Pertanyaan:
Saya ingin bertanya hijab syar'i itu seperti apa. Saya mengikuti dua lembaga Islam. Yang membuat saya pusing cara berhijabnya beda-beda. Lembaga A berhijab memakai pakaian terusan (gamis). Nah, gamis itu yang disebutnya jilbab. Sedangkan lembaga B berpakaian serba gelap dan khimarnya panjang sampai paha dan disertai dengan rok.
Yang saya ingin tanyakan, berdosakah seseorang bila memakai pakaian potongan (rok+baju) karena lembaga A memandang semua yang pakai berpotongan itu berdosa dan mengatakan jilbab itu adalah baju terusan yang tidak berpotongan. Mohon jawabannya bila perlu apakah ada dalil yang membolehkan potongan?
Jawaban:
Pada dasarnya Islam tidak menentukan model pakaian tertenu bagi perempuan. Sepanjang pakaian tersebut bisa menutupi aurat dan bisa menghindari fitnah maka tidak ada persoalan.
Para ulama hanya memberikan syarat-syarat tertentu bagi pakaian perempuan.
Ringkasnya, disyaratkan pakaian yang tidak menunjukkan auratnya, tidak tembus pandang, tidak menggambarkan lekuk tubuhnya, dan tidak menarik perhatian.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syekh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi, “Disyaratkan dalam pakaian perempuan yang syar’i, pakaian tersebut tidak memperlihatkan uaratnya, tidak menggambarkan lekuk tubuh, dan tidak menarik perhatian.” (Tafsir asy-Sya’rawi, Mesir-Mathabi’u Akhbar al-Yaum, 1997, juz, 19, h. 12168).
Dengan demikian, sepanjang rok dan baju tersebut memenuhi syarat-syarat di atas maka tidak ada persoalan. Sedang mengenai jilbab diartikan dengan hanya baju terusan atau gamis, kami menghargai pandangan tersebut.
Sebab, faktanya para ulama berbeda pendapat mengenai makna jilbab. Namun menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, bahwa makna jilbab yang benar adalah sebagai berikut:
“Kata jilbab—dengan diberi harakat kasrah pada huruf jim—adalah mulaah (kain panjang yang tidak berjahit) yang digunakan perempuan untuk berselimut (menutupi) di atas baju yang kenakannya. Ini adalah makna jilbab yang benar. (Tahriru Alfazh at-Tanbih, Damaskus-Dar al-Qalam, cet ke-1, 1408 H, h. 57).
Dari makna jilbab yang dikemukakan di atas, maka jilbab bisa diartikan dengan kain yang lebar yang dikenakan perempuan untuk melapisi pakaian yang sudah dikenakannya.
Mari kita saling menghormati dan menghargai pandangan setiap orang, dan jangan jadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan. Sebab perbedaan adalah rahmat yang harus kita syukuri.
Saya ingin bertanya hijab syar'i itu seperti apa. Saya mengikuti dua lembaga Islam. Yang membuat saya pusing cara berhijabnya beda-beda. Lembaga A berhijab memakai pakaian terusan (gamis). Nah, gamis itu yang disebutnya jilbab. Sedangkan lembaga B berpakaian serba gelap dan khimarnya panjang sampai paha dan disertai dengan rok.
Yang saya ingin tanyakan, berdosakah seseorang bila memakai pakaian potongan (rok+baju) karena lembaga A memandang semua yang pakai berpotongan itu berdosa dan mengatakan jilbab itu adalah baju terusan yang tidak berpotongan. Mohon jawabannya bila perlu apakah ada dalil yang membolehkan potongan?
Jawaban:
Pada dasarnya Islam tidak menentukan model pakaian tertenu bagi perempuan. Sepanjang pakaian tersebut bisa menutupi aurat dan bisa menghindari fitnah maka tidak ada persoalan.
Para ulama hanya memberikan syarat-syarat tertentu bagi pakaian perempuan.
Ringkasnya, disyaratkan pakaian yang tidak menunjukkan auratnya, tidak tembus pandang, tidak menggambarkan lekuk tubuhnya, dan tidak menarik perhatian.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syekh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi, “Disyaratkan dalam pakaian perempuan yang syar’i, pakaian tersebut tidak memperlihatkan uaratnya, tidak menggambarkan lekuk tubuh, dan tidak menarik perhatian.” (Tafsir asy-Sya’rawi, Mesir-Mathabi’u Akhbar al-Yaum, 1997, juz, 19, h. 12168).
Dengan demikian, sepanjang rok dan baju tersebut memenuhi syarat-syarat di atas maka tidak ada persoalan. Sedang mengenai jilbab diartikan dengan hanya baju terusan atau gamis, kami menghargai pandangan tersebut.
Sebab, faktanya para ulama berbeda pendapat mengenai makna jilbab. Namun menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, bahwa makna jilbab yang benar adalah sebagai berikut:
“Kata jilbab—dengan diberi harakat kasrah pada huruf jim—adalah mulaah (kain panjang yang tidak berjahit) yang digunakan perempuan untuk berselimut (menutupi) di atas baju yang kenakannya. Ini adalah makna jilbab yang benar. (Tahriru Alfazh at-Tanbih, Damaskus-Dar al-Qalam, cet ke-1, 1408 H, h. 57).
Dari makna jilbab yang dikemukakan di atas, maka jilbab bisa diartikan dengan kain yang lebar yang dikenakan perempuan untuk melapisi pakaian yang sudah dikenakannya.
Mari kita saling menghormati dan menghargai pandangan setiap orang, dan jangan jadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan. Sebab perbedaan adalah rahmat yang harus kita syukuri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar