Oleh: Ina Salma Febriani
Ilustrasi
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah
mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan
kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang
hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.”
(QS Ibrahim: 31).
Sejatinya, hidup adalah menanti. Menanti
giliran kapan kita kembali kehadirat Illahi Rabbi. Penantian panjang
menuju hari akhir memerlukan perbekalan dengan sungguh-sungguh, tidak
sekedar main-main.
Sebab, siapa yang menjadikan hidup ini sebagai
senda gurau dan permainan, tanpa perbekalan berarti—maka Allah pun akan
melupakannya di hari yang sangat berat bagi seluruh makhluk.
“Yaitu
orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda
gurau, kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini,
Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka
dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat
Kami.” (QS Al-A’raf: 51).
Di hari kiamat nanti, kita akan
bertemu dengan-Nya dalam keadaan yang berbeda-beda, sesuai dengan amal
ibadah kita. Ada yang wajahnya putih bersinar, ada pula yang wajahnya
hitam legam.
Selain itu, Allah juga akan berhujjah kepada
beberapa golongan manusia. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Pada hari
kiamat nanti, Allah SWT akan berhujjah dengan empat orang terhadap empat
golongan manusia yang lain, yaitu: Pertama, Allah berhujjah kepada
orang-orang kaya dengan Sulaiman bin Daud. Kedua, Allah berhujjah kepada
para hamba sahaya dengan Nabi Yusuf AS. Ketiga, Allah berhujjah kepada
orang-orang sakit dengan Nabi Ayyub AS. Keempat, Allah berhujjah kepada
orang-orang fakir dengan Nabi Isa AS.”
Maksud hadits di atas,
menurut Syekh Nawawi dalam “Nashaih Ibad”, bahwa Allah SWT akan bertanya
kepada orang-orang kaya yang terlena dengan kekayaannya dan enggan
beribadah, “Mengapa kalian tidak beribadah?”
Kika mereka
menjawab, “Karena kami sibuk mengurus harta benda kami,” maka Allah
berfirman, “Siapakah yang lebih besar kerajaannya dan siapakah yang
lebih banyak kekayaannya daripada Sulaiman AS? Tapi mengapa ia tetap
tekun beribadah?”
Kepada para hamba sahaya, Allah akan bertanya,
“Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami
sibuk melayani majikan-majikan kami,” maka Allah pun berfirman,
“Hambaku, Yusuf , adalah seorang budak di bawah perintah raja Mesir dan
istrinya, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”
Kepada mereka
yang diuji dengan sakit, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak
beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami tertimpa sakit,” maka
Allah berfirman, “Hambaku, Ayyub, adalah orang yang menderita sakit
parah, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”
Kepada mereka
yang diuji dengan kefakiran, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak
beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami sibuk mencari sesuap
nasi,” maka Allah berfirman, “Hambaku, Isa, adalah orang yang terfakir
di dunia, dia tidak memiliki kekayaan dunia sedikit pun. Dia tidak
memiliki rumah, harta, maupun istri. Tapi mengapa ia tetap tekun
beribadah?”
Demikianlah, Allah memberikan perumpamaan dari empat
golongan manusia di atas, dengan kesalehan para Nabiyullah. Mereka yang
tetap konsisten menjaga kualitas ibadah dalam kondisi apa pun, maka
baginya kenikmatan yang tiada putusnya.
“Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap
mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka
diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada
istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah:
25).
Sumber: http://www.republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar