Shalat adalah salah satu ibadah yang paling diwajibkan oleh tuhan.
Waktu usiaku 7 tahun, aku merasa tidak berkewajiban untuk menunaikan ibadah shalat. Karena dulu, aku percaya kalau katanya dosa anak yang belum baligh (dewasa) itu ditanggung oleh orang tua. Pasalnya, orang tua lah yang berkewajiban mendidik anaknya. Ya, sesekali aku shalat karena cinta pada orang tua. Takut kalau mereka harus masuk neraka karena aku tidak shalat. Padahal hakikatnya kalimat “dosa ditanggung oleh orang tua” itu adalah agar anak jadi rajin beribadah, karena biasanya anak-anak akan mencintai orang tuanya dan tidak mau kalau orang tuanya masuk neraka.
Menginjak usia 13 tahun, aku juga belum shalat. Lah, kan aku belum baligh. Jadi belum menanggung dosa sendiri. Masih ada orang tua yang bisa dijadikan tameng dari dosa-dosa. Lagipula di usia itu adalah saat yang paling enak untuk bermain dengan teman sebaya. Bermain sepak bola, kejar-kejaran.
Di usia 17 tahun
, aku tahu aku sudah menanggung dosa sendiri. Karena sudah baligh, sudah mimpi “naik ke bulan”. Sebuah istilah yang aku tidak tahu apa artinya. Tapi aku baru “naik ke bulan” selama dua tahun. Jadi dosaku masih dua tahun, masih sedikit. Jadi, umur 20 tahun nanti lah aku akan mengganti shalat yang tertinggal itu.
Di usia 20 tahun, aku mulai mempertanyakan agamaku. Aku sudah masuk kuliah dan harus kritis. Jadi aku bertanya tentang tuhan, tentang kitab suci, tentang nabi dan tentang kebenaran dari semuanya. Aku tidak mungkin shalat dalam keadaan labil. Aku harus menemukan jati diriku.
Di usia 24 tahun, aku selesai kuliah. Agamaku telah mulai kuyakini. Tapi kini aku tengah sibuk mencari kerja. Jadi aku sibuk kesana kemari. Mencari lowongan, menyiapkan berkas lamaran. Dan itu melelahkan sekali. Aku tidak memiliki waktu untuk shalat. Shalat sih sebentar saja, tapi kadang terlalu sering menginterupsi.
Di usia 25 tahun. Aku belum mendapat kerja. Aku menggugat tuhan. Aku telah berusaha, tapi aku tidak mendapatkan. Aku jadi tidak mau shalat.
Di usia 27 tahun. Aku sudah bekerja di sebuah perusahaan ternama. Posisiku juga lumayan. Tapi, sibuknya bukan main. Sebentar-sebentar HP berdering. Lagi pula aku tengah pedekate dengan seorang gadis pujaan. Dengan seabrek kesibukan itu, mana sempat aku shalat.
Usiaku beranjak 30 ketika anak pertamaku lahir. Duh senangnya, karirku juga makin mapan. Namun, kesibukan makin merajai. Aku harus mengejar setiap kesempatan untuk masa depan keluargaku. Pertumbuhan anakku juga menyita perhatian yang besar, aku juga harus menyekolahkan anakku ke sekolah umum dan agama agar kelak ia berguna bagi bangsa dan agamanya.
Di usia 35, anak keduaku lahir. Dia wanita, cantik sekali. Bahkan sering aku memandikan dan menggantikan popoknya. Hidupku serasa lengkap sekali. Tapi, biaya hidup makin meningkat. Orang tuaku juga sudah mulai sakit-sakitan dan butuh biaya berobat. Aku harus makin rajin bekerja untuk menafkahi mereka. Sholat masih bisa kumulai di usia 40 nanti, pikirku.
Di usia 40, entah kenapa anakku tak seperti yang kuharapkan. Aku tak menyangka mereka bisa senakal itu. Bahkan anak pertamaku pernah tertangkap karena menghisap daun ganja. Daun surga katanya. Aku tak bisa konsentrasi untuk shalat. Ada saja yang membuat aku tak pernah melakukan ibadah utama itu.
45 tahun kujalani. Aku semakin lemah, tak sekuat dulu. Batuk sesekali mengeluarkan darah. Istriku mulai rajin berdandan, sayangnya dia berdandan saat keluar rumah saja. Di rumah, wajahnya tak pernah dipupur bedak sedikitpun. Aku merutuk, dosa apa yang telah aku lakukan hingga hidupku jadi begini?
Usiaku menginjak 55, aku berpikir kalau usia 60 nanti adalah waktu yang tepat untuk memulai shalat. Saat aku sudah pensiun dan aku akan tinggal di rumah saja. Saat itu adalah saat yang tepat sekali untuk menghabiskan hari tua dan beribadah sepenuhnya kepada tuhan.
Tapi aku sudah lupa bagaimana cara shalat. Aku lupa bacaannya. Aduh, aku harus mendatangkan seorang ustadz ke rumah seminggu 3 kali. Tapi aku tak kuat lagi untuk mengingat. Ingatanku tak setajam ketika dulu aku kerap juara lomba di kampus atau sekolah. Atau ketika manajer perusahaan salut pada tingkat kecerdasanku. Kali ini semua telah pudar. Jadi, apa yang diajarkan ustadz itu sering membal dari telingaku. Lagipula, badanku sudah tak begitu kuat untuk duduk lama-lama.
Kalau tidak salah, kali itu usiaku 59 tahun ketika istriku minta cerai. Alasannya tak lagi jelas kuingat, salah satunya katanya karena lututku tak kencang lagi bergoyang. Lucu ya? Entah kenapa juga dulu aku menikahinya, umurnya 20 tahun lebih muda dariku. Dia memang istri keduaku. Istri pertamaku dulu hilang, dibawa sahabatku.
Tak sampai usiaku 60, aku masih berusaha untuk shalat. Tapi serangan jantung membuat rumah mewahku ramai. Mereka terlihat menangis. Bahkan anak pertamaku yang membangkrutkan satu perusahaan keluargaku terlihat begitu tertekan. Ada kata yang sepertinya ingin dia ucap.
Terakhir aku akhirnya bisa shalat juga, sayangnya aku tidak shalat dengan gerakku sendiri. Aku hanya terbaring atau terbujur tepatnya. Dan orang-orang menyalatkanku.
rasanya memang aneh...aku merasa sadar...tapi badan tak bisa kugerakan lagi...,aku ingat sekali sebelumnya dadaku terasa sakit..lama2 sakit itu terasa pada sekujur tubuh...bagaikan ditusuk ribuan pedang sampai tak terperikan lagi saking sakitnya...,akhirnya terbujur kaku....
setelah itu aku merasakan tubuhku ditandu...aku berteriak2 tanpa suara haiiii kalian akan bawa kemana akuuuu....,tapi tiada yang perduli....., tiba2 aku merasa masuk ke sebuah ruangan yg gelap tak ada suara apapun tak ada cahaya apapun...lalu berpindah ruangan lagi.....aku bisa merasakan suara langkah langkah kaki yang semakin menjauh.......
MANROBBUKAAA!!!!! ....AAARRGHH!!!!!!!ampuuun
kulit2 ku terkelupas dengan segala hukuman yang aku dapat ketika aku bangun..aku di vonis harus tinggal di neraka yang tak pernah kupikirkan sebelumnya aku akan disana..aku berteriak, minta ampun, menyesal sejadi-jadinya..tapi percuma, tak ada gunanya lagi menyesal saat ini..andai saja aku rajin solat, mungkin akan berbeda nasib ku sekarang
Allah maha adil, aku hanya harus menerima apa yang aku kerjakan sekarang..sakit, sangat sakit, aku hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya, meminta ampun tiada henti, berharap bisa kembali lagi ke dunia dan mengulang semua apa yang sudah pernah aku lewati
aku khilaf ya Allah, aku terlalu khilaf, ijinkan aku kembali ke dunia untuk membalas semua kesalahanku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar