Halaman

Rabu, 02 Desember 2015

Harta Pusaka Manusia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Agus Fitriawan

Berbicara tentang harta pusaka, asosiasi kita tentu saja langsung tertuju kepada setumpuk permata atau berlian dalam sebuah peti. Namun, bila ditinjau dalam kacamata agama, masalahnya menjadi lain.

Permata atau berlian dalam peti tidaklah memiliki arti apa pun dibandingkan dengan hati yang padat dengan rasa syukur, lidah yang dihias dengan untaian zikir, dan istri yang salihah, seperti dinyatakan dalam sebuah hadis, “Hati yang padat dengan rasa syukur dan lidah yang dihiasi dengan untaian kata zikir serta istri yang salihah menunjang kamu dalam berbagai urusan dunia dan agama (akhirat) kamu. Itulah harta pusaka yang paling baik bagi manusia.” (HR Al-Baihaqi).
Hati adalah pendorong segala amal perbuatan manusia dan standar kebaikan amalan badan. Ia ibarat pemimpin bagi badan. Baiknya hati akan berpengaruh pada baiknya amalan badan. Dan, buruknya hati akan berpengaruh pada buruknya amalan badan.
Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah (segumpal daging) itu ialah hati.” (HR Muslim).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan, “Amalan badan tidak akan diterima tanpa perantara amalan hati. Karena hati adalah raja sedangkan anggota badan ibarat prajuritnya. Bila sang raja buruk maka akan buruk pula seluruh prajuritnya.” (Majmu Al Fatawa, 11/208).

Bila hati padat dengan rasa syukur akan lahir pula dorongan dan niat untuk melakukan amal badan dan perbuatan yang sesuai dengan yang diharapkan Allah, maksudnya segala sesuatu dilakukan sebagaimana mestinya pada tempatnya dan tidak zalim.

Lidah memang tidak bertulang. Lidah mudah menjulur dan bergerak kian ke mari tanpa kendali, senang mengembara ke tempat yang tak bertujuan, lahannya luas tiada terbatas dan bertepi. Ia memiliki peran yang besar di dalam lahan kebajikan dan juga di dalam keburukan.

Maka, barangsiapa yang mengumbar lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya, setan akan menggiringnya ke dalam segala sesuatu yang dia ucapkan. Lalu, menyeretnya ke jurang kehancuran dan selanjutnya jatuh ke dalam kebinasaan.

Tidak seorang pun dapat selamat dari tergelincirnya lisan kecuali orang yang mau mengendalikannya dengan tali kekang syariat, yaitu senantiasa dihias dengan untaian kata zikir kepada Allah, lisannya tidak mengucapkan kecuali sesuatu yang memberi manfaat di dunia dan akhirat.

Rasululah SAW menganjurkan dalam sabdanya, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hati dan lidah pada hakikatnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Di antara keduanya terdapat interaksi sebab lidah dapat dikatakan sebagai penjelmaan suara hati.

Bila hati padat dengan rasa syukur, dengan sendirinya akan keluar untaian kata zikir dari lidah sebab yang dikatakan lidah pada dasarnya adalah dorongan dan niat hati.

Istri yang salihah merupakan harta pusaka manusia tentu saja sangat logis sebab teman paling akrab dalam suatu rumah tangga adalah istri. Bila istri tidak salihah, tentu akan banyak pengaruhnya terhadap kondisi jiwa.

Tidak sedikit pemimpin yang memiliki prestasi, jabatan, dan kedudukan yang tinggi, reputasi yang baik serta legendaris dalam sejarah, kemudian jatuh disebabkan istri yang tidak salihah.

Yang dimaksud dengan istri salihah ialah istri yang memiliki hati yang padat dengan rasa syukur, lidahnya dihias dengan untaian kata zikir yang memesona suaminya. Maka, istri yang salihah akan menjadi harta karun utama yang mampu menyelamatkan kehidupan dari bencana. Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar