Dalam sebuah forum debat terbuka,
seorang muslimah bertanya kepada pendeta yang menjadi narasumber, adakah
orang yang hafal Alkitab sebagaimana banyak muslim yang hafal Al
Qur’an?
Bukannya menyajikan fakta atau alasan
rasional, jawaban pendeta tersebut justru terkesan merendahkan Al
Qur’an. Ia menyebut Al Qur’an mudah dihafal karena sangat tipis.
“Di dunia ini tak mungkin ada orang yang
hapal Alkitab di luar kepala. Sejenius apa pun orang itu, tidak mungkin
baginya hapal Alkitab di luar kepala, sebab Alkitab itu adalah buku
yang sangat tebal, jadi sulit untuk dihapal. Berbeda dengan Al Qur’an.
Al Qur’an adalah buku yang sangat tipis, makanya mudah dihapal,” jawab
pendeta bertitel doktor teologi itu.
Mendapati jawaban ini, H. Insan LS Mokoginta ‘merebut’ mic dari muslimah tersebut dan melanjutkan pertanyaan.
Mendengar pertanyaan dan tantangan ini,
forum menjadi tegang. Kalangan muslim khawatir pendeta tersebut
benar-benar hafal karena konsekuensinya sangat berat, Insan harus masuk
Kristen lagi. Namun ketegangan juga tampak dari wajah pendeta dan
pendukungnya. Ada beberapa pendeta yang hadir pada saat itu, mereka
semua terdiam dengan wajah menegang. Ternyata tak ada yang hafal Alkibat
walau satu ‘surat’.
Mengetahui para pendeta tak ada yang hafal, Insan menurunkan tantangannya. Tak perlu satu ‘surat’, cukup satu lembar saja.
“Maaf pak Pendeta, usia Anda ada yang
sekitar 40, 50 dan 60 tahun bukan? Jika ada di antara pak Pendeta yang
hapal satu lembar saja bolak-balik ayat Alkitab tanpa keliru titik dan
komanya, saat ini semua peserta menjadi saksinya, saya kembali masuk
agama Kristen lagi!! Silahkan pak!”
Suasana menjadi lebih tegang. Umat Islam
khawatir karena Insan mempertaruhkan keimanannya demi hafalan sekecil
itu. Namun Insan yakin tak ada yang bisa menghafalnya.
Dan ternyata benar. Wajah-wajah pendeta
dan kaum nasrani ini tampak lesu. Tak ada satu pun yang berani menjawab
tantangan Insan. Bahkan ketika insan menantang seluruh hadirin, tidak
hanya pendeta yang berada di depan. Tak ada yang berkutik.
“Mengapa Al Qur’an mudah dihafal? Karena
ia kalamullah. Mukjizat. Mengapa tak ada yang hafal Alkitab? Karena ia
bukan mukjizat,” demikian simpul Ihsan sembari menjelaskan bahwa cetakan
tahun berapapun dan di negara manapun, Al Qur’an pasti sama. Ketika
satu negara mengadakan musabaqah tilawatil Qur’an dan didengar penduduk
negara lain, niscaya bisa diikuti dan dinilai bacaan itu benar atau
salah.
Kesimpulan Ihsan itu membawa kegetiran tersendiri bagi orang-orang yang tak suka mendengarnya. [Ibnu K/Bersamadakwah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar