Siapa yang belum pernah mendengar riwayat Ashabul Kahfi? Mereka adalah tujuh lelaki yang melarikan diri dari penguasa zalim Kekaisaran Romawi, ditemani seekor anjing. Ketujuh lelaki itu bersama anjingnya, tertidur di dalam gua. Tiga ratus tahun kemudian, mereka kembali terbangun. Berkat kekuasaan Allah, tubuh mereka tetap utuh; mereka pun tetap muda dan mampu beraktivitas seperti semula.
Saya beruntung, berkesempatan mengunjungi gua bersejarah itu. Letaknya di Ar-Raqim, Yordania. Udara saat itu sangat cerah. Langit terlihat begitu biru, bersih, dan bebas dari polusi. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah gunung-gunung baru. Meskipun matahari bersinar terik, tetapi angin berhembus sepoi-sepoi
sehingga saya dan rombongan tetap bersemangat melakukan perjalanan menuju gua itu.
sehingga saya dan rombongan tetap bersemangat melakukan perjalanan menuju gua itu.
Kami lalu memasuki pintu gua yang tidak lebih besar dari pintu masuk rumah biasa. Tidak begitu tinggi, sehingga turis yang bertubuh jangkung harus agak menunduk. Saat saya berada di sana, selain rombongan kami, hanya ada beberapa turis berbahasa Arab. Ada seseorang diantara mereka ada yang memberikan penjelasan panjang lebar. Sayangnya, karena dia berbicara dalam bahasa Arab, saya tidak bisa ikut menikmati penjelasan itu.
Ruang di dalam gua tidak begitu luas. Ada beberapa sudut yang sangat menarik perhatian saya. Salah satunya, sudut dimana cahaya dari luar dapat masuk. Selain itu, ada batu seperti dipan yang konon dulu menjadi tempat tidur para Ashabul Kahfi. Makna Ashabul Kahfi adalah para penghuni gua. Luar biasa, membayangkan mereka tidur di gua itu selama 300 tahun. Tanpa makan, minum, tanpa gerak, namun tetap bisa utuh.
Di sudut lain, ada juga beberapa peninggalan mereka yang disimpan di dalam lemari kaca. Saya sempat takjub melihat ada tempat lilin bercabang tujuh khas Yahudi (menorah). Saya berusaha mengingat-ingat sejarah Ashabul Kahfi. Apakah mereka orang Yahudi?
Menurut catatan sejarah yang saya baca, masa hidup Ashabul Kahfi adalah 137 M- 447 M. Saat itu adalah sekitar seratus tahun setelah diangkatnya Nabi Isa Al Masih ke langit (tahun 137 Masehi). Ajaran Kristiani menyebar hingga ke kekaisaran Roma. Enam pemuda pejabat istana tertarik pada ajaran yang menyerukan tauhid, keadilan, perlawanan terhadap kezaliman, serta keberpihakan kepada kaum tertindas. Namun, Kaisar Roma yang menganut agama pagan (penyembah dewa-dewa), menghalangi penyebaran ajaran Kristiani. Ketika keenam pemuda ketahuanmemeluk agama Kristen, mereka pun terancam ditangkap dan dihukum.Mereka pun melarikan diri dari istana dan dikejar-kejar tentara Roma.
Di jalan, mereka bertemu seorang penggembala kambing dan anjingnya. Ketujuh lelaki itu akhirnya menemukan sebuah gua dan bersembunyi di dalamnya. Allah membuat mereka tertidur selama 300 tahun. Ketika terbangun dan kembali ke Roma, mereka mendapati, segalanya sudah serba berubah. Roma yang paganis (musyrik) telah berubah menjadi penganut ajaran Al-Masih. Dari sini rasanya jelas bahwa Ashabul Kahfi bukan berasal dari ras Yahudi. Walhasil, saya tidak tahu apa alasan adanya menorahdi gua itu.
Selama beberapa menit saya berdiam diri di dalam gua itu. Berusaha meresapi, makna kehendak Allah menidurkan ketujuh lelaki Ashabul Kahfi. Bila merujuk
pada ayat Al Quran surat Al Kahfi ayat 10, (Ingatlah ) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalamgua lalu mereka berdoa. ‘Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakalah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami’, salah satu maknanya adalah bahwa Allah akan melindungi orang-orang yang beriman teguh.Bagaimana mungkin ribuan tentara Roma itu tidak bisa menemukan mereka di gua di pegunungan tandus seperti ini? Tapi itulah yang terjadi. Allah membuat mereka tak mampu menemukan Ashabul Kahfi.
Selain itu, bangkitnya kembali Ashabul Kahfi setelah tertidur selama 300 tahun adalah jawaban keraguan orang-orang atas hari kiamat. Para penentang ajaran tauhid mengatakan: bagaimana mungkin manusia yang sudah mati dan hancur menjadi tanah bisa hidup lagi? Tapi, bila Allah berkehendak, apapun bisa terjadi. Ashabul Kahfi adalah bukti empirisnya. (Ema Rachman/LiputanIslam.com)
*penulis adalah traveler, pemilik blog www.emarachman.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar