Selasa, 22 April 2014

Aisyiyah, Kartini-Kartini Muhammadiyah

 
Hari ini tanggal 21 April, dperingati sebagai Hari Kartini, dimana Kartini dianggap sebagai tokoh yang dianggap mengawali pergerakan perempuan Indonesia. Namun, jika kita mau maju satu bulan ke depan, yaitu tanggal 19 Mei  merupakan hari jadi Aisyiyah. Aisyiyah tercatat sebagai organisasi atas perhimpunan wanita Indonesia yang pertama kali didirikan yang masih terus eksis hingga usianya menjelang satu abad. Berdiri pada 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan 19 Mei 1917 dimana ggenerasi awal Aisyiyah adalah murid-murid wanita Kiai Dahlan yang langsung mendapat tempaan dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Beberapa di antaranya adalah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Busyro, Siti Dawingah, Siti Badilah Zuber, dan Siti Dalalah.

Ada 3 hal yang dapat digambarkan tentang Aisyiyah sebagai organisasi perempuan, yaitu
  1. Aisyiyah, Organisasi Pergerakan Perempuan Indonesia Sejak 1917
Berawal dari adanya kelompok pengajian Sapa Tresna, pengajian Wal Ashri dan juga pengajian Maghribi Class, para kaum wanita ini akhirnya menyadari akan pentingnya sebuah perkumpulan. Atas usulan Haji Fakhrudin, organisasi perempuan yang didirikan Muhammadiyah ini bernama Aisyiyah. Siti Bariyah kemudian diberikan amanah untuk memimpin Aisyiyah sebagai ketua (president) pertama.
Aisyiyah sebgai organisasi wanita modern berkembang pesat dengan berbagai programnya dalam pembinaan dan pendidikan wanita. Aisyiyah mendirikan Siswa Praja Wanita, Urusan Madrasah, Urusan Tabligh, Urusan Adz-Dzakirat (mencari dana). Selanjutnya pada tahun 1939 Aisyiyah menambah Urusan Pertolongan (PKU) dan juga mendirikan Biro Konsultasi Keluarga.
  1. Aisyiyah Perintis Pendidikan Usia Dini dan Pendidikan Kaum Perempuan
Pada tahun 1919, dua tahun setelah berdiri, Aisyiyah merintis pendidikan dini untuk anak-anak yang dikenal dengn Frobelschool. Frobelschool Aisyiyah ini merupakan taman kanak-kanak pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia untuk semua kalangan. Selanjutnya taman kanak-kanak ini diseragmkan namanya menjadi TK Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) yang saat ini jumlahnya mencapai 5.865 TK di seluruh Indonesia.
Selain itu dengan jumlah Pimpinan Ranting Aisyiyah sebanyak 6.924, Aisyiyah memiliki 4.560 lembaga pendidikan, terdiri dari Kelompok Bermain, Taman Pengasuhan Anak, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Pendidikan Tinggi.
Gerakan pemberantasan kebodohan juga menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah , dengan mengadakan pemberantasan buta huruf pertama kali di tahun 1923. Dalam kegiatan ini para peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu-ibu rumah tangga belajar bersama dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan peningkatan partisispasi perempuan dalam dunia politik.
  1. Aisyiyah, Pelopor Organisaai perempuan Indonesia
Aisyiyah didirikan sebagai gerakan wanita wanita didasari pertimbangan bahwa perjuangan wanita ini diharapkan dapat meniru perjuangan Aisyiyah, istri Nabi Muhammad SAW, yang selalu membantu Rasulullah dalam berdakwah.
Karena prinsip gerakannya yang demikian itu, maka dalam konteks pergerakan kebangsaan pada waktu itu,  Aisyiyah terut memprakarsai dan membidani terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928. Aisyiyah bersama dengan organisasi wnaita lain bangkit berjuang untuk memebebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan kebodohan. Badan federasi ini diberi nama Konggres Perempuan Indonesia.

Dalam kiprahnya yang hampir satu abad di Indonesia, saat ini Aisyiyah telah memilki 33 Pimpinan wilayah Aisyiyah (propinsi), 370 Pimpinan Daerah Asyiyah (Kota/Kabupaten), 2.332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (Kecamatan) dan 6924 Pimpinan Ranting Aisyiyah (Kelurahan).Selain itu, Aisyiyah juga memiliki amal usaha yang bergerak di berbgai bidang yaitu : pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat.
Pada masa awal berdirinya, Aisyiyah telah menjadi gerakan wanita Islam yang mendobrak kebekuan feodalisme dan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat pada masa itu, sekaligus melakukan advokasi pemberdayaan perempuan. Itu sebabnya patutlah kita mengambil banyak pelajaran dari sejarah dan perjalanan organisasi Aisyiyah ini dalam gerakan perempuan, bukan hanya mengambil pelajaran dari kisah Kartini.
  
Disadur dari buku “Muhammadiyah 100 Tahun Menyinari Negeri” dengan perubahan seperlunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar