“KENAPA boros bener, biasanya berapa teh celup buat 1 teko, ini satu
teh celup buat 1 gelas?” Tanya ibu yang duduk di depanku membuka
percakapan.
“Mungkin 1 teh celup buat hitungan porsi minumannya bu,” kataku.
Beliau tersenyum. “Iya. Bisa jadi,” katanya.
“Jaman sekarang, semua dikomersilkan. Sampai melepaskan kesempatan
sedekah. Padahal memberi air minum buat pembeli tanpa disadari itu juga
sedekah,” katanya ringan.
“Mungkin air putih nya sekarang orang beli isi ulang bu, kan pakai
modal juga. Atau bisa jadi kalau dikasih minum teh gratis pendapatannya
dari pemesanan minuman berkurang,” jawabku.
“Kalau airnya tak beli dari isi ulang, kan masaknya pakai gas juga
nak. Sebenarnya ini soal membaca peluang. Banyak pedagang cuma sibuk
menghitung pendapatan, untung, omzet, jarang yang menghitung melipat
gandakan keberkahan.
Ibu juga punya rumah makan. Tapi ibu siapkan minuman gratis air
mineral di gucci dan Teh dengan teko. Tapi mereka ambil sendiri di meja
khusus, jadi mereka bisa memilih apa yang mereka kehendaki. Atau kalau
mereka lebih memilih jenis minuman yang tak gratis, air-air itu tidak
mubadzir. Anak pernah dengar cerita seorang pelacur yang masuk surga
karena memberi makan anjing yang kehausan?” Tanyanya serius.
“Iya bu,” jawabku.
“Kalau kita percaya besaran rejeki kita sudah ditetapkan Allah,
kenapa kita takut untung kita berkurang? Kenapa kita takut untung kita
sedikit? Kenapa kita tidak takut kalau hari itu hari terakhir kita bisa
sedekah? Dengan memberi air minum, kadang kita pun lupa kalau kita
bersedekah, bukankah itu baik?
Ibu sudah berjualan lebih dari 30 tahun di lampung, tapi tidak pernah
sekalipun ibu merugi karena memberi air minum. 5 Anak ibu sekolah
minimal Sarjana, 2 orang sampai S2, Bapak sudah tidak ada sejak
anak-anak kecil. Anak-anak sekarang sudah jadi semua, rumah makan saya
percayakan pada pekerja saya,” tambahnya lagi.
Tak henti dari itu, ibu melanjutkan ungkapan hatinya, “Anak musti
ingat, seberapapun sedekah yang kita keluarkan tak akan pernah
mengurangi hak kita atas berapa jumlah rejeki kita. Tak sedikitpun
mengurangi harta benda kita. Jadi jangan takut sedekah, katanya disuapan
terakhir nasi sotonya.”
Saya terkesima dengan nasehatnya. Benar, kadang kita begitu pandai
melihat peluang meraih rejeki, tapi kurang pandai melihat peluang
sedekah. Mari lebih cerdas melihat peluang sedekah, InsyaAllah menaikkan
berkah. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar