Halaman

Minggu, 23 Juni 2013

Memperbaiki Diri di Bulan Ramadhan

Memperbaiki Diri di  Bulan Ramadhan - Ramadhan bulan penuh kemuliaan dan keberkahan. Padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan. Disyariatkan amal-amal ibadah agung. Dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka. (HR. Bukhari No. 3103 dan Muslim No. 1079). Oleh karena itu, Ramadhan merupakan bulan penuh kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridho-Nya. Dan karena agungnya keutamaan bulan suci ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat akan kedatangan bulan penuh berkah ini. (simak keterangan imam Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Latha-iful ma’aarif, hal. 174)
Rasulullah bersabda, “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar); kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah.” (HR. Bukhari No. 7054 dan Muslim No. 1151)

Sahabat yang mulia, Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya: “Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga dibuka pada bulan itu, pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/Lailatul Qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu, maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung).” (HR. Ahmad (2/385), an-Nasa’i No. 2106, dan lain-lain, dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Tamaamul minnah, hal. 395, karena dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain)
Imam Ibnu Rajab, ketika mengomentari hadis tersebut, beliau berkata, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa (dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah) tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para setan dibelenggu?”(simak: Latha-iful ma’aarif, hal. 174)
Dulu, para ulama salaf jauh-jauh hari sebelum datangnya Ramadhan, berdoa sungguh-sungguh kepada Allah agar mereka mencapai bulan yang mulia ini. Karena mencapai bulan suci merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal sholeh) yang mereka (kerjakan). (dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Latha-iful ma’aarif, hal. 174)
Maka, hendaknya keluarga Muslim mengambil teladan dari para ulama salaf dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Yakni dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhoan dari Allah. Tujuannya agar di akherat kelak merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka. Rasulullah bersabda, “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar); kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah.” (HR. Bukhari No. 7054 dan Muslim No. 1151)
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud bukanlah memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persediaan makan sahur dan “balas dendam” ketika berbuka puasa. Juga bukan mengikuti berbagai acara televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan dari mengingat Allah daripada manfaat yang diharapkan – pun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya. Yakni dengan hati ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai petunjuk dan sunnah Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam. Karena balasan kebaikan/keutamaan dari semua amal sholeh yang dikerjakan manusia, sempurna atau tidaknya, tergantung sempurna atau kurangnya keikhlasannya, dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (simak kitab Shifat shalatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hal. 36 oleh al-Albani)
Hal tersebut diisyaratkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh seorang hamba benar-benarmelaksanakan sholat, tapi tidak dituliskan baginya dari (pahala kebaikan) sholat tersebut, kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, atau seperduanya.”(HR Ahmad 4/321, Abu Dawud No. 796 dan Ibnu Hibban No. 1889, disahihkan Ibnu Hibban, Al-‘Iraqi dan Al-Albani dalam Shalaatut taraawiih hal. 119)
Juga dalam hadis lain tentang puasa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.”(HR. Ibnu Majah No. 1690, Ahmad 2/373, Ibnu Khuzaimah No. 1997 dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim dan Al-Albani)
Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan Puasa Ramadhan
Hikmah dan tujuan utama wajib berpuasa Ramadhan adalah untuk mencapai takwa kepada Allah (simak Tafsiirul Qur’anil kariim (2/317 tulisan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin), yang hakekatnya adalah kesucian jiwa dan kebersihan hati (lihat kitab Manhajul Anbiya’ fii tazkiyatin nufuus hal. 19-20). Maka bulan Ramadhan merupakan kesempatan berharga bagi keluarga Muslim untuk berbenah diri guna meraih takwa kepada Allah. Allah berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Imam Ibnu Katsir berkata, “Dalam ayat ini Allah berfirman kepada orang-orang yang beriman dan memerintahkan mereka untuk (melaksanakan ibadah) puasa, yang berarti menahan (diri) dari makan, minum dan hubungan suami-istri dengan niat ikhlas karena Allah (semata), karena puasa (merupakan sebab untuk mencapai) kebersihan dan kesucian jiwa, serta menghilangkan noda-noda buruk (yang mengotori hati) dan semua tingkah laku yang tercela.” (simak Tafsir Ibnu Katsir, 1/289)
Lebih lanjut, Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan unsur-unsur takwa yang terkandung dalam ibadah puasa. Yakni:
Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan semua yang diharamkan Allah (ketika berpuasa), berupa makan, minum, berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang semua itu diinginkan oleh nafsu manusia, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan meninggalkan semua itu, ini adalah termasuk takwa (kepada-Nya).
Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya untuk (merasakan) muraqabatullah (selalu merasakan pengawasan Allah), maka dia meninggalkan apa yang diinginkan hawa nafsunya padahal dia mampu (melakukannya), karena dia mengetahui Allah maha mengawasi (perbuatan)-nya. Sehingga  banyak orang yang memperbaiki diri di bulan Ramadhan.
Sesungguhnya puasa akan mempersempit jalur-jalur (yang dilalui) setan (dalam diri manusia), karena sesungguhnya setan beredar dalam tubuh manusia di tempat mengalirnya darah. (HR. Bukhari No. 1933 dan Muslim No. 2175), maka dengan berpuasa akan lemah kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat dari orang tersebut.
Orang yang berpuasa umumnya banyak melakukan ketaatan (kepada Allah), dan amal-amal ketaatan merupakan bagian dari takwa.
Orang yang kaya jika merasakan beratnya (rasa) lapar (dengan berpuasa) maka akan menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan selalu menolong orang-orang miskin dan tidak mampu, ini termasuk bagian dari takwa. (simak kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 86)
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan untuk melatih dan membiasakan diri memiliki sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di antaranya sifat sabar. Sifat ini sangat agung kedudukannya dalam Islam, bahkan tanpa adanya sifat sabar berarti iman seorang hamba akan pudar. Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau: “Sesungguhnya (kedudukan sifat) sabar dalam keimanan (seorang hamba) adalah seperti kedudukan kepala (manusia) pada tubuhnya, kalau kepala manusia hilang maka tidak ada kehidupan bagi tubuhnya.”(kitab al-Fawa-id, hal. 97 karya Ibnul Qoyim)
Sifat yang agung ini, sangat erat kaitannya dengan puasa, bahkan puasa itu sendiri adalah termasuk kesabaran. (simak kitab Latha-iful ma’aarif , hal. 177, oleh Ibnu Rajab)
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang sahih menamakan bulan puasa dengan syahrush shabr (bulan kesabaran). (simak Silsilatul ahaaditsish shahiihah No. 2623, oleh Nashiruddin Al-Albani)
Bahkan Allah menjadikan ganjaran pahala puasa berlipat-lipat ganda tanpa batas (simak: kitab Latha-iful ma’aarif, hal. 177 oleh Ibnu Rajab), sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Semua amal (sholeh yang dikerjakan) manusia dilipatgandakan (pahalanya), satu kebaikan (diberi ganjaran) sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat.” Allah berfirman, “Kecuali puasa (ganjarannya tidak terbatas), karena sesungguhnya puasa itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran (kebaikan) baginya.”(HR. Bukhari No. 1805 dan Muslim No. 1151)
Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya tidak terbatas, sebagaimana firman Allah, yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan disempurnakan (ganjaran) pahala mereka tanpa batas.” (QS az-Zumar:10)
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa dengan sifat sabar dalam ucapan beliau. “Sabar itu ada tiga macam; sabar dalam (melaksanakan) ketaatan kepada Allah, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal yang diharamkan-Nya, dan sabar (dalam menghadapi) ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai dengan keinginan (manusia). Ketiga macam sabar ini (seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) puasa, karena (dengan) berpuasa (kita harus) bersabar dalam (menjalankan) ketaatan kepada Allah, dan bersabar dari semua keinginan syahwat yang diharamkan-Nya bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam (menghadapi) beratnya (rasa) lapar, haus, dan lemahnya badan yang dialami orang yang berpuasa.” (simak Latha-iful ma’aarif , hal. 177) (PM)

Sumber : http://www.citraislam.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar