menyembuhkan secara total. Jika dosisnya berlebih, akan dapat menimbulkan bahaya lain. Maka, penggunaan thibbun nabawi pun tak boleh asal-asalan.
Selain itu, keyakinan kesembuhan datang dari Allah pun perlu ditancapkan dalam hati. Sebagaimana ucapan Ibnul Qayyim, seperti disebut sebelumnya bahwa thibbun nabawi akan dirasakan manfaatnya jika jiwa menerima dan meyakini bahwa Allah akan memberikan kesembuhan baginya.
Dengan demikian, pengobatan thibbun nabawi hanya cocok bagi jiwa yang baik sebagaimana pengobatan dengan Alquran yang tak cocok kecuali bagi jiwa yang baik dan hati yang hidup.
Dalam hadis, Rasulullah menganjurkan beberapa obat dan jaminan kesembuhannya. “Kesembuhan itu ada dalam tiga hal, minum madu, bekam, dan kay (sundutan api). Aku melarang umatku berobat dengan kay.” (HR Bukhari)
Dari Aisyah, Nabi bersabda, “Sungguh dalam habbatus sauda itu terdapat penyembuh segala penyakit, kecuali as-syam.” Aisyah pun bertanya, “Apakah as-syam itu?” Beliau menjawab, “Kematian.” (HR Bukhari).
Ibnu Abbas menuturkan, seseorang berdiri di hadapan Rasulullah kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah obat itu berguna terhadap takdir?” Rasulullah kemudian bersabda, “Obat termasuk bagian dari takdir. Obat bermanfat kepada siapa yang Allah kehendaki sesuai yang Allah kehendaki.”
Secara ilmiah, habbatus sauda terbukti mampu mengaktifkan kekebalan spesifik karena mampu meningkatkan kadar sel-sel T pembantu, sel T penekan, dan sel pembunuh alami. Kandungan aktif habbatus sauda, yakni thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone (THQ), dan thymol (THY).
Begitu pun dengan madu. Berdasarkan penelitian ilmiah, madu memiliki spesifikasi antiproses peradangan (inflammatory activity anti) serta memiliki daya aktif tinggi yang mampu meningkatkan pertahanan tubuh terhadap tekanan oksidasi (oxidative stress). Madu juga mengandung banyak nutrisi, mampu menurunkan glukosa darah, mengobati infeksi lambung, dan sebagainya.
Banyak penelitian lain yang menyebutkan khasiat thibbun nabawi. Jika kemudian seseorang mempraktikkan thibun nabawi dan tak tampak hasilnya, perlu memerhatikan beberapa hal lain.
Seperti, ucapan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari, seluruh tabib sepakat pengobatan suatu penyakit berbeda-beda sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan, dan daya tahan fisik.
Kadar dan jumlah obat pun harus sesuai dengan penyakit. Jika dosisnya kurang, tidak mampu menyembuhkan secara total. Jika dosisnya berlebih, akan dapat menimbulkan bahaya lain. Maka, penggunaan thibbun nabawi pun tak boleh asal-asalan.
Selain itu, keyakinan kesembuhan datang dari Allah pun perlu ditancapkan dalam hati. Sebagaimana ucapan Ibnul Qayyim, seperti disebut sebelumnya bahwa thibbun nabawi akan dirasakan manfaatnya jika jiwa menerima dan meyakini bahwa Allah akan memberikan kesembuhan baginya.
Dengan demikian, pengobatan thibbun nabawi hanya cocok bagi jiwa yang baik sebagaimana pengobatan dengan Alquran yang tak cocok kecuali bagi jiwa yang baik dan hati yang hidup.
Sumber : http://www.republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar