Halaman

Kamis, 21 Juli 2011

Doa, Salah Satu Bukti Cinta

Di antara sekian banyak kebaikan yang berlimpah faedah, doa. Doa merupakan ibadah yang paling utama bahkan ad Du’au mukkhu al Ibadah, doa adalah inti dari ibadah itu sendiri. Doa adalah senjata dan tameng bagi orang mukmin. Tidak ada kesulitan, kegelisahan, bencana, malapetaka dan musibah lainnya yang bisa dihilangkan atau diringankan melebihi kekuatan doa. Karena yang diminta adalah Dzat yang memiliki langit dan bumi. Dzat yang menguasai jagad raya ini. Tidak ada sesuatu yang sulit bagi Nya. Semua amat mudah bagi Nya semudah Allah mengatur milyaran planet yang ada di maya pada.

Dan orang mukmin adalah orang yang paling peka terhadap keadaan di sekitarnya. Tidak ada kesedihan dan kegelisahan yang lebih menyakitkan hatinya melebihi melihat kemungkaran yang merajalela. Perkosaan, perzinaan, pencurian dan kemaksiatan lainnya lebih menyesakkan batinnya daripada musibah dunia yang seberapapun besarnya. Terlebih bila hal itu dilakukan oleh saudaranya, yakni ketika dia alpa. Oleh karenanya, orang mukmin berkewajiban untuk mengingatkan saudaranya dengan nasehat-menasehati dan juga mendoakan kebaikan serta memohon ampunan kepada Allah untuknya. Inilah salah satu keistimewaan cinta karena Allah. Mendapatkan ampunan dari Allah karena doa saudaranya. Subhanalloh.
Diriwayatkan oleh Abu Darda’ t, beliau berkata, Rosululloh r bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendoakan kebaikan untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya kecuali malaikat berkata, “Dan kamu juga mendapat yang serupa.” (HR. Muslim nomor 4912).
Shofwan t meriwayatkan, “Ketika sampai di Negri Syam, aku bermaksud menjumpai Abu Darda’ t di rumahnya. Tetapi aku tidak bertemu dengannya dan hanya bertemu dengan Ummu Darda’.
Lalu ia bertanya kepadaku, “Apakah engkau akan menjalankan haji pada tahun ini ?”
“Ya” jawabku.
“Kalau begitu, doakan kami semoga selalu baik-baik saja. Sesungguhnya Nabi r pernah bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya itu mustajab, karena di atas kepalanya terdapat para malaikat yang setiap kali ia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, mereka berkata, “Amin, dan semoga engkau mendapatkan kebaikan seperti itu pula.” (HR. Muslim).
Kalau cerdas, kita pasti melaksanakan perintah ini. Ketika kita ingin doa kita segera terkabulkan, maka kita tidak akan melupakan doa untuk saudara-saudara kita. Bukankah dengan doa yang kita lantunkan untuk saudara kita sebetulnya kita juga tengah berdoa untuk diri kita sendiri.

Bahkan doa yang kita lantunkan akan diamini oleh para malaikat, makhluk yang senantiasa dekat dengan Allah.
Al Qodhi Iyadh mengatakan, “Ada sebagian salaf yang jika hendak berdoa untuk kebaikan dirinya, ia justru mendoakan saudaranya dengan doa tersebut karena doa itu pasti akan diijabahi dan ia akan mendapatkan hal yang sama.”
Inilah yang dilakukan oleh shahabat agung, Abu Darda’ t. Beliau tidak pernah lupa untuk mendoakan saudaranya seiman.
Ummu Darda’ meriwayatkan, “Abu Darda’ t memiliki 350 teman seiman dan seagama. Ia selalu mendoakan mereka setiap sholat. Lalu aku menanyakan kebiasaan itu kepadanya, dan ia menjawab, “Ketika seseorang mendoakan saudaranya dari jauh tanpa sepengetahuannya, Allah menugaskan dua malaikat untuk berkata, “Wa laka bi mitslin. Semoga engkau mendapatkan seperti itu pula.” Karena itu, tidakkah wajar bila aku ingin didoakan pula oleh para malaikat ?”
Ummu Darda’ juga meriwayatkan bahwa pada suatu malam, ketika Abu Darda’ t sedang shalat, ia menangis sembari berdoa, “Ya Allah, engkau telah memperbagus bentukku, maka perbaguslah akhlakku.” Doa tersebut selalu diulang-ulang hingga pagi hari.
Lalu aku bertanya, “Wahai Abu Darda’ , mengapa do’amu sejak semalam hanya meminta dibaguskan akhlak saja ?”
“Wahai Ummu Darda’, bila akhlak seorang muslim baik maka kebaikan akhlaknya akan memasukkannya ke dalam jannah. Namun bila akhlaknya buruk maka keburukan akhlaknya akan memasukkannya ke dalam naar. Dan seorang muslim pasti akan diampuni dosanya meski ia tidur.” jawab Abu Darda’
“Bagaimana hal itu bisa terjadi ?” tanyaku
“Karena saudaranya bangun di malam hari untuk bertahajjud. Lalu ia berdoa kepada Allah dan doanya dikabulkan. Kemudian ia mendoakan saudaranya dan doanya juga dikabulkan.” Jelas Abu Darda’.
Hal serupa juga diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbar t bahwa beliau berkata, “Berapa banyak orang yang Qiyamul lail dikaruniai rasa syukur oleh Allah dan berapa banyak orang yang tidur terlelap diampuni oleh Allah, yaitu pada dua insan yang saling mencintai karena Allah kemudian salah seorang dari keduanya melaksanakan sholat malam lalu Allah meridhoi sholat dan do’anya sehingga Dia tidak menolak do’anya sedikitpun. Di sela-sela do’anya di kegelapan malam, dia mengingat saudaranya yang tertidur dengan berdo’a, “Ya Allah, ampunilah saudaraku, fulan.” Allah pun mengampuni saudaranya padahal dia dalam keadaan tidur. (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim : 6/31 dan Al-Faiq karya Az-Zamahsyary : 3/234-235).
Betapa indahnya kondisi orang-orang mukmin, bahkan ketika tidurpun mereka bisa mendapatkan ampunan dari Allah lantaran doa yang dilantunkan oleh saudara-saudaranya seiman. Kalau orang yang tidur saja mendapat pahala sedemikian besarnya, ampunan Allah lantas bagaimana dengan orang yang mendoakan.
Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa orang yang bahagia mendapatkan doa malaikat ada dua, yaitu pertama : orang yang didoakan oleh saudaranya secara ghaib karena malaikat yang ada di samping si pendoa mengatakan, “Amin.” Yang artinya, “Kabulkanlah doa orang ini untuk saudaranya.” Dan yang kedua, orang yang mendoakan, karena malaikat akan menyahutnya dengan mengatakan, “…wa laka bi mitslin. Dan engkau juga mendapatkan yang serupa.”
Diriwayatkan oleh Ubadah bin Shomit t, beliau berkata, “Aku mendengar Rosululloh r bersabda, “Barang siapa beristighfar untuk orang-orang beriman (laki-laki dan perempuan), maka Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan pada setiap mukmin dan mukminah.” (HR. Thabrani. Haitsami dalam Majma’u az Zawa’id (10/94) mengatakan, hadits ini sanadnya shahih).
Kegembiraan kita akan membuncah dan melayang ke angkasa tatkala kita merenungi hadits ini. Satu istighfar yang kita lantunkan untuk kaum mukminin dan kaum mukminat bernilai pahala. Satu orang mukmin dihargai satu pahala. Padahal, berapa milyarkah jumlah kaum mukminin pada saat ini. Artinya, sebanyak itu pula pahala yang akan kita dapatkan. Hal inilah yang dijelaskan oleh Syaikh Ibrahim Muhammad an Nu’aim dalam bukunya, Kaifa Tuthilu Umroka al Intaji. Sungguh indah menjadi orang mukmin. Terlebih lagi jika kita berdoa dengan apa yang Allah abadikan dalam kitab Nya, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” Niscaya milyaran pahala akan kita dapatkan sesuai dengan jumlah kaum mukminin yang ada, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup. Kita akan menjadi millionair pahala.
Sebagai penutup, penulis paparkan apa yang ditulis Ibnul Jauzi dalam bukunya, Sifatu as Shofwah. Beliau mengisahkan bahwa Hamdun ad Dallal mempunyai satu lembar kertas catatan bertuliskan 300 nama teman-temannya. Ia selalu mendoakan mereka setiap malam. Namun, suatu malam ia tertidur dan lupa mendoakan mereka. Karenanya, di tengah tidurnya tiba-tiba dia mendengar suara, “Wahai Hamdun, bukankah engkau belum menyalakan lampu-lampumu malam ini ?” maka ia pun segera bangun menyalakan lampu dan mengambil lembarannya. Kemudian ia mendoakan mereka satu per satu hingga selesai.
Sekarang, mari kita membiasakan diri untuk senantiasa mendoakan kebaikan untuk saudara seiman kita, dan juga beristighfar untuk mereka. Semoga Allah memberikan taufik-Nya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar