1. GAJI pemain sinetron bisa mencapai puluhan juta padahal tak jarang
adegan filmnya mempertontonankan pergaulan bebas, tawuran,
bunuh-membunuh [terutama fim remaja] sedangkan gaji guru masih ada yang
tidak lebih dari satu juta rupiah, padahal ilmu yang diajarkannya jelas
bermanfaat seumur hidup.
2. Orang tua sering merasa bangga
anaknya mampu juara kelas, padahal baca Al-Qur’an saja tidak becus.
Harusnya anak-anak itu setidaknya bisa mengkhatamkan Al-Qur’an baru bisa
disebut juara, dan masalah nilai
akademis Insya Allah akan baik, karena dasar ilmu agama itu akan
menjadikan karakternya kuat untuk mengejar ilmu pengetahuan setelah
membaca ayat-ayat Allah yang menegaskan keutamaan menuntut ilmu.
3. Kita lebih kasihan melihat pengemis di pinggir jalan lalu sedekah
seribu/ dua ribu padahal bisa jadi ‘mengemis itu profesi yang gajinya
melebihi pegawai negeri’. Jika ingin sedekah, mengapa tidak kita
masukkan saja ke kotak amal tempat ibadah, atau kita tabung lalu saat
uang cukup banyak kita belikan kitab suci dan kita hibahkan, Insya Allah
itu akan jauh lebih bermanfaat untuk memperdalam ketakwaan pada Allah,
semoga pahalanya mengalir baik untuk siapapun yang membaca kitab suci
tersebut maupun untuk kita sendiri.
4. Seorang anak hanya karena nilai salah satu mata pelajaran rendah di saat ulangan sampai dipukul, padahal bisa jadi nilai mata pelajaran yang lain bagus. Justru orang tua harus paham kelebihan anaknya pada mata pelajaran apa sehingga ke depannya tahu harus dimotivasi kuliah jurusan apa, bukan malah dipaksakan untuk matian-matian pada satu jenis mata pelajaran hingga bisa jadi mata pelajaran lain terabaikan.
5. Banyak yang berpikir malunya jika menguliahkan anaknya di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hanya karena kita berada di Negara Indonesia. Padahal, justru karena kita berada di negara Indonesia maka lapangan kerja dari jurusan tersebut terbuka lebar, terutama untuk guru sebab otomatis mata pelajaran tersebut tidak akan pernah dihapus. Lalu profesi lain bisa menjadi penulis, penyunting buku, usaha penerbitan, penulis skenario, dosen/praktisi bahasa, reporter/wartawan, pembuat kata-kata bijak/menarik untuk tampilan baju, dan lain-lain.
6. Beli kosmetik berharga ratusan ribu berasa murah, sedangkan beli buku yang jelas manfaatnya seumur hidup dan tak lebih dari lima puluh ribu dikatakan mahal. Hidup tanpa gadget [handphone] serasa dunia hampa, sedangkan hidup tanpa baca Al-Qur’an seolah biasa. Traktir pacar hingga ratusan ribu dianggap kewajaran, sedangkan membelikan oleh-oleh untuk saudara/orang tua dianggap berlebihan.
7. Dipuji ibu dengan ujaran “Anakku, cantik/tampan” cuma dianggap “Wajar namanya ibu sendiri, udah basi”, giliran pacar yang bukan mukhrim yang memuji “Langsung tak tidur semalaman karena terbayang-bayang, seolah tak pernah mendengar pujian itu seumur hidupnya.”
4. Seorang anak hanya karena nilai salah satu mata pelajaran rendah di saat ulangan sampai dipukul, padahal bisa jadi nilai mata pelajaran yang lain bagus. Justru orang tua harus paham kelebihan anaknya pada mata pelajaran apa sehingga ke depannya tahu harus dimotivasi kuliah jurusan apa, bukan malah dipaksakan untuk matian-matian pada satu jenis mata pelajaran hingga bisa jadi mata pelajaran lain terabaikan.
5. Banyak yang berpikir malunya jika menguliahkan anaknya di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hanya karena kita berada di Negara Indonesia. Padahal, justru karena kita berada di negara Indonesia maka lapangan kerja dari jurusan tersebut terbuka lebar, terutama untuk guru sebab otomatis mata pelajaran tersebut tidak akan pernah dihapus. Lalu profesi lain bisa menjadi penulis, penyunting buku, usaha penerbitan, penulis skenario, dosen/praktisi bahasa, reporter/wartawan, pembuat kata-kata bijak/menarik untuk tampilan baju, dan lain-lain.
6. Beli kosmetik berharga ratusan ribu berasa murah, sedangkan beli buku yang jelas manfaatnya seumur hidup dan tak lebih dari lima puluh ribu dikatakan mahal. Hidup tanpa gadget [handphone] serasa dunia hampa, sedangkan hidup tanpa baca Al-Qur’an seolah biasa. Traktir pacar hingga ratusan ribu dianggap kewajaran, sedangkan membelikan oleh-oleh untuk saudara/orang tua dianggap berlebihan.
7. Dipuji ibu dengan ujaran “Anakku, cantik/tampan” cuma dianggap “Wajar namanya ibu sendiri, udah basi”, giliran pacar yang bukan mukhrim yang memuji “Langsung tak tidur semalaman karena terbayang-bayang, seolah tak pernah mendengar pujian itu seumur hidupnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar