Halaman

Minggu, 03 April 2016

30 Maret, Lahirnya Muhammad Al Fatih Sang Pembebas Konstantinopel

FORKARISMA -Hari ini, 584 tahun silam, tepatnya 30 Maret 1432, lahirnya seorang bayi laki-laki yang pernah dijanjikan Rasulullah saw akan menaklukkan Ibu Kota Kerajaan Romawi saat itu, Konstantinopel.

“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluknya. Dan, sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR Ahmad). 

Bayi laki-laki itu adalah Mehmed II yang lebih dikenal sebagai Muhammad Al Fatih. Ia lahir di Edirne, saat itu merupakan Ibu Kota Kesultanan Utsmani. Al Fatih lahir pada 30 Maret 1432 --sebagian riwayat menyebut Al Fatih lahir pada 3 Maret 1432-- dari pasangan Sultan Murad II (1404-1451) dan Valide Sultan huma Hatun.

Sejak belia, ia yang memiliki nama kecil Mehmed Celebi itu dibanjiri fasilitas pendidikan yang sangat tinggi. Banyak guru yang mendidiknya, namun yang paling dekat dengannya adalah Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsuddin. Lewat tempaan murabbinya ini, impian Al Fatih memenuhi bisyarah (janji) Rasulullah saw terus terjaga dan kian merekah.

Masa Kecil Mehmed Celebi Dididik Guru Terbaik

Selain mengajarkan Islam dan berbagai ilmu pengetahuan lain, gurunya itu juga rajin mengajak Al Fatih kecil memandangi benteng Konstantinopel dari kejauhan sembari berkata, “Lihatlah di seberang sana, Rasulullah saw pernah bersabda benteng itu akan ditaklukkan seorang pemimpin yang merupakan sebaik-baiknya pemimpin dan tentaranya adalah sebaik-baiknya tentara. Saya percaya, pemimpin itu adalah kamu.”

Kalimat itu diucapkan Syaikh Syamsuddin berulang kali tanpa bosan. Kalimat itu pula yang menumbuhkan keyakinan dan semangat di dalam diri Al Fatih walaupun lebih dari 800 tahun sejak Rasulullah saw menyatakan sabdanya, Konstantinopel belum mampu dibebaskan.

Sebetulnya, dalam kurun waktu delapan abad itu para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Usaha pertama dilancarkan di zaman Muawiyah bin Abu Sufyan RA. Upaya serupa dilakukan di zaman Khilafah Umayah, Pemerintahan Abbasiyyah, hingga Khalifah Harun al-Rasyid. Tetapi semua usaha itu gagal.

Konstantinopel nyaris dibebaskan umat Muslim lebih cepat di zaman Sultan Yildrim Beyazid. Kesultanan Utsmani sempat membuat kesepakatan dengan Kerajaan Seljuk, kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia). Pemimpin Kerajaan Seljuk, Alp Arslan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos, pada 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Kerja sama Utsmani dengan Seljuk sempat memberikan harapan Konstantinopel akan dibebaskan lebih cepat. Sultan Beyazid mengepung Konstantinopel pada 796 H/1393 M dan memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan 'Ibu Kota Dunia' itu secara aman kepada umat Islam. Tetapi usaha itu gagal karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Leng.

Impian Kesultanan Utsmani membebaskan Konstantinopel terus terjaga. Diwarisi dari satu sultan ke sultan lainnya. Hingga impian itu pun juga digenggam Al Fatih yang menjadi sultan Utsmani ketujuh. Bisyarah Rasulullah di perang Khandak itu pun terpenuhi oleh Al Fatih.

Naik Tahta di Usia Belia

Di usia sekitar 11 atau 12 tahun, ia dikirim ayahnya ke sebuah kota Amasya untuk menjadi gubernur. Tak sampai satu tahun, ayahnya mengundurkan diri sebagai Sultan dan menyerahkan tampuk kesultanan kepada Al Fatih.

Pemikiran Sultan Murad II sangat terpengaruh oleh pemikiran ulama-ulama Islam kala itu, khususnya oleh pemikiran penasihat terdekatnya, Molla Gurani, serta Syaikh Syamsuddin yang di kemudian hari mendorongnya untuk menaklukkan Konstantinopel.

Di tahun pertamanya naik tahta, Kekaisaran Hungaria menyerang dan melanggar perjanjian gencatan senjata. Ia sempat kewalahan dan meminta ayahnya kembali menjadi Sultan untuk memimpin pasukan.

Namun ayahnya menolak karena telah memutuskan untuk menjalani hidup tenang di Barat Daya Anatolia. Mehmed II yang marah kemudian mengirimkan surat kepada ayahnya.

"Bila ayah adalah Sultannya, datanglah dan pimpinlah pasukan ayah. Bila aku adalah Sultannya, aku memerintahkan ayah untuk datang dan memimpin pasukanku." Murad II tergugah, datang membantu, dan memenangkan Pertempuran Varna yang dimulai pada 10 November 1444.

Pemimpin Terbaik untuk Pasukannya

Umurnya belum genap 20 tahun saat dilantik menjadi khalifah. Namun, Al Fatih tanpa ragu-ragu langsung memantapkan diri untuk membebaskan ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel. Tapi bukan perkara mudah menaklukkan Konstantinopel.

Pengambilan keputusan itu jelas perlu keberanian tinggi. Alasannya, puluhan sultan yang hendak menaklukkan Konstantinopel selalu gagal. Ditambah bujukan pejabat Utsmani yang membisiki Al Fatih jika mereka takkan sanggup melawan aliansi Romawi Timur dan negara-negara Eropa.

Keberanian Muhammad II juga terbukti di lapangan. Beliau benar-benar berada di antara pasukan Muslim dan musuh. Padahal, mereka hanya berjarak puluhan meter. Lalu, karena Konstantinopel dikelilingi laut, maka saat melakukan itu guna memompa semangat juang pasukannya, beliau menceburkan diri bersama kudanya hingga permukaan laut mencapai dada kudanya.

Bahkan, saat berjihad di kawasan Balkan (Bosnia, Serbia, Kroasia, dan lain-lain) beberapa tahun kemudian, setelah pasukan beliau sempat dipukul mundur oleh pasukan musuh yang menghadang dengan meriam-meriam di balik pepohonan, Muhammad II berinisiatif memacu kudanya secepat mungkin mencapai hutan, tempat musuh berada. Tindakan yang diikuti serdadunya itu membuat musuh tidak sempat lagi menghujani mereka dengan mortir.

Al Fatih seorang pemimpin umat terbaik. Pemimpin yang mempunyai keberanian melebihi orang yang paling berani dari rakyatnya, bahkan tentaranya.

Ia berani membuat keputusan, berani mempersiapkan dan mempertahankannya hingga berhasil, dan berani melawan siapa dan apa pun yang menghadang, termasuk meriam sekalipun. Bagaimanapun, "Sesungguhnya imam (pemimpin/ kepala pemerintahan) itu seperti perisai (bagi rakyatnya)." (HR Muslim). Perisai berfungsi melindungi, dan selalu lebih dulu menghadapi ancaman dan serangan.

Pembebasan Konstantinopel

Pengepungan Konstantinopel berlangsung selama 53 hari. Sekitar 250 ribu tentara dikerahkan Al Fatih. Termasuk janissary, pasukan elite Kesultanan Ustmani.

Pengepungan selama hampir dua bulan itu menguras banyak biaya, tenaga, dan emosi. Sebab, bukan perkara mudah menaklukkan Konstantinopel yang dijuluk 'Kota dengan Pertahanan Terbaik' di abad pertengahan.

Seluruh wilayah kota Konstantinopel dibatasi laut, kecuali sebelah barat. Sedangkan tujuh kilometer tembok benteng wilayah baratnya terdiri dari tiga lapis tembok yang dikenal dengan nama tembok theodosius. Tembok ini terbentang dari teluk Tanduk Emas (GoldenHorn) hingga laut Marmara.

Bagian terdalam tembok benteng sebelah barat yang bersentuhan langsung dengan kota bernama tembok Mega Teichos atau tembok dalam. Tingginya tak main-main, 18-20 meter dengan ketebalan tembok lima meter.

Bagian tembok kedua dikenal dengan nama mikron teichos atau tembok luar. Di antara tembok dalam dan tembok luar terdapat peribolos atau teras selebar 15-20 meter dengan tinggi lima meter. Sedangkan tembok sebelah utaranya tepat di wilayah perairan teluk Tanduk Emas sangat rentang akan serangan.

Tetapi Kekaisaran Romawi sadar akan kelemahan itu membentangkan rantai besi raksasa sepanjang 275 meter untuk menutup akses ke teluk Tanduk Emas (Golden Horn). Rantai ini diikat pada menara Euginius sebelah selatan dan pada tembok Castellion di Galata sebelah utara Konstantinopel, sempurna menahan kapal-kapal yang ingin menyerang Konstantinopel.

Menggotong Kapal Melewati Pegunungan

Setelah berkali-kali gagal menjebol tembok benteng, Al Fatih memanfaatkan celah di Tanduk Emas untuk menyerang. Pasukan Romawi terlalu yakin, tentara Muslim tidak akan sanggup melewati rantai besi yang diklaim sebagai pertahanan sempurna.

Ide cerdas yang tidak pernah terpikirkan pun dilontarkan Al Fatih. Sultan memerintahkan pasukannya menarik dan menggotong kapal mereka melalui jalan darat, melewati pegunungan tak lagi berlayar melewati laut untuk menghindari rantai besi.

Dalam semalam 70 kapal laut pindah dari selat Bosphorus menuju selat Tanduk, untuk kemudian melancarkan serangan tidak terduga yang berakhir dengan kemenangan yang dinanti berabad-abad.

Lewat serangan pamungkas tersebut, sebelum azan Subuh berkumandang pada 29 Mei 1453, Konstantinopel berhasil dibebaskan kaum Muslimin lewat kepemimpinan Al Fatih. Usianya saat itu 21 tahun kurang satu hari.

Ketika memasuki gerbang Kota Konstantinopel, sembari mengagumi dan bersyukur, Sultan yang menguasai enam bahasa itu berucap, "Aku bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kemenangan yang gemilang ini. Akan tetapi, aku juga berdoa kepada-Nya agar Dia mengizinkanku hidup lebih lama lagi untuk mengepung dan menaklukkan Roma Lama sebagaimana aku memiliki Roma Baru (Konstantinopel)."

Sultan Menjamin Keamanan Non-Muslim

Sultan menyampaikan pesan kepada tentaranya untuk tidak membunuh anak-anak dan perempuan serta melindungi masyarakat agar diberlakukan dengan baik dan lemah lembut. Ia memberikan toleransi dan kebebasan kepada siapa pun yang ingin tinggal di kota tersebut.

Bahkan, ketika memasuki Hagia Sophia yang sudah dipenuhi rakyat Konstantinopel, Ia berkata, "Jangan khawatir. Mulai sekarang, harta dan nasib kalian menjadi bagian dari kami (umat Muslim). Kalian bebas untuk hidup sesuai keimanan kalian."

Hagia Sophia kemudian menjadi masjid dan menjadi Shalat Jumat pertama umat Muslim di Konstantinopel. Al Fatih juga mengubah nama Konstantinopel menjadi Islambul yang berarti kota Islam. Tetapi Mustafa Kemal Attaruk mengganti menjadi Istanbul dan nama itu lebih dikenal hingga sekarang.

Konstantinopel pun dibangun Al Fatih dengan gaya Eropa dan Arab. Salah satu bangunan yang dibangun Al Fatih adalah Istana Topkapi yang menjadi simbol kedamaian Islam.

Wafatnya Al Fatih Jadi Kabar Gembira Eropa

Usai menaklukkan Konstantinopel, Al Fatih tidak berpuas diri. Penaklukkan demi penaklukkan terus dilakukan ke wilayah Eropa. Target utamanya adalah Roma, kota kedua yang dijanjikan Rasulullah akan dibebaskan umat Islam setelah Konstantinopel. Kegigihan Al Fatih itu menggetarkan para pemimpin wilayah-wilayah Eropa.

Pada 1470, Al Fatih sudah menderita sakit radang sendi. Muhammad Al Fatih pun menutup usia pada 3 Mei 1481 di usia 49 tahun.

Wafatnya Al Fatih menjadi kabar gembira untuk seantero Eropa. La grande aquila e morto (elang perkasa sudah mati), bunyi surat yang disampaikan ke Roma.
Ia pun digantikan anak tertuanyam Bayezid II. Selama pemerintahannya, Bayezid II menguatkan Kekaisaran Ottoman dan menggagalkan Pemberontakan Safawi.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID-Karta Raharja Ucu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar