Halaman

Minggu, 03 Januari 2016

Masjid Besar Banjaran, Peninggalan Raden Gandakusuma yang Terus Menggema

REPUBLIKA.CO.ID, Keberadaan Masjid Besar Banjaran sangat vital bagi masyarakat sekitarnya. Beberapa warga ada yang menggantungkan hidupnya lewat berdagang di masjid yang berlokasi di Kaum Tengah, Rt 04 Rw 02 Desa Banjaran Kulon Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung ini. 
Lokasi masjid ini cukup strategis dan selalu ramai. Di sebelah alun-alun Banjaran, warga sekitar banyak beraktifitas di sekitaran masjid. Mulai dari kegiatan ekonomi sampai sosial.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Besar Banjaran Iman Hilman menuturkan, keberadaan masjid ini untuk merangkul seluruh kegiatan Islami yang ada di sekitarnya. Mulai dari pengajian, majelis taklim, pendidikan keagamaan, dan lainnya. "Dipakai sebagai pusat kegiatan keislaman," kata dia kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masjid tersebut hingga saat ini masih berperan besar dalam menyebarkan syiar-syiar keislaman. Selain untuk tempat shalat,  masjid ini juga digunakan untuk syiar Islam, misalnya dari segi pendidikan. Sejak tahun 2000 silam, sudah didirikan Madrasah Diniyah dan Raudatul Athfal (Taman Kanak-kanak) Miftahul Ulum. Usia sekolah ini sudah hampir 15 tahun. 
Pendidikan keagamaan tetap menjadi perhatian bagi pengurus Masjid Besar Banjaran. Sebab, lewat pendidikan itulah, syiar Islam dapat terus ditransfer ke generasi mendatang.
"Terutama soal penerangan agama. Selain untuk salat, masjid ini juga untuk syiar Islam. Pertama mendirikan madrasah dan RA (Raudhatul Athfal). Mengadakan pengajian. Baik itu mingguan dan bulanan," ujar Iman.
Saat peringatan hari besar Islam, seperti Idul Fitri dan Tahun Baru Hijriah, kegiatan pun selalu diaktifkan dengan memberdayakan kalangan remaja di sekitar masjid. Saat ini pun ada kegiatan untuk membina kalangan remaja masjid. Pembinaan ini dilakukan memberikan ilmu keislaman kepada mereka, dari mulai setelah Magrib sampai Isya. 
Iman mengatakan bisanya pesertanya berasal dari kalangan lulusan madrasah ibtidaiyah di sekitar masjid tersebut. Pembinaan remaja masjid ini memang untuk mewadahi para remaja untuk terus menjaga keilmuan keagamaannya.
"Ada pembinaan remaja masjid, lalu ditambah dengan kegiatan pengajian setelah Maghrib untuk anak muda. Jadi yang keluar dari SD atau madrasah itu ditampung," ujar dia.
Iman mengatakan, di masjid besar ini, bakal didirikan sebuah pesantren sebagai pusat kegiatan pendidikan keislaman bagi warga Banjaran, khususnya para anak muda. Karena pesantren ini tidak memiliki asrama atau tempat penginapan, santrinya pun belajar hanya dari Magrib hingga pukul 20.00 WIB. "Biasa disebutnya mah santri kalong," kata dia.
Pendidikan di dalam Islam memang begitu penting. Maka tak heran pendidikan untuk para remaja di masjid tersebut sedang dalam proses pengembangan. Sekarang masih dalam proses pencarian tenaga pengajar ilmu keagamaan. "Lagi disiapkan para tenaga pengajarnya," ujar Iman.
Selain setelah Magrib, kegiatan kepesantrenan di masjid ini rencananya juga akan digelar setelah shalat Subuh. "Nantinya mau ba'da Subuh juga," tutur dia.
Selain itu, ia menjelaskan, peran masjid besar Banjaran ini juga untuk menyatukan seluruh organisasi masyarakat (ormas) Islam yang ada di kalangan masyarakat. Seluruh ormas Islam dipersilakan untuk menggelar kegiatan Islami di masjid tersebut.
Menurutnya, keberadaan masjid juga untuk merangkul semua lapisan masyarakat. Selama ini, beberapa majelis taklim, seperti majelis taklim Al-Hidayah di antaranya, rutin menggelar pengajian di masjid ini. 
Masjid besar Banjaran sudah didirikan pada zaman penjajahan Belanda, yakni sekitar awal tahun 1900-an. Dahulu, bahan bangunan masjid setengahnya adalah kayu. Interior kayu terletak pada tiang-tiangnya yang totalnya berjumlah 32. Setelah bertahun-tahun, pada sekitar  1980-an, barulah masjid besar Banjaran ini mulai dipugar. 
Semua lapisan masjid kini menjadi berbahan semen dan pasir. Awalnya masjid ini disebut sebagai Kaum Banjaran. Sebutan ini karena ketika itu sebutan masjid memang biasa disebut dengan istilah Kaum. Saat itu, istilah Kaum sering digunakan sebagai tempat untuk berakad nikah. 
Saat itu juga, di wilayah Kabupaten Bandung, tiap alun-alun memang terdapat masjid. Misalnya, di alun-alun Soreang, di sebelahnya, terdapat masjid besar. Menurut Iman, konsep tersebut sudah dibikin oleh pihak penjajah Belanda.Konsep desain lokasi pembangunan masjid dibuat sedemikian rupa agar berdekatan dengan taman yang biasanya memang selalu dipenuhi keramaian. 
Lahan masjid saat itu merupakan pemberian wakaf dari Raden Gandakusuma, seorang tokoh besar di Kabupaten Bandung ketika itu. "Tadinya ini tanah wakaf. Dari orang Banjaran asli," ujar dia. 
Pemberian wakaf itu untuk dibangun masjid. "Dulu belum begini bangunannya. Dulu disebut Kaum Banjaran," tambah dia.
Saat itu, di depan masjid terdapat kulah atau bak besar yang digunakan untuk berwudu. "Baru pada 1980-an direnovasi seperti ini," ujar dia. 
Akibat pembangunan Masjid Besar Banjaran ini, syiar Islam pun menjadi berkembang. Banyak masyarakat yang beraktifitas di masjid tersebut. Apalagi, keberadaan masjid berdampingan dengan alun-alun. "Dulu, keberadaan alun-alun itu identik dengan keberadaan masjid," kata Iman. 
Luas lahan masjid besar ini sekitar 50 x 50 meter persegi. Sedangkan luas bangunannya sekitar 30 x 25 meter. Saat ini, ada rencana untuk melakukan pemugaran Masjid Besar Banjaran. Pemugaran ini untuk memodernkan desain masjid. Selain itu, nantinya bangunan masjid akan menjadi dua tingkat. 
"Pengurus juga sudah merencanakannya. Sudah dibuat persetujuan dari para tokok-tokoh masyarakat terutama para ulama. Nantinya akan dua tingkat. Modelnya agak maju dan modern," kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar