Halaman

Jumat, 11 Januari 2019

Berlindung dari Kesyirikan

Berlindung dari Kesyirikan
معقل بن يسار يقول : انطلقت مع أبي بكر الصديق رضي الله عنه إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا أبا بكر للشرك فيكم أخفى من دبيب النمل فقال أبو بكر وهل الشرك إلا من جعل مع الله الها آخر قال النبي صلى الله عليه و سلم والذي نفسي بيده للشرك أخفى من دبيب النمل ألا أدلك على شيء إذا قلته ذهب عنك قليله وكثيره قال قل اللهم إني أعوذ بك أن أشرك بك وأنا أعلم وأستغفرك لما لا أعلم
Artinya: “Ma’qil bin Yasar beliau pernah bertutur; suatu ketika aku dan Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu beranjak pergi menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau bersabda; ‘Kesyirikan pada kalian lebih samar dari langkah semut’, Abu Bakr lalu bertanya; ‘bukankah kesyirikan itu tidak ada kecuali hanya pada yang menjadikan bersama Allah sesembahan lain?’, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; ‘demi jiwaku yang berada dalam tangannya, kesyirikan itu lebih samar dari langkah semut’. Perhatikanlah apakah kalian mau aku tunjukkan kepadamu atas satu ucapan yang apabila kamu mengucapkannya akan menghilangkan darimu sedikit dan banyaknya Syirik? Beliau melanjutkan sabdanya; ucapkanlah; ‘Ya Allah aku berlindung denganmu dari mempersekutukanmu sedangkan aku mengetahuinya dan aku memohon ampunanmu dari apa apa yang aku tidak mengetahuinya'”. [Hr. Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dinilai Shahih oleh Al-Albany]
Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:
1- Hal ini membuat kita mesti khawatir pada kesyirikan. Tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang jahil bahwasanya kesyirikan tidak mungkin terjadi pada umat ini. Jika mereka merasa aman dari syirik, tidak khawatir sama sekali, maka merekalah yang biasa terjerumus dalam kesyirikan.
2- Sebagai contoh, walau merupakan syirik kecil yang namanya syirik tetap dosa besar.
Sum’ah (ingin selalu eksis menjadi bahan pembicaraan) dan riya’ (pamer) adalah perilaku buruk tercela yang bersumber dari dalam hati, keduanya terhitung masih satu rumpun, perbedaannya tidaklah begitu jauh. Jika riya’ adalah memperlihatkan ibadah dengan tujuan agar dilihat oleh orang lain sehingga mereka memuji si pelaku, maka sum’ah juga demikian, hanya saja acuannya kembali kepada indra pendengaran sedangkan riya’ pada indra penglihatan. 
3- Kesamaran riya’ dan sum’ah hendaknya mendorong kita untuk bersikap lebih waspada dan berhati-hati, disamping juga kita tidak boleh lalai berdoa kepada Allah – dengan doa yang diajarkan Nabi kepada Abu Bakr seperti dalam hadits di atas – agar dijauhi dari riya’ dan sum’ah dalam segala bentuk aktivitas ibadah yang kita lakukan, sebab di antara syarat diterimanya amal adalah keikhlasan.
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita iman dan selamat dari kesyirikan, serta khawatir terjerumus di dalamnya.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur'an:
1- Nabi Ibrahim yang mulia masih khawatir terjerumus dalam syirik. Lantas apakah kita yang sebagai manusia biasa pantas merasa aman dari kesyirikan?
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala (shonam).” (QS. Ibrahim: 35).
2- Orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Mereka adalah orang-orang yang mendapat keamanan pada hari kiamat, dan merekalah orang-orang yang mendapat hidayah di dunia dan akhirat.
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (Al-An'am: 82)Lr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar