Oleh : RIZKY JARAMAYA, KAMRAN DIKARMA
Pekan ini sekitar 1,8 miliar Muslim di seluruh dunia akan menjalani Ramadhan. Bagi Muslim, Ramadhan menjadi momen beribadah serta kebersamaan bersama keluarga dan sahabat. Masjid-masjid biasanya lebih penuh dibanding hari lain.
Namun, Ramadhan kali ini tentu akan berbeda karena wabah virus korona sang penyebab Covid-19. Kebijakan menjaga jarak, larangan berkumpul, hingga lockdown atau karantina wilayah kini diterapkan di sejumlah negara demi mencegah penyebaran virus korona.
Selama lockdown berlangsung, masjid-masjid ikut ditutup, ibadah berjamaah ditiadakan, dan jam malam telah diberlakukan. Pandemi virus korona jenis baru memang membuat Ramadhan kali ini akan berbeda.
"Kita mungkin tidak akan mengunjungi mereka dan mereka tidak akan datang. Virus korona membuat semua orang takut," ujar Hermache sambil menangis.
Sementara itu, suami Hermache, Mohamed Djemoudi, mengaku sedih karena tidak bisa melaksanakan shalat berjamaah dan shalat Tarawih di masjid selama Ramadhan. Pemerintah Aljazair memang telah menutup seluruh masjid selama penerapan lockdown berlangsung.
"Saya tidak bisa membayangkan menjalani Ramadhan tanpa shalat Tarawih (di masjid)," ujar Djemoudi.
Virus korona yang telah menyebar di seluruh benua di dunia telah menimbulkan ketidakpastian. Di sekitar pasar dan jalan-jalan di Kairo, Mesir, yang biasanya ramai saat ini telah sepi karena pandemi virus tersebut. Para pedagang biasanya kebanjiran pembeli menjelang Ramadhan.
Salah satu pemilik toko di sekitar Masjid Al Sayeda Zainab, Samir El Khatib, mengatakan, sejak pandemi virus korona menjalar, tokonya menjadi sepi pembeli dan pendapatannya menurun drastis.
"Orang tidak ingin mengunjungi toko. Mereka takut dengan penyakit ini. Ini adalah tahun terburuk yang pernah ada. Dibandingkan dengan tahun lalu, kini dagangan kami belum terjual seperempat pun," ujar El Khatib.
Selama Ramadhan, biasanya pedagang di jalanan ibu kota Mesir menjual kuram dan aprikot serta buah-buahan manis untuk berbuka puasa. Selain itu, dinding-dinding kota dihiasi dengan menara lentera tradisional yang dikenal sebagai "fanous".
Namun, tahun ini pemerintah telah memberlakukan jam malam dan melarang shalat berjamaah dan kegiatan lainnya. Dengan demikian, Ramadhan kali ini jalan-jalan di ibu kota Kairo sangat sepi dan tak ada lagi hiasan lentera yang berwarna-warni.
"Tahun ini tidak terasa atmosfer Ramadhan sama sekali. Saya biasanya datang ke pasar, banyak orang yang bermain musik dan banyak orang yang duduk-duduk untuk menghidupkan kota," ujar seorang manajer di pasar saham Mesir, Salah Abdelkader (59 tahun).
Para pemilik restoran di Aljazair mencari cara untuk menawarkan menu buka puasa kepada yang orang miskin ketika lockdown. Sementara, badan amal di Abu Dhabi yang biasanya mengadakan buka puasa bersama bagi para buruh dari Asia Selatan kini kebingungan. Mereka tidak yakin apakah harus menggelar buka puasa di tengah lockdown. Apalagi, masjid-masjid di Abu Dhabi telah ditutup.
Seorang insinyur dari India, Mohamed Aslam, yang tinggal di sebuah apartemen bersama dengan 14 rekan lainnya di Abu Dhabi kini menjadi pengangguran. Mereka telah dirumahkan sejak penyebaran pandemi virus korona. Aslam yang tidak memiliki penghasilan hanya bisa mengandalkan pemberian bantuan makanan.
Sebuah badan amal di Senegal akan tetap melanjutkan program mereka untuk membagikan makanan berbuka puasa meski terbatas. Badan amal tersebut akan membagikan hidangan khas Ramadhan, yakni ndogou, kue, kurma, gula, dan susu bagi mereka yang membutuhkan.
Menurut data Johns Hopkins University, jumlah infeksi kasus virus korona di dunia melampaui 2,4 juta dengan kasus tertinggi berada di Amerika Serikat (AS), yakni hampir 760 ribu kasus. Jumlah kematian global akibat Covid-19 melampaui angka 165 ribu jiwa.
Fatwa
Sementara itu, Dewan Fatwa Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan para pekerja medis yang merawat pasien Covid-19 di negara tersebut diperkenankan tak melaksanakan ibadah puasa selama Ramadan. Namun fatwa itu tak berlaku bagi warga sehat.
Dewan Fatwa UEA pun menyerukan umat Muslim di sana tak melakukan salat berjamaah selama Ramadan. “Berkumpul untuk melakukan salat dapat membahayakan jiwa, tindakan yang dilarang keras dalam Islam,” katanya dalam pernyataan yang dirilis pada Ahad (19/4).
Sebelumnya UEA memang telah menangguhkan kegiatan salat berjamaah di masjid guna menekan penyebaran Covid-19. Hal itu akan tetap dilanjutkan selama Ramadan. Pada hari yang sama Wakil Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum meluncurkan kampanye kemanusiaan. Ia akan menyediakan 10 juta paket makanan untuk masyarakat yang terkena dampak wabah Covid-19.
“Menyediakan makanan untuk semua orang, dengan mendekatnya bulan suci Ramadan, adalah prioritas sosial dalam pertempuran kami melawan pandemi. Di UEA tidak ada seorang pun tidur kelaparan atau membutuhkan. Tidak ada yang ditinggalkan,” kata al-Maktoum melalui akun Twitter pribadinya.
Jutaan pekerja asing, mayoritas dari Asia, yang bekerja di berbagai sektor, adalah salah satu kalangan terdampak wabah. Pandemi kemungkinan akan mengganggu pengiriman uang ke negara asal mereka. UEA memiliki 6.781 kasus Covid-19 dengan korban meninggal berjumlah 41 jiwa. Ia menjadi negara Teluk kedua setelah Arab Saudi yang menangani pasien Covid-19 tertinggi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengeluarkan pedoman bagi umat Islam untuk menyambut Ramadhan dengan aman saat pandemi virus corona atau Covid-19. Pedoman ini dibuat untuk memastikan kesehatan dan keselamatan semua orang. Berikut pedoman dari WHO untuk Muslim saat Ramadhan, dilansir di Gulf News, Ahad (19/4).
Pertama, umat Islam harus memperhatikan protokol kesehatan tentang menjaga jarak fisik satu sama lain saat membayar dan membagikan sedekah atau zakat. Hindari kerumunan dan jangan membuat kerumunan saat memberikan sedekah dan zakat. Acara buka puasa bersama juga diharapkan tak membuat orang berkerumun.
Umat Islam juga diimbau melengkapi wudhu sebelum shalat dengan langkah tambahan. Di antaranya, gunakan sabun dan air serta pembersih tangan yang memiliki kadar alkohol minimal 70 persen. Bersalaman juga diimbau menghindari kontak fisik. Caranya seperti melambaikan tangan, mengangguk, atau meletakkan tangan di dada. Selain itu, jangan berkumpul di tempat hiburan, pasar, dan toko.
Belum ada penelitian tentang puasa membuat berisiko terinfeksi Covid-19. Sebab itu, WHO mengimbau orang sehat harus dapat berpuasa selama bulan Ramadhan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, pasien Covid-19 dapat mempertimbangkan ibadah puasa mereka dengan berkonsultasi kepada dokter.
Selama pandemi Covid-19 banyak orang dibatasi dari melakukan aktivitas fisik di luar. Sebagai pengganti kegiatan di luar ruangan, gerakan fisik dilakukan dalam ruangan. Bila memungkinkan, ikutilah kelas aktivitas fisik secara daring untuk menjaga kebugaran.
Memilih nutrisi yang tepat sangat penting selama bulan Ramadhan. Orang harus makan berbagai makanan segar setiap hari. Selain itu, perbanyaklah minum air agar tidak dehidrasi.
Penggunaan tembakau tidak disarankan dalam situasi apa pun, terutama selama Ramadhan dan pandemi Covid-19. Meskipun praktik ibadah saat Ramadhan tahun ini berbeda, sangat penting meyakinkan orang-orang mereka masih bisa berdoa, berbagi, dan peduli dari jarak yang aman.
"Doakan orang yang sakit dan sampaikan pesan-pesan harapan yang membuat nyaman. Bila dilakukan, hal ini dapat menjaga kesehatan masyarakat." tertulis dalam pesan WHO. Umat Islam juga diimbau menaati pesan pihak berwenang dan pemimpin agama untuk menghindari tindak kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar