REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah salah satu tonggak sejarah dalam perjalanan Rasulullah SAW mengemban amanah dakwah. Pendakwah yang juga Presiden Nusantara Foundation Ustaz Imam Shamsi Ali mengatakan peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa dilepaskan dari konteks situasi yang mengelilinginya Rasulullah SAW.
Berbagai tantangan dan cobaan silih berganti menimpa Rasulullah SAW. Baru saja boikot bani Hasyim berakhir, Rasulullah SAW kehilangan dua orang yang dicintainya.
Khadijah sang istri tercinta dan pamannya Abu Thalib wafat. Setelah itu, baru saja rasul kembali dari misi dakwah ke Thaif yang ternyata berakhir dengan resistensi yang menyedihkan.
Karena itu, masa-masa itu disebut s‘aamul huzni atau tahun kesedihan. Dalam kondisi itu Allah memperjalankannya (Isra’) dan menaikkannya (Mi’raj) ke tingkat tertinggi (Sidratul Muntaha).
"Peristiwa Isra’ Mi’raj benar-benar menggambarkan kekuasaan dan otoritas Ilahi. Nabi Muhammad dalam semua konteks perjalanan ini adalah obyek dalam genggaman Dia Yang Maha mendengar lagi Maha melihat. Dan karenanya ayat tentang Isra dan Mi’raj juga dimulai dengan pernyataan tegas: “Subhana”. Sebuah penegasan akan kemahasempurnaan Allah dalam kuasa dan otoritasnya," kata Ustaz Shamsi Ali dalam pesan singkatnya yang diterima Republika.co.id pada Sabtu (18/2/2023).
Ustaz Shamsi Ali mengatakan semua yang terjadi dalam peristiwa itu merujuk kepada kuasa Allah. Bahwa Allah SWT yang memperjalankan (asraa) hambaNya. Ustaz Shamsi mengatakan kata hamba (‘abd) selain memang panggilan mulia bagi seorang Mukmin, juga menunjukkan penghambaan mutlak dari seorang hamba yang “laa haula wa laa quwwata illa billah” (tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah).
Bahkan sekeliling peristiwa Isra’ dan Mi’raj sekalipun menurutnya semuanya berada dalam genggaman karunia (keberkahan) Allah (barakna haulah). Ia mengatakan Yerusalem dengan kuasaNya menjadi identik dengan keberkahanNya. Selain memang menjadi kawasan tersubur di antara semua kawasan Timur Tengah (keberkahan bumi). Juga memang diselimuti oleh keberkahan langit dengan dijadikannya tempat bagi mayoritas Rasul dan Nabi.
Menurut Ustaz Shamsi, hikmah dari Isra'Mi'raj adalah bahwa Allah dalam memberikan pertolongan kepada hambaNya justru dengan caraNya yang unik dan sering di luar tangkapan nalar manusia. Ia menjelaskan memperjalankan merupakan simbolisasi dari menggerakkan (tahriik) dan mengubah (taghyiir) dari situasi stagnasi yang menyulitkan ke situasi pergerakan dan perubahan (dinamika) yang memudahkan dan menyenangkan.
Pergerakan dan perubahan itulah yang kemudian akhirnya membawa ke arah ketinggian (kemenangan dan kesuksesan) yang membahagiakan. Mi’raj adalah gambaran pendakian menuju kepada maqaam (tempat) kesuksesan tertinggi.
"Akhirnya Isra Mi’raj berakhir dengan karunia besar dari Allah berupa sholat. Sebuah perintah terpenting dalam Islam sebagai rukun agama. Sekaligus menjadi hadiah terbesar bagi Umat untuk melakukan perjalanan (isra’) menuju kepada ketinggian (mi’raj). Sholat memang ditetapkan sebagai jalan kemenangan yang diikrarkan dengan adzan: hayya alas sholah, hayya alal falah. Maka sholat adalah Mi’rajnya orang beriman," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar