REPUBLIKA.CO.ID, -- Sistem pertanian Muslim di Spanyol dinilai
sebagai yang paling kompleks, ilmiah, dan sempurna yang pernah dibuat
oleh manusia.
Peradaban Islam memberikan kontribusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, pendidikan, seni, tak terkecuali bidang pertanian. Di Spanyol, kontribusi Islam dalam bidang pertanian sangat jelas terlihat.
Sejumlah ilmuwan dan sejarawan Barat seperti Baron Carra de Vaux, FB Artz, dan SP Scott mengakui kontribusi umat Islam tersebut.
Mereka menyebutkan, pada awal abad ke-9, negeri-negeri Muslim menerapkan sistem pertanian yang maju. Bahkan, pertanian telah menjadi urat nadi perekonomian di kota-kota besar Islam di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol.
Di kawasan-kawasan itu, sistem pertanian sudah cukup canggih. Ada sejumlah teknik pengolahan tanah, sistem irigasi, pemuliaan tanaman dan ternak, serta cara-cara mengatasi hama dan penyakit tanaman.
Pada masa itu, para petani Muslim telah mengembangkan peternakan domba, kuda, serta perkebunan buah-buahan dan sayuran.Peradaban Islam memberikan kontribusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, pendidikan, seni, tak terkecuali bidang pertanian. Di Spanyol, kontribusi Islam dalam bidang pertanian sangat jelas terlihat.
Sejumlah ilmuwan dan sejarawan Barat seperti Baron Carra de Vaux, FB Artz, dan SP Scott mengakui kontribusi umat Islam tersebut.
Mereka menyebutkan, pada awal abad ke-9, negeri-negeri Muslim menerapkan sistem pertanian yang maju. Bahkan, pertanian telah menjadi urat nadi perekonomian di kota-kota besar Islam di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol.
Di kawasan-kawasan itu, sistem pertanian sudah cukup canggih. Ada sejumlah teknik pengolahan tanah, sistem irigasi, pemuliaan tanaman dan ternak, serta cara-cara mengatasi hama dan penyakit tanaman.
Mereka menanam jeruk, tebu, kapas, bakung, persik, plum, tulip, mawar, anggrek-melati, dan tanaman hortikultura lainnya.
Pada masa itu, menurut Vaux, umat Islam membawa beberapa jenis tanaman dan hewan dari Timur Tengah ke Spanyol. Kapas dan tebu adalah tanaman penting yang diperkenalkan dan dikembangkan umat Islam di Spanyol.
Alhasil, pada akhir abad ke-11, sudah terdapat perkebunan kapas di Andalusia. Begitu pesatnya perkebunan kapas itu hingga Andalusia menjelma menjadi wilayah penghasil kapas ternama dan mengekspor komoditas itu ke berbagai wilayah.
Tak hanya menguasai teknik pengolahan tanah, pemupukan, penyuburan tanah, dan cara membasmi hama tanaman, kaum Muslim juga sudah mampu mengubah wilayah yang kering dan tandus menjadi kawasan subur yang bisa ditanami.
Hal ini pun terjadi di Andalusia. Di sini, para petani Muslim mengembangkan irigasi untuk menyuburkan lahan-lahan pertanian mereka.
Pada masa itu, menurut Vaux, umat Islam membawa beberapa jenis tanaman dan hewan dari Timur Tengah ke Spanyol. Kapas dan tebu adalah tanaman penting yang diperkenalkan dan dikembangkan umat Islam di Spanyol.
Alhasil, pada akhir abad ke-11, sudah terdapat perkebunan kapas di Andalusia. Begitu pesatnya perkebunan kapas itu hingga Andalusia menjelma menjadi wilayah penghasil kapas ternama dan mengekspor komoditas itu ke berbagai wilayah.
Tak hanya menguasai teknik pengolahan tanah, pemupukan, penyuburan tanah, dan cara membasmi hama tanaman, kaum Muslim juga sudah mampu mengubah wilayah yang kering dan tandus menjadi kawasan subur yang bisa ditanami.
Hal ini pun terjadi di Andalusia. Di sini, para petani Muslim mengembangkan irigasi untuk menyuburkan lahan-lahan pertanian mereka.
REPUBLIKA.CO.ID, -- Menurut pandangan Scott, sistem pertanian Muslim di
Spanyol merupakan sistem pertanian yang paling kompleks, ilmiah, dan
sempurna yang pernah dibuat oleh manusia.
Sementara cendekiawan Inggris, Joseph Mc Cabe, menceritakan, di bawah kekuasaan Islam, Andalusia menjelma menjadi daerah perkebunan yang subur.
Di Andalusia, kata dia, perkebunan besar membentang di sepanjang Sungai Guadalquivir. Terdapat sekitar 12 ribu desa di sepanjang sungai itu. Segala kesuburan itu tak pernah muncul ketika Andalusia masih berada di bawah penguasaan kaum Nasrani.
Di Andalusia, para petani Muslim menanam dan merawat sendiri perkebunan mereka. Hal ini berbeda dengan kaum Nasrani yang menyerahkan pengerjaan lahan perkebunan mereka kepada para budak
Jeruk adalah salah satu tanaman yang ditanam para petani Muslim di Andalusia. Tanaman ini tidak memerlukan banyak air, tapi dapat memperoleh hasil yang besar.
Sistem irigasi yang baik memainkan peran penting dalam menumbuhsuburkan tanaman tersebut. Selain jeruk, Muslim juga memperkenalkan tanaman irigasi lainnya ke Spanyol, yakni tebu.
Sebelum peradaban Islam masuk ke Spanyol, masyarakat setempat hanya menanam satu jenis tumbuhan di satu lahan. Namun, berkat pengaruh peradaban Islam, terjadilah kemajuan.
Tak hanya satu jenis tumbuhan, sebidang lahan kini digunakan untuk menanam beragam jenis tumbuhan. Bahkan, rotasi penanamannya pun terus meningkat.
Kaum Muslim pada masa itu juga sudah piawai di bidang persilangan dan pemuliaan tanaman. Berkat teknik persilangan yang mereka kuasai, lahirlah varietas-varietas tanaman baru dengan kualitas lebih baik.
Tak mengherankan, kota-kota besar Islam mampu memenuhi kebutuhan penduduknya akan berbagai buah-buahan dan sayuran, sesuatu yang kala itu belum dinikmati oleh masyarakat Eropa.
Sementara cendekiawan Inggris, Joseph Mc Cabe, menceritakan, di bawah kekuasaan Islam, Andalusia menjelma menjadi daerah perkebunan yang subur.
Di Andalusia, kata dia, perkebunan besar membentang di sepanjang Sungai Guadalquivir. Terdapat sekitar 12 ribu desa di sepanjang sungai itu. Segala kesuburan itu tak pernah muncul ketika Andalusia masih berada di bawah penguasaan kaum Nasrani.
Di Andalusia, para petani Muslim menanam dan merawat sendiri perkebunan mereka. Hal ini berbeda dengan kaum Nasrani yang menyerahkan pengerjaan lahan perkebunan mereka kepada para budak
Jeruk adalah salah satu tanaman yang ditanam para petani Muslim di Andalusia. Tanaman ini tidak memerlukan banyak air, tapi dapat memperoleh hasil yang besar.
Sistem irigasi yang baik memainkan peran penting dalam menumbuhsuburkan tanaman tersebut. Selain jeruk, Muslim juga memperkenalkan tanaman irigasi lainnya ke Spanyol, yakni tebu.
Sebelum peradaban Islam masuk ke Spanyol, masyarakat setempat hanya menanam satu jenis tumbuhan di satu lahan. Namun, berkat pengaruh peradaban Islam, terjadilah kemajuan.
Tak hanya satu jenis tumbuhan, sebidang lahan kini digunakan untuk menanam beragam jenis tumbuhan. Bahkan, rotasi penanamannya pun terus meningkat.
Kaum Muslim pada masa itu juga sudah piawai di bidang persilangan dan pemuliaan tanaman. Berkat teknik persilangan yang mereka kuasai, lahirlah varietas-varietas tanaman baru dengan kualitas lebih baik.
Tak mengherankan, kota-kota besar Islam mampu memenuhi kebutuhan penduduknya akan berbagai buah-buahan dan sayuran, sesuatu yang kala itu belum dinikmati oleh masyarakat Eropa.
REPUBLIKA.CO.ID, == Peradaban Islam melihat air sebagai komoditas
yang sangat berharga. Karena itu, air harus dikelola dengan aturan yang
ketat. Berlebihan dalam menggunakan air merupakan hal yang sangat
dilarang.
Berangkat dari pemikiran itu, dunia Islam mengembangkan terowongan air bawah tanah. Tujuannya untuk menghindari pemborosan dalam penggunaan air serta mencegah air hilang atau berkurang akibat penguapan.
Di Spanyol pun, manajemen air dijaga ketat. Air dialirkan dari satu kanal ke kanal lainnya, kemudian dibagi-bagi lagi ke lahan-lahan yang membutuhkan.
Kitab al-Filaha yang ditulis Abu'l Khair, ahli pertanian dari Andalusia, juga menjelaskan tentang air untuk keperluan pertanian.
Ia, misalnya, menerangkan empat cara menampung air hujan, khususnya untuk membantu proses reproduksi pohon zaitun. Ia pun menerangkan tata cara membuat irigasi.
Buku Pertanian Fenomenal
Untuk memperkuat dan mengembangkan sektor pertanian, para ilmuwan Muslim mengembangkan berbagai dasar ilmu pertanian.
Buah pemikiran tersebut kemudian dituangkan dalam sejumlah buku. Salah satu buku pertanian penting yang muncul di era keemasan Islam adalah Kitab Al-Filaha Al- Nabatiyya karya Ibn Wahsyiyya.
Adalah Ibnu Wahsiyya, insinyur pertanian Muslim asal Irak yang menulis kitab ini. Dalam buku ini, ia menjelaskan secara rinci tata cara bertani, sistem irigasi, tumbuhan, fertilisasi, persilangan tanaman, dan sejumlah hal penting lain mengenai pertanian.
Buku ini menjadi acuan bagi masyarakat Muslim untuk bertani. Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Bakar Ahmad. Buku ini juga dialihbahasakan serta diterbitkan oleh ilmuwan Jerman, Fuat Sezgin.
Buku terkemuka lainnya tentang ilmu pertanian telah diterbitkan ilmuwan Muslim di Spanyol pada abad ke-11 M dan ke-12. Buku-buku tersebut di antaranya karya Ibnu al-Hassan dan Ibnu al-Awwam.
Beberapa buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol dan Latin. Buah pemikiran sarjana Muslim itu menjadi inspirasi para sarjana pertanian di Barat.
Sepanjang abad ke-11, para ahli agronomi Muslim di Spanyol melakukan sejumlah riset dan eksperimen di sebuah taman botani di Sevilla dan Toledo.
Kebun eksperimen semacam ini merupakan hal yang baru di Eropa. Pada abad ke-16, Barat menirunya dengan membuat kebun sejenis di Italia Utara.
Berangkat dari pemikiran itu, dunia Islam mengembangkan terowongan air bawah tanah. Tujuannya untuk menghindari pemborosan dalam penggunaan air serta mencegah air hilang atau berkurang akibat penguapan.
Di Spanyol pun, manajemen air dijaga ketat. Air dialirkan dari satu kanal ke kanal lainnya, kemudian dibagi-bagi lagi ke lahan-lahan yang membutuhkan.
Kitab al-Filaha yang ditulis Abu'l Khair, ahli pertanian dari Andalusia, juga menjelaskan tentang air untuk keperluan pertanian.
Ia, misalnya, menerangkan empat cara menampung air hujan, khususnya untuk membantu proses reproduksi pohon zaitun. Ia pun menerangkan tata cara membuat irigasi.
Buku Pertanian Fenomenal
Untuk memperkuat dan mengembangkan sektor pertanian, para ilmuwan Muslim mengembangkan berbagai dasar ilmu pertanian.
Buah pemikiran tersebut kemudian dituangkan dalam sejumlah buku. Salah satu buku pertanian penting yang muncul di era keemasan Islam adalah Kitab Al-Filaha Al- Nabatiyya karya Ibn Wahsyiyya.
Adalah Ibnu Wahsiyya, insinyur pertanian Muslim asal Irak yang menulis kitab ini. Dalam buku ini, ia menjelaskan secara rinci tata cara bertani, sistem irigasi, tumbuhan, fertilisasi, persilangan tanaman, dan sejumlah hal penting lain mengenai pertanian.
Buku ini menjadi acuan bagi masyarakat Muslim untuk bertani. Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Bakar Ahmad. Buku ini juga dialihbahasakan serta diterbitkan oleh ilmuwan Jerman, Fuat Sezgin.
Buku terkemuka lainnya tentang ilmu pertanian telah diterbitkan ilmuwan Muslim di Spanyol pada abad ke-11 M dan ke-12. Buku-buku tersebut di antaranya karya Ibnu al-Hassan dan Ibnu al-Awwam.
Beberapa buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol dan Latin. Buah pemikiran sarjana Muslim itu menjadi inspirasi para sarjana pertanian di Barat.
Sepanjang abad ke-11, para ahli agronomi Muslim di Spanyol melakukan sejumlah riset dan eksperimen di sebuah taman botani di Sevilla dan Toledo.
Kebun eksperimen semacam ini merupakan hal yang baru di Eropa. Pada abad ke-16, Barat menirunya dengan membuat kebun sejenis di Italia Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar