Oleh: A Riawan Amin
Ilustrasi
“Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.” (QS [96]: 1-3).
Setiap saat kita membaca banyak hal. Yang tertulis maupun yang
tersirat. Dari membaca berita sampai membaca apa yang terjadi pada
lingkungan kita. Namun, sering kita lupa membaca dan menyimak apa-apa
yang berlangsung di dalam diri kita.
Manusia diciptakan dari
segumpal darah ('alaq) dan di dalam dadanya ada segumpal daging
(mudghah). Kata Nabi SAW, bila segumpal daging itu baik maka baik diri
keseluruhannya. Namun, bila segumpal daging itu buruk, buruk diri
keseluruhannya. Itulah yang dinamakan hati.
Karenanya, bacalah
setiap saat kondisi hati kita. Sedang was-waskah dia? Sedang gelisahkah
dia? Sedang takutkah dia? Sedang dengkikah dia? Iqra, iqra, iqra!
Seperti penggalan lagu religi bertajuk “Jagalah Hati”: jagalah hati
jangan kau nodai, jagalah hati pelita hidup ini.
Kita tidak
mungkin menjaga sesuatu yang tidak kita sadari keberadaannya. Karena
itu, bacalah hati setiap saat, agar kita sadar akan keberadaan dan
aktivitasnya. Karena kondisi hati yang baik membuat diri menjadi baik
keseluruhannya.
Jika hati kita terasa bersih, bersyukurlah.
Sebaliknya, jika hati sedang terasa buruk, akuilah sebagai amanah,
akuilah sebagai ujian, akuilah bahwa perasaan negatif hanyalah ilusi.
Semata-mata kita yang membuatnya. Karena tidak selayaknya makhluk Allah
yang sempurna ini (“sempurna” dalam skala dunia) mempunyai jiwa yang
tidak sempurna.
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya (QS [95]: 4), dan meniupkan ruh-Nya yang mulia kepada
nenek moyang kita Adam, sehingga bersujudlah seluruh alam semesta kepada
Adam. Jika bersih hati kita, itulah fitrah. Jika kotor hati kita
berarti ada dusta sedang berlangsung.
Kita sedang tidak menjadi
diri sejati kita. Dan, harus ada ikhtiar yang kita lakukan untuk
mengembalikannya kepada fitrahnya. Dengan zikrullah, dengan
berulang-ulang meyakinkan diri bahwa perasaan-perasaan kita-baik yang
nyaman maupun tak nyaman, semuanya adalah amanah sekaligus ujian. Dan,
bahwa kalau tak nyaman berarti kita sedang tak sesuai fitrah.
Maka,
perlahan-lahan tapi pasti, kita sedang meninggikan ruh kita yang mulia
di atas perasaan-perasaan kita. Dan, meninggikan kehendak Allah di atas
keinginan-keinginan kita. Jika tidak, alih-alih menjadi ciptaan paling
mulia, kita justru jatuh kepada derajat binatang ternak. (QS [25]:
43-44). “Sungguh berbahagia orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan
sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS [91]: 9-10).
Jika kita
terus-menerus membaca hati kita dan membersihkannya, insya Allah kita
akan sampai pada derajat jiwa yang muthmainnah dan kelak kembali
menghadap Allah dalam keadaan puas dan diridai-Nya. “Wahai jiwa yang
tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya,
maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam
surga-Ku.” (QS [89]: 27-30). Bacalah alam semesta, bacalah segala yang
baik-baik. Agar mulia, jangan pernah lupa setiap waktu, bacalah hati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar