Rabu, 03 Oktober 2012

Dialog Allah dengan Empat Golongan Manusia

Oleh: Ina Salma Febriani
Dialog Allah dengan Empat Golongan Manusia
Ilustrasi

“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (QS Ibrahim: 31).

Sejatinya, hidup adalah menanti. Menanti giliran kapan kita kembali kehadirat Illahi Rabbi. Penantian panjang menuju hari akhir memerlukan perbekalan dengan sungguh-sungguh, tidak sekedar main-main.

Sebab, siapa yang menjadikan hidup ini sebagai senda gurau dan permainan, tanpa perbekalan berarti—maka Allah pun akan melupakannya di hari yang sangat berat bagi seluruh makhluk.

“Yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS Al-A’raf: 51).

Di hari kiamat nanti, kita akan bertemu dengan-Nya dalam keadaan yang berbeda-beda, sesuai dengan amal ibadah kita. Ada yang wajahnya putih bersinar, ada pula yang wajahnya hitam legam.
Selain itu, Allah juga akan berhujjah kepada beberapa golongan manusia. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Pada hari kiamat nanti, Allah SWT akan berhujjah dengan empat orang terhadap empat golongan manusia yang lain, yaitu: Pertama, Allah berhujjah kepada orang-orang kaya dengan Sulaiman bin Daud. Kedua, Allah berhujjah kepada para hamba sahaya dengan Nabi Yusuf AS. Ketiga, Allah berhujjah kepada orang-orang sakit dengan Nabi Ayyub AS. Keempat, Allah berhujjah kepada orang-orang fakir dengan Nabi Isa AS.”

Maksud hadits di atas, menurut Syekh Nawawi dalam “Nashaih Ibad”, bahwa Allah SWT akan bertanya kepada orang-orang kaya yang terlena dengan kekayaannya dan enggan beribadah, “Mengapa kalian tidak beribadah?”

Kika mereka menjawab, “Karena kami sibuk mengurus harta benda kami,” maka Allah berfirman, “Siapakah yang lebih besar kerajaannya dan siapakah yang lebih banyak kekayaannya daripada Sulaiman AS? Tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Kepada para hamba sahaya, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami sibuk melayani majikan-majikan kami,” maka Allah pun berfirman, “Hambaku, Yusuf , adalah seorang budak di bawah perintah raja Mesir dan istrinya, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Kepada mereka yang diuji dengan sakit, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami tertimpa sakit,” maka Allah berfirman, “Hambaku, Ayyub, adalah orang yang menderita sakit parah, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Kepada mereka yang diuji dengan kefakiran, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami sibuk mencari sesuap nasi,” maka Allah berfirman, “Hambaku, Isa, adalah orang yang terfakir di dunia, dia tidak memiliki kekayaan dunia sedikit pun. Dia tidak memiliki rumah, harta, maupun istri. Tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Demikianlah, Allah memberikan perumpamaan dari empat golongan manusia di atas, dengan kesalehan para Nabiyullah. Mereka yang tetap konsisten menjaga kualitas ibadah dalam kondisi apa pun, maka baginya kenikmatan yang tiada putusnya.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 25).

Sumber: http://www.republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar