Marhaban Ya Ramadhan. Bulan Ramadhan sebagai bulan penuh
magfirah merupakan momentum untuk meraih berkah dari sang Maha
Pencipta. Ada banyak berkah dan kebahagiaan yang datang membanjiri
setiap jiwa yang merindu hadirnya. Banyak pula yang berharap, Ramadhan
tahun ini bisa lebih baik dari kemarin.
Setiap tahun Ramadhan hadir dengan membawa suasana yang berbeda. Akan
tetapi, setiap yang menyambutnya tetap gembira dan bersuka cita
merayakan kedatangannya. Bahkan, di berbagai negara juga mempunyai
berbagai kebudayaan dalam menyambut datangnya bulan suci ramadhan.
Indonesia, negara kita ini mempunyai banyak sekali ragam budaya yang
beraneka warna. Dari Sabang sampai Merauke, ada berbagai jenis kegiatan,
makanan, dan rupa-rupa sikap yang diperlihatkan baik saat menyambut
datangnya, selama puasa, maupun saat menyongsong datangnya hari raya.
Mari, sejenak kita memperkaya wawasan akan kekayaan ragam budaya dan
makanan nusantara baik sebelum, selama, maupun setelah Ramadhan.
Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan
Dalam kalender Islam, bulan Ramadhan akan di awali dengan datangnya
bulan Sya’ban. Di bulan Sya’ban inilah biasanya banyak digelar upacara
tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan. Berikut ini tradisi
menyambut ramadhan dari berbagai daerah di indonesia :
1. Dugderan
Tradisi “Dugderan” ini berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama
“Dugderan” sendiri berasal dari kata “Dug” dan “Der”. Kata Dug diambil
dari suara dari bedug masjid yang ditabuh berkali-kali sebagai tanda
datangnya awal bulan Ramadhan. Sedangkan kata “Der” sendiri berasal dari
suara dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug.
Tradisi yang sudah berumur ratusan tahun ini terus bertahan ditengah
perkembangan jaman. biasanya digelar kira-kira 1-2 minggu sebelum puasa
dimulai. Karena sudah berlangsung lama, tradisi Dugderan ini pun sudah
menjadi semacam pesta rakyat. Meski sudah jadi semacam pesta rakyat,
berupa tari japin, arak-arakan (karnaval) hingga tabuh bedug oleh
Walikota Semarang, tetapi proses ritual (pengumuman awal puasa) tetap
menjadi puncak dugderan. Untuk tetap mempertahankan suasana seperti pada
jamannya, dentuman meriam kini biasanya diganti dengan suara-suara
petasan atau bleduran. Bleduran terbuat dari bongkahan batang pohon yang
dilubangi bagian tengahnya, untuk menghasilkan suara seperti meriam
biasanya diberi karbit yang kemudian disulut api.
2. Padusa
Di Klaten, Boyolali, Salatiga dan Yogyakarta biasa melakukan upacara
berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air di tempat-tempat
kramat. Tradisi ini disebut “Padusa” yang bermakna agar jiwa dan raga
seseorang yang akan melakukan ibadah puasa bersih secara lahir dan
batin. Selain itu juga bermakna sebagai pembersihan diri atas segala
kesalahan dan perbuatan dosa yang telah dilakukan sebelumnya.
3. Meugang
Berbeda dengan lainnya, di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang
akrab disebut dengan kota “Serambi Mekah”, warganya menyambut datangnya
bulan suci Ramadhan dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi ini
disebut “Meugang”, konon kabarnya tradisi “Meugang” sudah ada sejak
tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh. Tradisi makan daging
kerbau atau kambing ini biasa dilakukan oleh seluruh warga Aceh. Bahkan
jika ada warga yang tidak mampu membeli daging untuk dimakan, semua
warga akan bergotong-royong membantu, agar semua warganya dapat
menikmati daging kambing atau kerbau sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Tradisi “Meugang” biasanya juga dilakukan saat hari raya Lebaran dan
Hari Raya Haji.
4. Jalur Pacu
Di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, masyarakatnya memiliki tradisi
yang mirip dengan lomba dayung. Tradisi “Jalur Pacu” ini digelar di
sungai-sungai di Riau dengan menggunakan perahu tradisional, seluruh
masyarakat akan tumpah ruah jadi satu menyambut acara tersebut. Tradisi
yang hanya digelar setahun sekali ini akan ditutup dengan “Balimau
Kasai” atau bersuci menjelang matahari terbenam hingga malam.
5. Nyorog
Di Betawi, tradisi “Nyorog” atau membagi-bagikan bingkisan makanan
kepada anggota keluarga yang lebih tua, seperti Bapak/Ibu, Mertua,
Paman, Kakek/Nenek, menjadi sebuah kebiasan yang sejak lama dilakukan
sebelum datangnya bulan Ramadhan. Meski istilah “Nyorog”nya sudah mulai
menghilang, namun kebiasan mengirim bingkisan sampai sekarang masih ada
di dalam masyarakat Betawi. Bingkisan tersebut biasanya berisi bahan
makanan mentah, ada juga yang berisi daging kerbau, ikan bandeng, kopi,
susu, gula, sirup, dan lainnya. Tradisi “Nyorog” di masyarakat Betawi
memiliki makna sebagai tanda saling mengingatkan, bahwa bulan suci
Ramadhan akan segera datang, selain itu tradisi “Nyorog” juga sebagai
pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga.
6. Ngobrog, Indramayu, Jawa Barat,
Setiap menjelang makan sahur, suasana di daerah tersebut menjadi
ramai karena warga saling memukul berbagai benda yang menghasilkan
bunyi-bunyian seperti bedug dan kentongan. Tradisi yang sudah
berlangsung turun temurun itu disebut Ngobrog. Dahulu, tradisi ini hanya
menggunakan kentongan dan bedug serta dilakukan secara sukarela.
Untuk daerah lainnya, hanya namanya saja yang berbeda. Seperti di
Jakarta (bedug saur), Kuningan (Ubrug-ubrug), Salatiga (Percalan),
Kalimantan Selatan (Bagarakan saur). Biasanya, setelah melakukan
kegiatan tersebut, para pemuda dan warga banyak yang makan sahur bersama
baik di rumah warga, masjid, ataupun tempat-tempat ramai lainnya,
sekaligus menjalin ukhuwah sesama. Semoga, pengetahuan kita akan
kebudayaan nusantara semakin bertambah. Selamat menunaikan puasa
Ramadhan. (lin/berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar