REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baitullah (rumah Allah) adalah satu-satunya
tempat di dunia yang paling banyak dikunjungi manusia sepanjang masa. Ia
akan terus-menerus dikunjungi manusia hingga hari kiamat. Baitullah
berada di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Baitullah adalah kiblat seluruh umat Islam saat mereka shalat. Selain itu, Baitullah adalah lokasi tawaf (mathaf) jamaah haji, jamaah umrah, dan seluruh umat Islam yang beruntung mendapat kesempatan berada di Masjidil Haram.
Baitullah adalah kiblat seluruh umat Islam saat mereka shalat. Selain itu, Baitullah adalah lokasi tawaf (mathaf) jamaah haji, jamaah umrah, dan seluruh umat Islam yang beruntung mendapat kesempatan berada di Masjidil Haram.
Magnet
atau daya tarik Baitullah sangat luar biasa. Seluruh umat Islam dengan
segala daya yang mereka miliki bertekad untuk mengunjunginya minimal
sekali dalam seumur hidupnya. Demi berkunjung ke Baitullah, mereka rela
mempertaruhkan segalanya.
Alkisah, Sufyan bin Sa'id bin Masruq bin Habib bin Raf'i bin Abdillah akrab disapa Sufyan ats- Tsauri, suatu ketika ingin menunaikan haji ke Baitullah. Namun, dia tak memiliki dana sama sekali. Sekonyong-konyong dia mendatangi pemilik unta.
"Saya bersedia membantumu menggembalakan unta walaupun sama sekali tidak dibayar. Bagi saya, yang penting diizinkan ikut kafilahmu pergi ke Makkah,'' kata Sufyan. Namun, pemilik unta tersebut menolak dengan alasan ihwal menggembalakan untanya sudah ada yang menangani.
Sufyan tak putus asa. Dia pun menerima tawaran menjadi pembuat roti untuk bekal kafilah unta yang akan bepergian ke Makkah. Namun, karena tidak memiliki keahlian yang memadai, dia secara tak sengaja menyebabkan roti yang dipanggangnya gosong. Akibatnya, dia pernah didamprat habis-habisan.
Kisah lain datang dari Yaman. Adalah Muhammad Ali al-Mirfa (75 tahun) memutuskan pergi ke Baitullah dengan berjalan kaki. Dia rela menempuh perjalanan spiritual yang begitu jauh selama hampir tiga bulan terus-menerus.
Bagi Muhammad yang memiliki dua belas anak itu, kemiskinan tidak membuatnya patah semangat. Dia terus berusaha untuk pergi ke Baitullah. Akan tetapi, karena ongkos untuk pergi ke Makkah menggunakan kendaraan termasuk mahal, akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kaki. Dengan usianya yang tidak muda lagi itu, dia menerjang dinginnya malam dan panasnya siang. Bahkan, ia tidak sempat memikirkan bagaimana akan tinggal di Makkah, Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Kisah lain datang dari Suriah. Adalah Muhammad Husein, pria paruh baya yang kehilangan istri, lima anaknya, dan semua hartanya akibat "hujan" bom itu tak kuasa membendung hasratnya pergi ke Baitullah. Maka, dia pun pada akhirnya berhasil datang di rumah Allah dengan segala keterbatasannya.
Kisah senada belakangan ini datang silih berganti dari Tanah Air. Banyak dari saudarasaudara kita yang pergi haji setelah menabung selama puluhan tahun. Salah seorang jamaah Indonesia dikabarkan menabung lebih dahulu selama 40 tahun!
Berdasar pada kisah-kisah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa langkah menuju Baitullah itu selalu terbuka.
Alkisah, Sufyan bin Sa'id bin Masruq bin Habib bin Raf'i bin Abdillah akrab disapa Sufyan ats- Tsauri, suatu ketika ingin menunaikan haji ke Baitullah. Namun, dia tak memiliki dana sama sekali. Sekonyong-konyong dia mendatangi pemilik unta.
"Saya bersedia membantumu menggembalakan unta walaupun sama sekali tidak dibayar. Bagi saya, yang penting diizinkan ikut kafilahmu pergi ke Makkah,'' kata Sufyan. Namun, pemilik unta tersebut menolak dengan alasan ihwal menggembalakan untanya sudah ada yang menangani.
Sufyan tak putus asa. Dia pun menerima tawaran menjadi pembuat roti untuk bekal kafilah unta yang akan bepergian ke Makkah. Namun, karena tidak memiliki keahlian yang memadai, dia secara tak sengaja menyebabkan roti yang dipanggangnya gosong. Akibatnya, dia pernah didamprat habis-habisan.
Kisah lain datang dari Yaman. Adalah Muhammad Ali al-Mirfa (75 tahun) memutuskan pergi ke Baitullah dengan berjalan kaki. Dia rela menempuh perjalanan spiritual yang begitu jauh selama hampir tiga bulan terus-menerus.
Bagi Muhammad yang memiliki dua belas anak itu, kemiskinan tidak membuatnya patah semangat. Dia terus berusaha untuk pergi ke Baitullah. Akan tetapi, karena ongkos untuk pergi ke Makkah menggunakan kendaraan termasuk mahal, akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kaki. Dengan usianya yang tidak muda lagi itu, dia menerjang dinginnya malam dan panasnya siang. Bahkan, ia tidak sempat memikirkan bagaimana akan tinggal di Makkah, Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Kisah lain datang dari Suriah. Adalah Muhammad Husein, pria paruh baya yang kehilangan istri, lima anaknya, dan semua hartanya akibat "hujan" bom itu tak kuasa membendung hasratnya pergi ke Baitullah. Maka, dia pun pada akhirnya berhasil datang di rumah Allah dengan segala keterbatasannya.
Kisah senada belakangan ini datang silih berganti dari Tanah Air. Banyak dari saudarasaudara kita yang pergi haji setelah menabung selama puluhan tahun. Salah seorang jamaah Indonesia dikabarkan menabung lebih dahulu selama 40 tahun!
Berdasar pada kisah-kisah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa langkah menuju Baitullah itu selalu terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar