REPUBLIKA.CO.ID, Tersebutlah seorang ahli ibadah bernama Isam bin
Yusuf. Ia terkenal wara', tangguh dalam ibadah dan sangat khusyuk
shalatnya. Namun dia selalu khawatir kalau ibadahnya tidak diterima
Allah.
Suatu hari Isam menghadiri pengajian seorang sufi terkenal bernama
Hatim Al Asham. Isam bertanya, Wahai Aba Abdurrahman (panggilan Hatim),
bagaimanakah cara Anda shalat?
Apabila masuk waktu shalat, saya berwudhu secara lahir dan batin," jawab Hatim. Bagaimana wudhu batin itu? tanya Isam kembali.
Ia melanjutkan, Setelah itu aku pergi ke masjid, kuhadapkan muka dan
hatiku ke arah kiblat. Aku berdiri dengan penuh rasa malu. Aku bayangkan
Allah ada di hadapanku, surga di sebelah kananku, neraka di sebelah
kiriku, malaikat maut berada di belakangku.
Aku bayangkan pula seolah-olah aku berdiri di atas titian Shirathal
Mustaqiim dan aku menganggap shalatku ini adalah shalat terakhir bagiku.
Kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan doa
dalam shalat berusaha aku pahami maknanya. Aku pun rukuk dan sujud
dengan mengecilkan diri sekecil-kecilnya di hadapan Allah. Aku
bertasyahud (tahiyyat) dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam
dengan ikhlas. Seperti itulah shalat yang aku lakukan dalam 30 tahun
terakhir.
Mendengar paparan tersebut, Isam bin Yusuf tertunduk lesu dan
menangis tersedu-sedu membayangkan ibadahnya yang tak seberapa bila
dibandingkan Hatim Al Asham.
Sumber : Pusat Data Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar