Rabu, 15 Oktober 2014

Utsmaniyah Sulap Sarajevo Jadi Yerusalem di Eropa

Masjid Careva Džamija, Sarajevo
Masjid Careva Džamija, Sarajevo

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sebelum menjadi negara modern seperti sekarang, Bosnia-Herzegovina kerap menjadi sasaran ekspansi penguasa di sekitarnya. Mulai dari Romawi hingga terakhir Kekalifahan Ustmani. Melalui masa penaklukan itu, bertemu perpaduan kebudayaan besar yang terimplementasi pada ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, seni, arsitektur dan peradaban.

Coba tengok ibu kota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo. Secara bahasa, Sarajevo yang berasal dari kata Sary Ovasi (Bahasa Turki)  memiliki arti dataran sekitar istana. Nama itu diberikan lantaran kota ini memiliki kontur dan lansekap yang begitu indah. Keindahan kota Sarajevo diawali dengan aliran air Sungai Miljacka.

Pada masa Ustmaniya berkuasa, sejumlah saluran air dibangun dari sungai ini guna memasok rumah pribadi dan bangunan milik publik. Sistem air ini dibangun pada masa Isa Beg Isakovic yang selanjutnya disempurnakan oleh Gazi Husrev Beg (1521-1541). Sistem air ini memiliki panjang 7 kilometer dan menyebar. Dari sistem inilah, pemerintahan Bosnia Herzegvonia mengembangkannya sehingga menjadi satu sistem pemasok air modern.

Selain saluran air dibangun sejumlah simbol kekuasaan Ustmaniyah, yakni Careva Dzamija (Masjid Tsar), Tekke (Pondok dan sekolah darwis), Musafirhana (penginapan untuk wisatawan), Hamam (Pemandian khas Turki), jembatan, Istana (Saray), dan pengadilan gubernur. Ketika wilayah ini direbut oleh Kekaisaran Austria-Hungaria, banguna-bangunan tersebut dihancurkan. Namun, akhirnya dibangun kembali hingga berdiri tegak seperti sekarang, salah satunya Masjid Tsar yang memiliki kubah diatas area shalat dan tiga kubah kecil mengapitnya. Pembangunan masjid ini atas perintah Sultan Sulejman Velicanstveni pada tahun 1566.

Setelah Ustmaniyah dibubarkan, Bosnia-Herzegovina berada dalam kekuasaan Serbia. Pada masa itulah, rakyat Bosnia menghadapi sejarah kelam yang mungkin sulit terlupakan. Umat Muslim menjadi korban genosida Serbia. Kini, rasa sakit itu mulai berkurang. Umat Islam di sana mulai kembali menikmati warisan peradaban yang kaya. Dimana umat Islam mulai mempromosikan nilai-nilai keberagaman guna menghindari masa lalu yang kelam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar