APAKAH kita sendirian di alam semesta ini? Apakah benar hanya di bumi
saja manusia bisa hidup? Pertanyaan ini telah menggelitik para ilmuwan
sejak dahulu kala. Dengan paham sekularisme dewasa ini, orang terbiasa
memisahkan science (ilmu pengetahuan) dengan agama. Ada dikotomi
(pembagian dua kutub) antara agama dan sains, antara persoalan dunia dan
akhirat. Ketika membicarakan sains seolah agama tidak berhak ikut
campur. Untuk agama selain Islam, mungkin saja begitu. Namun tidak
berlaku untuk Islam. Karena Islam tidak mengenal dikotomi sains dan
agama, dunia dan akhirat.
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?” (Q.S. Al-Anbiya [21] : 30)
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis dabbah (makhluk hidup) dari air” (Q.S. An-Nuur [24] : 45)
Dari sini bisa dipahami jika sebuah planet memiliki cadangan air di
dalam tanahnya atau memiliki gas yang memungkinkan terbentuknya air dan
oksigen maka planet tersebut bisa mendukung kehidupan. Salah satu planet
tetangga yang diketahui memilik kemungkinan ini adalah Mars. Di dalam
lapisan kriosfer mars terdapat deposit es yang terbuat dari air yang
membeku. Jika es di ini dicairkan, akan bisa merendam seluruh permukaan
mars setinggi 11 meter. Hal ini berarti cadangan air di planet Mars
sebenarnya sangat melimpah hanya saja membeku menjadi es.
“Lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan
Dia sebarkan di bumi itu segala jenis dabbah (makhluk hidup)” (Q.S.
Al-Baqarah [2] : 162)
Ilmuwan juga mensinyalir bahwa di masa lalu pernah ada kehidupan
mikroorganisme di mars. Kecurigaan ini berdasarkan banyaknya kanduangan
gas metana (CH4) dalam atmosfir Mars. Dimana gas metana adalah gas yang
dihasilkan dari mikroorganisme. Walaupun demikian, gas metana juga bisa
dihasilkan dari oksidasi besi. Sebagaimana diketahui permukaan Mars
banyak mengandung Besi Oksida (Fe3-O2).
Dibandingkan dengan bumi yang memiliki 21% oksigen 75% nitrogen,
atmosfer Mars hanya memiliki 0,1% oksigen dan 95% gas CO2. Maka atmosfer
Mars memang tidak cocok untuk manusia karena manusia membutuhkan 300
liter lebih oksigen per harinya. Namun jangan salah, awal mula bumi kita
dulu sebagian besar atmosfernya adalah CO2 juga. Bahkan kandungan CO2
di bumi kita pada jaman purba jauh lebih banyak daripada atmosfer Mars
saat ini. Namun organisme purba di bumi yang terdiri dari bakteri
anaerobik adalah bakteri yang bisa hidup dalam lingkungan tanpa oksigen
dan mampu mengubah CO2 menjadi O2. Dengan bantuan bakteri ini terjadilah
produksi oksigen besar-besaran dalam atmosfir bumi yang disebut dengan
peristiwa katastropi oksigen. Para ahli geologi mengetahui hal ini dari
jejak berlimpahnya oksidasi besi (reaksi besi dengan oksigen) pada
batuan-batuan purba.
Selain bakteri anaerobik, ada jenis bakteri lain seperti
methylomirabilis oxyfera, yang bisa memproduksi oksigen dari gas metana
(CH4). Nah jika bakteri anaerobik dan methylomirabilis oxyfera ini
disebarkan di planet mars, maka akan bisa menghasilkan oksigen di planet
mars untuk menunjang kehidupan. Demikian pula deposit es di planet mars
bisa menghasilkan oksigen dengan proses elektrolisa air (air dialiri
listrik tegangan tinggi). Maka dari sini kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa membangun kehidupan di planet Mars bukanlah sesuatu yang
mustahil.
Selain dari planet Mars, apakah mungkin ada kehidupan di planet lain
di alam semesta ini? Ada ungkapan yang terkenal dalam hal ini.
“Seandainya tak ada kehidupan di planet lain di alam semesta ini maka
betapa mubadzirnya trilyunan (bahkan bisa jadi lebih) planet di alam
semesta ini”. Di alam semesta ini ada milyaran galaksi, salah satunya
adalah galaksi bima sakti tempat dimana tata surya kita berada.
Masing-masing galaksi terdiri dari milyaran bintang. Dan masing masing
bintang dikitari oleh planet-planet membentuk tata surya. (Ada juga
bintang yang tidak memiliki planet). Maka di alam semesta ini terdapat
trilyunan atau quadriliun planet. Maka apakah tidak ada satu saja..
sekali lagi “satu saja” planet lain yang kondisinya mirip dengan planet
bumi? Jawabannya mengejutkan. Para ilmuwan setidaknya telah menemukan
beberapa planet di alam semesta ini yang kondisinya mirip bumi dan
bintangnya mirip matahari. Dengan kata lain situasinya sangat ideal
untuk munculnya kehidupan seperti di bumi. Salah satunya yang terdekat
berjarak 600 tahun cahaya dari bumi (artinya terbang dengan kecepatan
cahaya, akan sampai di sana 600 tahun kemudian). Apakah bisa kita
terbang ke sana? Dengan teknologi kendaraan luar angkasa saat ini memang
masih berupa impian. Karena teknologi kita saat ini belum mampu membuat
roket yang terbang dengan kecepatan cahaya.
Allah tidak menafikkan sama sekali kemungkinan manusia sanggup menjelajahi langit.
“Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, (namun) kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan” (Q.S. Ar-Rahman [55] : 33)
Artinya manusia bisa menembus langit asalkan memiliki pengetahuan dan enerji untuk melakukan itu.
Apakah Al-Qur’an berbicara tentang adanya kehidupan di planet lain?
Sebagian besar terjemah Al-Qur’an menerjemahkan kata “dabbah” sebagai
hewan atau makhluk melata. Sehingga bayangan kita adalah sejenis kadal
atau serangga. Padahal dabbah itu bersifat umum, yaitu makhluk hidup
yang memiliki bayang-bayang. Dari pengertian ini saja kita tahu bahwa
dabbah itu bukanlah makhluk ghaib sebangsa jin atau malaikat, melainkan
makhluk kasar karena hanya makhluk kasar sajalah yang memiliki
bayang-bayang.
Dalam ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa Allah menyebarkan dabbah ini di langit dan dibumi.
“Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan dabbah (makhluk hidup) Yang Dia sebarkan pada keduanya (langit
dan bumi). Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila
dikehendaki-Nya” (Q.S. Asy-Syuura [42] : 29)
Perhatikanlah bahwa Allah menyebarkan “dabbah” pada langit dan bumi.
Orang pada jaman dulu yang belum bisa memahami kemungkinan adanya
kehidupan di planet lain akan memahami ayat ini bahwa yang dimaksud
adalah burung-burung yang terbang di langit. Artinya pengertian langit
di sini dibatasi langit bumi (atmosfer). Namun siapa yang membatasi
maksud “as-samawaat” itu adalah atmosfer bumi??
Perhatikanlah bahwa pada samawaat itu terdapat juga malaikat, maka
tidak mungkin malaikat itu berdiam di atmosfer bumi melainkan di langit
atas sana.
Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit
di bumi dari para dabbah (makhluk hidup) dan (juga) para ma]aikat,
sedang mereka tidak menyombongkan diri” (Q.S. An-Nahl [16] : 49)
Al Qurthubi menyebutkan pendapat Mujahid terhadap makna dari “dan
dabbah yang Dia sebarkan pada keduanya” adalah malaikat dan manusia.
Artinya dabbah yang di langit itu adalah malaikat, sedangkan dabbah yang
di bumi itu manusia. Hal ini sesuai dengan Q.S. An-Nahl di atas.
Ada pula ulama yang menafikkan arti kata “pada keduanya” Abu ‘Ali
berkata : maksudnya adalah “dari salah satu dari keduanya”. (al Jami’ li
Ahkamil Qur’an juz XVI hal 350) Sayyid Qutb mengatakan bahwa maksud
dari “dan dabbah yang Dia sebarkan pada keduanya”… bahwa kehidupan
hanyalah di bumi ini saja—tinggalkanlah olehmu prasangka bahwa di langit
terdapat kehidupan yang lain yang kita tidak mengetahuinya”. Pendapat
ini jelas tidak tepat karena jelas Al-Qur’an menyatakan menyebarkan pada
keduanya. Dan keduanya itu bukanlah salah satu saja.
Adalah dimaklumi jika pendapat para ulama itu mengingkari adanya
kehidupan di planet lain karena teknologi dan wawasan mereka belum
sampai ke situ. Bahkan seandainya ditanya pada mereka apakah manusia
bisa ke bulan pun mereka pasti akan mengingkarinya. Karena para ulama
tidak suka berandai-andai dan cenderung membatasi fikiran yang bersifat
spekulatif.
Persoalannya lainnya adalah pada kata “samawaat”. Kata ini menunjuk
langit secara umum atau lebih tepatnya alam semesta. Langit yang berarti
segala sesuatu yang berada di atas bumi; maka awan, bulan, bintang
matahari termasuk bagian dari as samaa’. Misalnya pada firman Allah Ta’ala : “dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit (As Samaa)”
Q.S. Albaqarah. [2] : 22; As Samaa’ di ayat ini berarti mendung, karena
lafadz As Samaa’ adalah bentuk masdar dari سَمَا يَسْمُوْ yang artinya
tinggi. Maka as- Sama’ dapat berarti semua yang lebih tinggi.
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan komet-komet.” (Q.S. Al-Mulk : 5).
Maka langit yang ada bintang bintang ini jelaslah artinya langit alam
semesta bukan hanya langit bumi (atmosfer) saja. Maka kalimat pada Q.S.
Asy-Syuuara ayat 29 di atas bisa kita pahami bahwa Allah menyebarkan
dabbah ke seluruh alam semesta selain yang ada di bumi juga. Dengan
adanya isyarat ini, sebenarnya 14 abad yang lalu Al-Qur’an telah
berbicara mengenai kemungkinan adanya kehidupan di planet lain. Belum
tentu makhuk hidup di planet lain itu seperti alien yang aneh-aneh,
karena itu hanya ada di film-film saja. Makhuk hidup di planet lain itu
mungkin kurang lebih sama dengan yang ada di bumi.
Kalaupun memang di planet itu tidak ada makhluk hidup lain maka yang
jelas kita berfikir pada hal-hal yang sementara ini disepakati saja
yaitu sebagai berikut :
- Ayat Qur’an menyatakan dan sains juga membuktikan kehidupan bermula dari air. Sedangkan di alam semesta ini terdapat beberapa planet yang mengandung air atau minimal berupa es seperti planet Mars. Mungkin suatu saat nanti akan ditemukan lebih banyak lagi planet yang seperti ini. Jika ada air pasti bisa muncul kehidupan.
- Al-Qur’an menyatakan manusia bisa mengarungi alam semesta. Dan faktanya teknologi manusia memang telah mendarat di bulan, sedangkan pesawat luar angkasa tak berawak telah mampu mencapai saturnus.
Maka Kalaupun bukan di planet itu sendiri yang ada dabbah (makhluk),
maka manusialah yang akan mendatangi planet yang kondisinya memungkinkan
untuk hidup dan manusia akan hidup di sana. Akhirnya waktulah yang akan
membuktikan benar tidaknya hal ini. [yherdiansyah/islampos]
Sumber : https://seteteshidayah.wordpress.com/2012/09/18/apakah-ada-kehidupan-di-planet-lain/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar