PERAYAAN
ulang tahun biasanya kurang lengkap jika tanpa kue dan lilin. Apalagi
untuk merayakan ulang tahun yang ke-17, yang katanya lagi manis-manisnya
untuk dirayakan. Tidak merayakan ulang tahun rasanya seperti orang
kuno, benarkah?
Segala hal yang ada di muka bumi ini pasti memiliki cerita masa lalu, begitu juga dengan kue ulang tahun. Penasaran? Mari kita simak sejarahnya.
Jika kita tengok ke masa lalu, kue ulang tahun sangat berbeda dengan kue yang ada di jaman sekarang. Kata ‘Kue’ telah ada sejak awal abad ke-13, berasal dari kata Norse Lama ‘Kaka’.
Dalam tradisi Barat, Kue Ulang Tahun merupakan kue atau makanan penutup yang disajikan kepada seseorang pada hari ulang tahunnya.
Kue ulang tahun biasanya dihiasi dengan nama seseorang dan ucapan selamat. Jumlah lilin di atas kue harus sama dengan jumlah tahun yang dihabiskan seseorang untuk hidup. Ada juga tradisi untuk menempatkan satu lilin besar untuk membawa keberuntungan. Kue ulang tahun umumnya bertekstur kenyal dan rasanya cokelat.
Dahulu, pada jaman Yunani Kuno kue ulang tahun biasanya berbentuk bulan atau bulat dan kasar serta tak berasa seperti roti. Biasanya kue ini dibawa ke kuil Artemis-Dewi Bulan.
Namun beberapa ahli juga menyebutkan bahwa tradisi kue ulang tahun dimulai di Jerman pada Abad Pertengahan. Adonan roti manis berbentuk bayi Yesus di kain lampin dan digunakan untuk memperingati hari ulang tahunnya.
Setelah itu, kue tersebut biasa digunakan untuk perayaan ulang tahun anak muda atau biasa disebut Kinderfest. Ada lagi kue panggang berlapis yang biasa disebut Geburtstagorten, kue jenis ini lebih manis dan lembut berbeda dengan kue yang pertama kali dibuat.
Pada jaman dulu, kue ulang tahun kebanyakan bentuknya bulat. Para ahli mengaitkan hal ini dengan keyakinan agama Yunani, bulat disini seperti bulan yang dikaitkan dengan Dewi Bulan – Artemis. Lilin yang ditempatkan di atasnya membuat kue bersinar seperti bulan.
Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa kue bentuk bulat di jaman kuno ada hubungannya dengan siklus tahunan. Bentuk bulat lebih disukai karena ini mewakili sifat siklus kehidupan.
Dan menurut alasan teknis disebutkan bahwa pada jaman kuno, roti dan kue masih dibuat dengan tangan. Dibentuk menjadi bola bulat, dipanggang dalam panci dangkal. Oleh karena itu, secara alami kue mengikuti bentuk panci yang bulat.
Lambat laun dengan kemajuan jaman, loyang berbagai bentuk dikembangkan dan hari ini kita melihat kue dalam berbagai bentuk dan ukuran.
Tradisi menempatkan lilin di atas kue dilakukan untuk membuat kue bersinar, sehingga kue menyerupai bulan yang akan disuguhkan kepada Dewi Bulan.
Selain itu, asap dari lilin juga dipercayai dapat menyampaikan keinginan dan doa kita kepada dewa yang tinggal di langit. Sedangkan di Jerman, lilin besar di tengah kue dipercaya sebagai simbol terangnya hidup.
Pada zaman sekarang, biasanya sebelum meniup lilin ada tradisi diam sesaat, memejamkan mata lalu menyebutkan keinginan. Diyakini bahwa meniup semua lilin dalam satu hembusan napas berarti keinginan akan menjadi kenyataan dan keberuntungan akan selalu menyertai di tahun berikutnya.
Menyebutkan nama orang-orang terdekat sebelum memotong kue juga dipercaya bisa membawa keberuntungan.
Pada abad pertengahan, rakyat Inggris menempatkan benda-benda simbolis seperti koin, cincin dan bidal dalam adonan kue. Mereka percaya bahwa mereka yang menemukan koin dalam kue akan menjadi kaya sedangkan yang menemukan bidal dia tidak akan pernah menikah.
Jika seseorang menemukan cincin dalam sepotong kue, maka dalam waktu dekat ia akan menikah. Bahkan saat ini, beberapa orang mengikuti tradisi tersebut dan menempatkan koin palsu dan permen kecil di dalam kue.
Jika kue terjatuh, maka hal itu dianggap sebagai pertanda buruk dan menandakan nasib buruk bagi orang tersebut di tahun mendatang.
Masih berminat merayakan hari ulang tahun dengan kue dan lilinnya? Semua itu merupakan kepercayaan yang diyakini oleh orang non muslim untuk menyembah dewa mereka. Tidak khawatir jika hal tersebut membuat Allah cemburu, bahkan mungkin marah?
Segala hal yang ada di muka bumi ini pasti memiliki cerita masa lalu, begitu juga dengan kue ulang tahun. Penasaran? Mari kita simak sejarahnya.
Jika kita tengok ke masa lalu, kue ulang tahun sangat berbeda dengan kue yang ada di jaman sekarang. Kata ‘Kue’ telah ada sejak awal abad ke-13, berasal dari kata Norse Lama ‘Kaka’.
Dalam tradisi Barat, Kue Ulang Tahun merupakan kue atau makanan penutup yang disajikan kepada seseorang pada hari ulang tahunnya.
Kue ulang tahun biasanya dihiasi dengan nama seseorang dan ucapan selamat. Jumlah lilin di atas kue harus sama dengan jumlah tahun yang dihabiskan seseorang untuk hidup. Ada juga tradisi untuk menempatkan satu lilin besar untuk membawa keberuntungan. Kue ulang tahun umumnya bertekstur kenyal dan rasanya cokelat.
Dahulu, pada jaman Yunani Kuno kue ulang tahun biasanya berbentuk bulan atau bulat dan kasar serta tak berasa seperti roti. Biasanya kue ini dibawa ke kuil Artemis-Dewi Bulan.
Namun beberapa ahli juga menyebutkan bahwa tradisi kue ulang tahun dimulai di Jerman pada Abad Pertengahan. Adonan roti manis berbentuk bayi Yesus di kain lampin dan digunakan untuk memperingati hari ulang tahunnya.
Setelah itu, kue tersebut biasa digunakan untuk perayaan ulang tahun anak muda atau biasa disebut Kinderfest. Ada lagi kue panggang berlapis yang biasa disebut Geburtstagorten, kue jenis ini lebih manis dan lembut berbeda dengan kue yang pertama kali dibuat.
Pada jaman dulu, kue ulang tahun kebanyakan bentuknya bulat. Para ahli mengaitkan hal ini dengan keyakinan agama Yunani, bulat disini seperti bulan yang dikaitkan dengan Dewi Bulan – Artemis. Lilin yang ditempatkan di atasnya membuat kue bersinar seperti bulan.
Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa kue bentuk bulat di jaman kuno ada hubungannya dengan siklus tahunan. Bentuk bulat lebih disukai karena ini mewakili sifat siklus kehidupan.
Dan menurut alasan teknis disebutkan bahwa pada jaman kuno, roti dan kue masih dibuat dengan tangan. Dibentuk menjadi bola bulat, dipanggang dalam panci dangkal. Oleh karena itu, secara alami kue mengikuti bentuk panci yang bulat.
Lambat laun dengan kemajuan jaman, loyang berbagai bentuk dikembangkan dan hari ini kita melihat kue dalam berbagai bentuk dan ukuran.
Tradisi menempatkan lilin di atas kue dilakukan untuk membuat kue bersinar, sehingga kue menyerupai bulan yang akan disuguhkan kepada Dewi Bulan.
Selain itu, asap dari lilin juga dipercayai dapat menyampaikan keinginan dan doa kita kepada dewa yang tinggal di langit. Sedangkan di Jerman, lilin besar di tengah kue dipercaya sebagai simbol terangnya hidup.
Pada zaman sekarang, biasanya sebelum meniup lilin ada tradisi diam sesaat, memejamkan mata lalu menyebutkan keinginan. Diyakini bahwa meniup semua lilin dalam satu hembusan napas berarti keinginan akan menjadi kenyataan dan keberuntungan akan selalu menyertai di tahun berikutnya.
Menyebutkan nama orang-orang terdekat sebelum memotong kue juga dipercaya bisa membawa keberuntungan.
Pada abad pertengahan, rakyat Inggris menempatkan benda-benda simbolis seperti koin, cincin dan bidal dalam adonan kue. Mereka percaya bahwa mereka yang menemukan koin dalam kue akan menjadi kaya sedangkan yang menemukan bidal dia tidak akan pernah menikah.
Jika seseorang menemukan cincin dalam sepotong kue, maka dalam waktu dekat ia akan menikah. Bahkan saat ini, beberapa orang mengikuti tradisi tersebut dan menempatkan koin palsu dan permen kecil di dalam kue.
Jika kue terjatuh, maka hal itu dianggap sebagai pertanda buruk dan menandakan nasib buruk bagi orang tersebut di tahun mendatang.
Masih berminat merayakan hari ulang tahun dengan kue dan lilinnya? Semua itu merupakan kepercayaan yang diyakini oleh orang non muslim untuk menyembah dewa mereka. Tidak khawatir jika hal tersebut membuat Allah cemburu, bahkan mungkin marah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar