Kebesaran Byzantium tak hanya mewariskan
Hagia Sofia (Ayasofia) kepada Istanbul. Namun juga berbagai bangunan
yang menembus milenium.
Berpuluh abad berada dalam genggaman dua
peradaban dunia menyebabkan Istanbul jadi kota bersejarah menarik.
Kontur kota berbukit-bukit. Penuh oleh pemukiman penduduk, perkantoran
dan daerah belanja. Menara-menara masjid menyembul di antaranya.
Menghiasi panorama kota.
Kota Konstatinopel,
ibukota Byzantium, terletak antara teluk kecil Golden Horn dan Laut
Marmara. Di wilayah Eropa Istanbul masa kini. Bagian di mana sebagian
besar peninggalan Dinasti Utsmaniyyah juga bisa ditemukan hingga kini.
Byzanz adalah cikal bakal Kota
Konstantinopel sekaligus Kekaisaran Byzantium. Awalnya adalah sebuah
desa nelayan kecil di ujung daratan Serail. Byzanz berkembang pesat
setelah dikuasai oleh Romawi Kuno. Menamainya Augusta Antonina, Kaisar
Septimius Severus mulai membangun tembok sekeliling kota, gerbang kota
dan Hippodrom. Kaisar Roma Konstantin kemudian menjadikan Augusta
Antonina sebagai ibukota Kekaisaran Romawi tahun 330 masehi. Sejarah
penting yang menjadikan Konstantinopel menjadi negara utama di Eurasia
kala itu.
Ayasofia
Ayasofia, salah satu lambang kota
Istanbul, terletak berhadapan dengan Masjid Sultanahmet di pusat koat
berpenduduk sekitar 13 juta jiwa ini. Sebuah taman memisahkan keduanya.
Daerah ini selalu ramai. Baik oleh para turis maupun penduduk lokal.
Pedagang makanan kaki lima menggelar dagangan dari pagi hingga malam
tiba. Antrian panjang selalu terjadi di depan gerbang masuk Ayasofia.
Satu antrian panjang menjelang penjualan tiket. Satu antrian panjang di
depan gerbang masuk.
Dari luar, bentuk Ayasofia terlihat tak
umum. Sebuah konstruksi gigantis berkubah dengan tembok warna merah.
Sekelilingnya berdiri empat menara. Satu dari batu bata merah, lainnya
dari batu kapur putih. Gereja ini berubah fungsi menjadi sebuah masjid
setelah Turki Utsmani menguasai tahun 1453. Pemimpin Turki modern,
Ataturk, menjadikannya museum tahun 1934.
Di dekat gerbang masuk, berdiri sebuah
masjid dan kompleks makam keluarga sultan. Tepat di depan pintu gereja,
ada galian bekas Hagia Sofia yang dibangun kaisar Theodosius. Masuk ke
dalam, jangan kaget kalau suasananya hampir selalu ramai. Di dalam,
temaram akan menyambut setiap pengunjung. Penerangannya dari lampu-lampu
gantung bersinar kuning. Koridor lebar dengan kubah-kubah mini berhias lukisan warna keemasan berada di depan ruangan utama gereja.
Jika bagian luar terlihat ‚aneh‘,
interior Aya Sofia dengan kubah luar biasa megahnya adalah keindahan
tiada tara. Arsitek Anthemius of Tralles dan Isidore of Miletus dari
Yunani membuat satu maha karya tak tertandingi. Satu ruangan luas
berhias sekira 30 juta mozaik keemasan. Kubah berdiamater 30 meter
dibangun bagai tanpa penopang. Kubah tersebut terdiri 40 rusuk terbuat
dari bata berongga. Bertumpu pada empat pilar besar yang tersembunyi di
bagian dalam dinding. Satu milenium kemudian, arsitek Sinan mencontoh
system ini dalam membangun Masjid Suleymaniye.
Lantai dan sebagian tembok dalam terbuat
dari batuan keramik. Dinding bagian atas dan kubah-kubah berhias aneka
lukisan dan kaligrafi. Pengunjung hanya diperbolehkan masuk hingga
bagian tertentu. Di ujung gereja, di bawah lukisan Madonna dan seorang
anak, daerah dimana mihrab dan mimbar ditambahkan ketika zaman Turki
Utsmani, tertutup untuk umum. Ia dibatasi tali dan dijaga oleh seorang
petugas.
Kembali koridor, gunakan pintu gerbang
sebelah kanan untuk naik menuju galeri atas. Bukan tangga kita temukan,
melainkan jalanan batu alam mengular tanpa ventilasi. Di bagian
dalamnya, ada pintu khusus menuju ruang mozaik. Menggambarkan Perawan
Maria, Jesus, para santa atau para kaisar. Pengunjung tak diperbolehkan
memotret dengan blitz. Sebagian mozaik sudah tak utuh.
Museum Mozaik
Masuk ke Bazar Arasta di belakang Masjid
Sultanahmet, akan kita temukan museum bersejarah kecil. Kumpulan mozaik
di bawah tanah ini ditemukan pertengahan tahun 1950-an oleh para
arkeolog. Ia diperkirakan dipasang di lantai bekas istana kekaisaran.
Aslinya kira-kira 3500 – 4000 meter persegi. Sisa seluas 250 meter
persegi adalah yang terbesar yang pernah ditemukan. Tangga-tangga khusus
dibangun agar pengunjung dapat menikmati sisa-sisa mozaik di lantai
maupun dinding.
Sisa mozaik itu menggambarkan para
penggembala, bermacam binatang, kisah perburuan dan mitologi. Memotret
dengan blitz juga tak diperbolehkan. Dikhawatirkan bisa merusak mozaik.
Hippodrom
Sekira seribu tahun lamanya Hippodrom
menjadi nadi kehidupan Byzantium. Plus 400 tahun kekhalifahan Turki
Utsmani. Sampai kini masih jadi pusat keramaian penduduk lokal.
Berkumpulnya massa dalam jumlah besar di Hippodrom di masa lampau,
artinya sesuatu dramatis sedang dan akan terjadi. Bahkan bisa
menyebabkan jatuhnya seorang kaisar atau sultan.
Sisa-sisa Hippodrom tinggal sedikit
saja. Sekarang ia menjadi tempat terbuka luas di sebelah Masjid
Sultanahmet. Tiga monumen berasal dari zaman Byzantium. Semunya berpagar
besi. Paling selatan sebuah obelisk bertutup bata yang direnovasi pada
masa pemerintahan Konstantin VII. Porphyrogennetos (memerintah tahun
913-959). Di tengah berdiri satu kolom aneh berbentuk ulir hijau, muncul
dari satu lubang di tanah. Paling utara dekat pintu masuk tengah
masjid, adalah obelisk paling cantik di antara ketiganya, Obelisk
Theodosius. Dipahat dari batu granit sekitar tahun 1450 sebelum masehi
di Mesir. Kaisar Theodosius memindahkannya ke Konstantinopel tahun 390
masehi. Pahatan gambar-gambar dari Mesir kuno masih terlihat sangat
bagus.
Ayasofia Kecil
Kaisar Justinian dan Theodora membangun
gereja kecil ini sebelum Ayasofia, antara tahun 527-536. Lokasinya di
ujung Jalan Kucuk Aya Sofia. Dekat deretan tembok Byzantium di tepi Laut
Marmara. Sekarang berfungsi sebagai masjid. Masuknya pun tak dipungut
bayaran. Hanya memberikan sedikit uang kepada Bapak tua penjaganya. Tak
banyak turis datang kemari. Dari luar pun terlihat sederhana. Beberapa
kuburan berada di salah satu sisi luar. Sebuah kedai teh dan beberapa
toko cinderamata bisa kita temukan di dalam kompleks.
Denah konstruksi ini unik, berbentuk
segi delapan dengan kubah istimewa. Konon, seperti Aya Sofia dahulu
bagian dalamnya terbuat dari mozaik warna keemasan. Sekarang didominasi
kaligrafi dan warna terang. Pilar-pilarnya terbuat dari marmer hijau dan
putih masih berdiri gagah.
Museum Chora
Lokasinya tak jauh dari Tembok
Theodosius. Dekat dengan masjid megah, Mihrimah Sultan. Daerah ini
didominasi oleh pemukiman penduduk. Namun di sekitar museum tampak ramai
oleh rumah makan dan penjual cinderamata.
Pembangunan gereja sakral ini tak
diketahui jelas. Diperkirakan mulai abad 4 hingga masa Justinian.
Setelah berkali rusak akibat gempa, filsuf dan pajabat teras Byzantium
Theodoros Metochites mendirikannya kembali. Menghiasinya dengan aneka
fresco dan mozaik cantik. Ketika sempat menjadi masjid, mereka tak
merusak mozaik. Hanya mengecat permukaannya. Sekarang tempat ini
dipenuhi peziarah Kristiani, terutama dari Italia dan Perancis. Sebagian
besar adegan dalam fresco dinding maupun kubah menggambarkan Jesus dan
Maria.
Yerebatan Sarnici
Dengan puluhan ribu penduduk,
Konstantinopel adalah sebuah kota metropolitan di zamannya. Kebutuhan
air penduduk besar. Mereka membangun banyak reservoir. Salah satunya
adalah Yerebatan Sarnici, tak jauh dari Ayasofia. Menuruni tangga kecil
ke bawah tanah, kita akan disambut ruangan sangat luas berukuran 140×65
m. Lampunya temaram. Reservoir ini bisa menampung 80 ribu meter kubik
air. Ia tak lagi difungsikan ketika para sultan memerintah.
Melalui tangga kayu, kita akan disuguhi
336 pilar setelah melewati dua kepala Medusa. Pilar-pilar yang sukses
menahan konstruksi gigantis ini agar tak runtuh selama lebih dari satu
milenium.
Tembok Theodosius
Melintang sepanjang hampir 6 km antara
Golden Horn dan Laut Marmara, Tembok Theodosius melindungi
Konstantinopel nyaris seribu tahun. Sebagian sudah tinggal puing atau
dihancurkan untuk jalan raya. Sebagian lagi dikontruksi ulang.
Dibuat sebagai pertahanan, tembok
pelindung ini mengecilkan semangat musuh. Sebelum menembusnya, para
penyerang kota harus melalui 15-20 m galian yang bisa diisi air.
Dasarnya dilengkapi dengan tameng. Dibelakangnya berdiri tembok pertama,
memiliki menara tiap 100 m. Sebelum mencapai tembok utama setebal 5 m
setinggi 11-13 m. Bagian luar tembok sekarang ditimbun dan dijadikan
taman-taman kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar