Halaman

Rabu, 17 Januari 2018

Tahapan DAKWAH seperti PANEN PADI (Terima, Bersihkan, Jadikan bermanfaat)

Senang melihat masyarakat desa Gedeg sedang panen padi,  semoga dapat harga yang bagus, sebab seringnya saat padi bagus harganya tidak bagus. 

Ngomong-ngomong padi,   ini bahan utama nasi,  padi juga jenis bahan makanan yang bisa dijadikan berbagai makanan olahan. Dari aneka bubur, mie,  apem,  kue-kue basah, aneka kerupuk dll.  Banyak sekali manfaatnya.

Seperti halnya dakwah, umat hasil dakwah bisa ditempatkan dimana saja sesuai keahlian dan kemampuannya. 

Panen padi butuh tahapan,  sebagai mana membentuk umat
Padipun demikian,  pada asalnya saat dipanen ia bercampur batang padi bahkan juga rumput. Ditahap pertama dalam dakwah kita butuh wadah gerakan serupa sabit atau ani-ani (alat pemotong padi) dalam pengertian ini untuk menjaring umat yang belum mengenal Islam, serap saja sebanyak-banyaknya dengan cara yang menarik,  tidak masalah seperti apa tampilan mereka,  tidak masalah cara ibadah mereka, campur-campur dengan kebiasaan lama,  budaya,  ritual mereka sebelumnya tidak jadi masalah. 

Maka kita butuh wadah yang menarik yang bisa merangkul semua lapisan masyarakat. Kita butuh ustadz lucu,  ustadz yang bisa nyanyi. Kita butuh komunitas-komunitas berbasis hobi,  olahraga,  seni dan lain sebagainya. Kita butuh wahana wisata religi,  simbol-simbol keagamaan lainnya yang menarik, disini orientasi kita hanyalah membuat mereka kenal Islam. 

Pada tataran ini perlu banyak permakluman, biarkan dulu umat merasa nyaman,  biarkan mereka dalam pelukan Islam tanpa merasa dijebol dari kebiasaan lamanya. 

Selanjutnya tentu sepertihalnya logika panen padi,  gabah dan batang padi perlu dipisahkan untuk selanjutnya dijadikan beras.  Pada tahap kedua,  umat perlu dicerahkan, dibekali ilmu,   dibersihkan dari  Tahayul, Khurofat,  Kultus Individu, diarahkan dipahamkan mana yang budaya mana yang agama,  mana yang ibadah mana yang bid'ah,  mana yang tauhid mana yang syirik. Sampai disini kita butuh wadah, organisasi serta ulama yang berotientasi purifikasi (penyucian),  jangan biarkan umat tetap mengamalkan ajaran tanpa dalil,  jangan biarkan mereka menganggap mitos sebagai agama,  jangan biarkan syirik menggelayuti mereka,  ndumuk-ndumuk karena kultus dengan bumbu kewalian,  karomah apalagi pencitraan. 

Selanjutnya beras perlu dimasak lagi dijadikan nasi agar bisa dikonsumsi, atau diubah jadi tepung untuk diolah menjadi kue,  sampai disini kita berada ditahap ketiga,  kita butuh wadah organisasi yang dinamis yang memberi manfaat pada umat. Pada tataran ini umat tidak lagi hanya berorientasi pada dirinya tapi sudah harus diarahkan untuk bermanfaat pada manusia lainnya,  bisa mengatur kehidupan dalam bingkai Rahmat. Umat sudah harus diproses untuk siap menjadi dan mengisi jabatan publik,  menjadi eksekutif dan legislatif,  menjadi ahli-ahli ilmu,  menguasa berbagai bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM, menapaki prestasi, membangun budaya,  mengukir peradaban. 

Maka kalau satu tahapan selesai, perlu ditingkatkan ketahap berikutnya.  Jangan padi dibiarkan terus menerus bercampur batang dan rumput,  jangan umat dibarkan grudak-gruduk tanpa dipahamkan dan diberdayakan, kalau misi merangkul telah selesai lanjutkan misi penyucian sampai pemberdayaan. Jangan biarkan berpuluh- beratus tahun umat hanya dirangkul tanpa disucikan dan diberdayakan. 

Salam santun berdakwah berukhuwah. 
Khoiri, S.Th.I, M.Pd.I
05.30, Jumat 11 Rabiul Akhir 1439

Tidak ada komentar:

Posting Komentar